Negara-negara ini Berupaya Keras Agar Perempuan Mau Melahirkan (1)

Jakarta, law-justice.co - Menurunnya tingkat kelahiran telah menjadi perhatian utama bagi sejumlah negara dengan ekonomi terbesar di Asia. Pemerintah di negara-negara itu menghabiskan ratusan miliar dolar untuk mencoba membalikkan tren. Apakah upaya ini akan berhasil?

Jepang mulai memperkenalkan kebijakannya untuk mendorong pasangan memiliki lebih banyak anak pada 1990-an.

Baca juga : Kalah dari Irak, Timnas Vietnam Gagal Melaju ke Semifinal Piala Asia


Korea Selatan mulai melakukan hal yang sama pada tahun 2000-an, sedangkan kebijakan fertilitas Singapura dimulai pada tahun 1987.

China, yang mengalami penurunan populasi untuk pertama kalinya dalam 60 tahun, baru-baru ini turut menerapkan kebijakan serupa.

Baca juga : Ini Dia Kekuatan Uzbekistan, Lawan Timnas Indonesia U-23 di Piala Asia

Meskipun sulit untuk menghitung secara tepat berapa biaya yang dikeluarkan untuk kebijakan ini, Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol baru-baru ini mengatakan negaranya telah menghabiskan lebih dari US$200 miliar (Rp2.978 triliun) selama 16 tahun terakhir untuk mencoba meningkatkan populasi.

Namun tahun lalu, Korea Selatan memecahkan rekornya sendiri sebagai negara dengan tingkat kesuburan terendah di dunia, dengan rata-rata jumlah bayi per perempuan turun menjadi 0,78.

Baca juga : Uzbekistan Menang 2-0 Vs Arab Saudi, Bertemu Indonesia di Semi Final

Di negara tetangganya, Jepang, yang memiliki rekor kelahiran rendah, yakni kurang dari 800.000 pada tahun lalu, Perdana Menteri Fumio Kishida telah berjanji akan menggandakan anggaran untuk kebijakan terkait anak dari 10 triliun yen (Rp1.112 triliun) yang hanya lebih 2% dari produk domestik bruto di negara tersebut.

Secara global, meskipun masih ada lebih banyak negara yang mencoba menurunkan angka kelahirannya, jumlah negara yang ingin meningkatkan kesuburan telah meningkat lebih dari tiga kali lipat sejak tahun 1976, menurut laporan terbaru dari PBB.