Cadangan Devisa Tekor Jika Habis-habisan Intervensi Rupiah

Jakarta, law-justice.co - Bank Indonesia (BI) mengaku tak hanya mengandalkan cadangan devisa dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Sebab, BI perlu menjaga posisi cadangan devisa di atas standar kecukupan internasional.

Direktur Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Ramdan Denny Prakoso mengatakan, selama ini banyak yang menduga BI agresif melakukan intervensi di pasar spot untuk menjaga stabilitas rupiah menggunakan cadangan devisa sehingga menyebabkan penurunan cadangan devisa yang cukup dalam.

Baca juga : Kades di Cirebon Sebar Ciri-ciri 3 DPO Pembunuh dan Pemerkosa Vina

Pasalnya, posisi cadangan devisa per akhir Oktober 2023 yang tercatat sebesar U$ 133,1 miliar, turun US$ 1,8 miliar dibanding akhir bulan sebelumnya. Bahkan, menilik data BI, posisi cadangan devisa tersebut merupakan yang terendah sejak akhir Oktober 2022 lalu yang saat itu berada di level US$ 130,2 miliar.

Padahal kata Ramdan, turnover di pasar spot mencapai US$ 2 miliar hingga US$ 3 miliar per hari. "Bisa dibayangkan kalau memang BI mati-matian ataupun sangat agresif, maka dalam sekejap, cadangan devisa kita akan habis," kata Ramdan, Sabtu 11 November 2023.

Baca juga : RUU Penyiaran Harus Lebih Serius Atur Tayangan pada Platform OTT

Ia mengatakan, selama ini bank sentral menjaga cadangan devisa berada di atas standar kecukupan internasional yang sekitar tiga bulan impor. Oleh BI, cadangan devisa selalu dijaga di kisaran enam bulan impor.

"Angkanya bisa dinamis, tetapi (sekitar) enam bulan impor," tambahnya.

Sementara untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, BI menjaga psikologis pasar, baik itu eksportir, importir, maupun asing agar tidak panik. Caranya, mengkomunikasikan kepada pasar bahwa BI tetap ada di pasar untuk melakukan stabilitasasi nilai tukar rupiah.

Baca juga : Ini Kritik Walhi Jakarta Soal Rencana Heru Budi Buat Pulau Sampah

Dari sisi suplai dolar Amerika Serikat (AS), BI meyakinkan eksportir tak akan rugi saat mereka menjual dolarnya di level tertentu. Dari sisi permintaan, BI juga meyakinkan importir agar tidak perlu melakukan pembelian dolar secara segera dalam jumlah yang besar. "Aksi mereka (pasar) yang tidak panik sangat bantu volatiltas (nilai tukar rupiah)," kata Ramdan.

Seperti diketahui, nilai tukar rupiah menyentuh level Rp 15.000 per dolar AS sejak akhir Juli lalu. Sejak saat itu, kurs rupiah terus melemah, bahkan hampir menembus Rp 16.000 per dolar AS.

Pada 1 November, nilai tukar rupiah melemah ke level Rp 15.946 per dolar AS berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dolar Rate (JISDOR). Sementara pada 10 November, rupiah berada di level Rp 15.693 per dolar AS.***