Pakar Ungkap Kecurangan Pemilu Demi Pemenangan Satu Putaran Paslon 02

Jakarta, law-justice.co - Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari mengaku tak terlalu kaget dengan hasil penghitungan sementara Pilpres 2024 yang menempatkan capres dan cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di posisi teratas dengan perolehan suara lebih dari 50 persen alias berpotensi besar menang satu putaran. Kendati begitu, Feri mewanti-wanti dari mana datangnya angka elektoral itu.

Sebab, di satu sisi, angka itu bukan hasil sebenarnya lantaran adanya rekayasa penghitungan oleh penyelenggara pemilu, tapi di sisi lain angka itu sebagai akumulasi kecurangan dari rentetan intervensi kekuasaan sebelum hari pencoblosan.

Baca juga : Ini Peluang PDIP Jegal Pelantikan Prabowo-Gibran Lewat PTUN & MPR

“Saya sudah memprediksi bahwa Pemilu ini bakal satu putaran, ya kalau enggak 58 atau 60 persen. Saya sudah menduga karena berbagai faktor kecurangan. Dengan adanya kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif dengan melibatkan presiden yang mengerahkan kepala desa, aparat negara lain lain dan penyelenggara pemilu itu sendiri,” kata Feri dalam keterangannya, dikutip Minggu (25/2/2024).

Dia menekankan bahwa proses penyelenggaraan pemilu sudah curang sejak awal. Dimulai dari adanya ancaman kepada penyelenggara pemilu di level daerah jika tidak mematuhi komando dari KPU pusat. Juga, ada akal-akalan KPU yang membatasi sistem untuk Bawaslu untuk memonitoring dana kampanye hingga rekapitulasi suara. “Jadi aneh, bagaimana Bawaslu bisa mengawasi dalam tahapan yang berkaitan dengan sistem digital yang didesain KPU?” kata dia.

Baca juga : PKS Disebut Bakal Ditinggal Konstituen jika Gabung Prabowo-Gibran

Menurutnya, perolehan suara Prabowo-Gibran yang menyentuk angka 58 persen lebih merupakan angka yang sudah dimanipulasi. Dia menganalogikan permainan sepak bola yang didalamnya sarat kecurangan dan ada pengaturan skor.

“Pengaturan skornya (angka elektoral) sudah direkayasa sedemkian rupa untuk satu putaran,” kata Feri.

Baca juga : Ketika Kekuasaan Terlalu Besar Maka Cenderung Disalahgunakan

“Ini kecurangannya (pemilu) sebelum dari itu (hari pencoblosan), yang terjadi secara masif sehingga memengaruhi hasil pilpres. Kenapa dibiarkan penyelenggara negara yang tidak boleh berkampanye, justru berkampanye. Kenapa dibiarkan politik gentong babi terjadi secara masif. Dana bansos dikucurkan dan bansos dibagikan mendekati hari pencoblosan, itu pasti sengaja begitu,” ia menambahkan.

Bicara soal Sirekap, Feri menegaskan rekayasa jumlah suara untuk kemenangan Prabowo-Gibran begitu kentara. Dalam temuannya, ada TPS yang akumulasi suaranya melebihi 300 suara. Padahal kapasitas maksimum satu TPS di seluruh wilayah tidak melebihi angka 300. Anehnya, kata dia, Sirekap tidak otomatis menyetop penghitungan suara saat melebihi kapasitasnya.

“Apakah penyelenggara tidak mengetahui sistem (Sirekap) akan menolak kalau lebih dari 300 suara, saya yakin komisioner (KPU) tahu. Ini menurut saya faktor kesengajaan yang terbuka dan semua menyaksikan,” tuturnya.

“Hasil suara pilpres ini sudah dipatok. Mau nanti rekapitulasi manual berjenjang, itu hasilnya nanti 58 persen kurang sedikit atu tambah sedikit. Sirekap bagian dari sistem yang direkayasa. Angka yang terlihat sebagaimana mestinya, tapi proses kecurangan itu yang seolah menampilkan angka yang terlihat itu,” imbuhnya.