Respons Zainal Arifin Mochtar soal Pemeran Dirty Vote Dipolisikan

Jakarta, law-justice.co - Akibat terlibat dalam film dokumenter Dirty Vote, sutradara hingga tiga orang pakar hukum tata negara yang menjadi pemeran film  yang tayang bertepatan pada masa tenang kampanye Pemilu 2024 itu dilaporkan ke Bareskrim Polri.

Sebagai informasi, pelapor tim film yang sudah ditonton lebih dari 16 juta orang ke polisi itu adalah kelompok Dewan Pimpinan Pusat Forum Komunikasi Santri Indonesia (DPP Foksi).

Baca juga : KPK Didesak Periksa Harta Kekayaan Ketua Banggar DPR Said Abdullah

Kelompok itu melaporkan sutradara, Dandhy Laksono dan tiga bintangnya, yakni Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar. Alasan pelaporan itu karena film dokumenter yang membahas dugaan kecurangan Pemilu 2024 itu dinilai telah merugikan salah satu pasangan capres dan cawapres.

Dilaporkan karena Terlibat di Dirty Vote, Ini Kata Zainal Arifin Mochtar

Baca juga : Usman Hamid: Larangan Jurnalisme Investigasi ‘Titipan Pemerintah’!

"Ya gimana, wong yang nggak ngapa-ngapain saja juga bisa dilaporkan, jadi (pelaporan ini) ya risiko, hadapi saja," katanya di UGM Yogyakarta, Selasa, 13 Februari 2024.

Pakar Hukum Tata Negara UGM Yogyakarta itu mengatakan belum mengetahui detail pelaporannya tersebut. Dosen Fakultas Hukum UGM tersebut belum memahami secara jelas pasal apa yang dia langgar dengan film itu.

Baca juga : Respons Menohok Adian soal Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu

"Sampai hari ini saya belum tahu apa yang dilaporkan, pelanggarannya itu apa, pasal mana yang dilanggar dan konteksnya saya tidak tahu," kata dia.

Salah Alamat Pelaporan

Menurutnya jika dugaannya terkait pelanggaran pemilu, mestinya dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu. "Kalau (pelanggarannya terkait) UU Pemilu kan sepertinya bukan Bareskrim (Polri), misalnya diduga kampanye atau dianggap menguntungkan capres-cawapres, lah saya bukan peserta kampanye," kata dia.

Zainal pun menegaskan bahwa film tersebut bukanlah untuk kampanye hitam atau mendukung dan menjelekkan salah satu capres cawapres tertentu. Melainkan edukasi publik.

Film Dirty Vote, kata Zainal, seperti halnya pekerjaan mengkliping untuk merangkai peristiwa demi peristiwa, sebagai gambaran publik. Film itu memaparkan sejumlah data dan mengurai pelanggaran hukum pada Pemilu 2024. Juga potensi-potensi kecurangan berdasarkan kacamata hukum di Indonesia.