MK Resmi Tak Terima Gugatan Anggota DPR, DPD, DPRD Dibatasi 2 Periode

Jakarta, law-justice.co - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa tidak dapat menerima permohonan uji materiil yang ingin anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dan Kabupaten/Kota, dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) hanya dibatasi dua periode.

Permohon itu tercatat dengan nomor 98/PUU-XXI/2023 yang diajukan mahasiswa, Andi Redani Suryanata. Dia menguji Pasal 182 dan Pasal 240 ayat (1) UU 7/2017 tentang Pemilu terkait masa jabatan anggota DPR, DPRD, dan DPD.

Baca juga : Revisi UU MK Upaya Ganti 3 Hakim yang Dissenting Opinion Hasil Pilpres

Ketua MK Suhartoyo menyampaikan kesimpulan bahwa mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo dan pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo.

"Menyatakan permohonan tidak dapat diterima," ujar Suhartoyo saat membacakan amar putusan di Ruang Sidang Pleno Gedung MKRI, Jakarta, Rabu (29/11).

Baca juga : Sudah Terpilih Jadi Presiden, Mengapa Prabowo Harus Mundur?

Dalam salah satu pertimbangannya, mahkamah menilai norma pada kedua pasal yang diuji itu baru dapat dinilai telah merugikan atau setidak-tidaknya potensial merugikan hak konstitusional Pemohon apabila menghalangi hak Pemohon untuk mencalonkan atau dicalonkan menjadi anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, atau DPRD kabupaten/kota.

Kendati demikian, mahkamah berpendapat persyaratan yang termaktub dalam kedua norma pasal tersebut tidak menghalangi hak konstitusional Pemohon untuk diajukan sebagai calon anggota DPR, DPRD provinsi, atau DPRD kabupaten/kota, dan DPD.

Baca juga : Terkait Dugaan Pencemaran Nama Baik, Pelapor Anwar Usman Dipolisikan

Karenanya, syarat dalam kedua pasal itu dinilai termasuk syarat personal yang melekat pada individu yang akan mencalonkan diri atau diajukan sebagai calon.

Pemohon pun dinila telah terbukti tidak dapat memenuhi persyaratan adanya kerugian atau anggapan kerugian hak konstitusional dengan berlakunya Pasal 182 dan Pasal 240 ayat (1) UU 7/2017.

Perkara ini didaftarkan ke MK pada 6 Agustus 2023 silam. Setelahnya, sidang pemeriksaan pendahuluan digelar pada 11 September.

Lalu, pada 25 September terdapat sidang perbaikan permohonan. Hingga akhirnya MK membaca putusannya pada sidang pengucapan putusan pada 29 November.

"Menyatakan Pasal 182 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang-Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk juga "tidak pernah memegang jabatan sebagai anggota DPD selama dua periode dalam jabatan yang sama, baik secara berturut-turut atau tidak berturut-turut"," demikian bunyi petitum yang diajukan pemohon.

"Menyatakan Pasal 240 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang-Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk juga "tidak pernah memegang jabatan sebagai anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota selama dua periode dalam jabatan yang sama, baik secara berturut-turut atau tidak berturut-turut"," bunyi petitum lainnya.