Respons Jokowi soal Belanda Baru Akui Kemerdekaan RI Usai 78 Tahun

Jakarta, law-justice.co - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan bahwa dirinya menyambut positif keputusan Belanda yang kini mengakui Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) pada 17 Agustus 1945.

Namun dia mengungkapkan atas keputusan itu Indonesia harus mempersiapkan dampaknya.

Baca juga : Punya 20 Tanah & Bangunan, Segini Total Harta Jokowi di LHKPN Terbaru

"Ya bagus, tapi nanti kita lihat. Saya (perlu) masukan dulu dari Menteri Luar Negeri karena impact-nya kemana-mana," kata Jokowi di Pasar Menteng Pulo, Jakarta Selatan, Kamis (15/6/2023).

Sebelumnya, Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte dalam sela-sela debat penyelidikan Perang Kemerdekaan Indonesia, Rabu waktu setempat, mengakui bahwa Kemerdekaan Indonesia jatuh pada 17 Agustus 1945.

Baca juga : Surati Jokowi soal Pansel, Muhammadiyah: Momentum Emas Pulihkan KPK!

"Kami melihat proklamasi itu sebagai fakta sejarah," kata Rutte, mengutip media Belanda NU, Kamis (15/6/2023).

Pemerintah Belanda mengakui bahwa Indonesia "de facto" merdeka pada tahun 1945. tapi secara resmi menggunakan tahun 1949.

Baca juga : Resmi, Presiden Jokowi Lantik 7 Anggota LPSK 2024-2029

Ini merujuk pada tanggal 27 Desember 1949, dimana Belanda menyerahkan kedaulatan Indonesia. Hal itu terjadi setelah desakan kuat dari Amerika Serikat dan PBB.

Hal ini juga dimuat Paudal. Pada hari itu, 17 Agustus 1945, pemerintah Indonesia mengeluarkan Declaration of Independence (proklamasi) berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Atas desakan Partai Hijau, GroenLinks, Rutte disebut akan berdiskusi dengan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). Ini terkait bagaimana merayakan Hari Kemerdekaan pada 17 Agustus.

"Dalam beberapa tahun terakhir, Belanda selalu mengingat 17 Agustus 1945," kata Rutte lagi.

"Misalnya, raja mengirimkan ucapan selamat ke Indonesia setiap tahun melalui telegram," ungkapnya.

DPR Belanda memperdebatkan perang kemerdekaan RI dari tahun 1945 hingga 1949. Kajian ekstensif berjudul Over de Grens diterbitkan pada Februari 2023 lalu.

Laporan tebal hampir enam ratus halaman menggambarkan dengan sangat rinci kekerasan yang mengerikan dan hampir tak terlukiskan pada periode itu. Laporan itu juga membahas berbagai hal dari kedua sisi.

Kesimpulan politik terpenting adalah bahwa tidak ada kekerasan insidental di pihak Belanda, seperti yang telah dikatakan selama beberapa dekade.

Para peneliti berbicara tentang "kekerasan ekstrem" dalam "skala besar" oleh angkatan bersenjata Belanda yang sengaja dikerahkan.

Pada tahun 2011, kabinet Belanda juga meminta maaf kepada penduduk Indonesia atas penjajahan dan periode kekerasan yang ekstrim.

Raja Belanda melakukannya tiga tahun lalu, di mana selama periode 1940 hingga 1945 perang menelan korban sekitar 5.300 orang Belanda dan kemungkinan besar sekitar 100.000 orang Indonesia.