Ada Apa Mulai 1 Januari 2024 Beli LPG 3 Kg Wajib Daftar

Jakarta, law-justice.co - Ada apa Kementerian ESDM memberlakukan pembatasan pembelian LPG 3 kg mulai 1 Januari 2024. Artinya mulai tahun depan, tidak semua orang bisa membeli LPG 3 kg, hanya yang terdata valid yang bisa membeli.

Untuk warga yang belum terdata, bisa mendaftar dengan menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) di penyalur atau pangkalan resmi. Menurut Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan dengan mendaftar menggunakan KTP maka menjadi jelas konsumen yang layak menerima LPG 3 kg. Dengan mendaftar menggunakan KTP, pemerintah berupaya mendistribusikan LPG 3 kg tepat sasaran.

Baca juga : Naik Rp275, Kementerian ESDM Tetapkan Harga Biodiesel Rp12.453/Liter

"Harus sesuai dengan datanya di KTP itu, lalu sistemnya disentralisir dengan IT, di-screen yang baik, jadi bisa di cek lagi validitasnya dan kita bisa memenuhi pendistribusian LPG ke warga yang tepat sasaran," lanjutnya di Kementerian ESDM Jakarta, Jumat (22/12/2023).

Menurut Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM,  Tutuka Ariadji mengimbau masyarakat yang belum terdata agar segera mendaftar sebelum melakukan pembelian LPG 3 kg. Untuk mendaftar, masyarakat hanya perlu menunjukkan KTP dan KK di penyalur/pangkalan resmi.

Baca juga : Pegawai ESDM Diperiksa Kejagung Soal Korupsi IUP Timah

"Masyarakat tidak perlu khawatir karena proses pendaftaran sangat mudah, cepat, dan aman. Cukup menunjukkan KTP dan KK," ujar Tutuka dikutip dari situs Kementerian ESDM.

Selain mudah dan cepat dalam proses pendaftarannya, dijelaskan Tutuka bahwa masyarakat juga tidak perlu khawatir terhadap keamanan data pribadi konsumen. Ia menjelaskan bahwa pemerintah dan Badan Usaha Penerima Penugasan (PT Pertamina) menjamin bahwa data konsumen LPG 3 kg yang sudah terdaftar dan terdata di merchant app Pertamina akan terlindungi sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi.

Baca juga : Hakim Vonis 10 Pegawai Kementerian ESDM 2-6 Tahun Bui di Kasus Tukin