Dendam Pernah Dikudeta, Putri Eks PM ini Incar Jabatan PM Thailand

Thailand, law-justice.co - Paetongtarn Shinawatra, putri mantan perdana menteri Thailand, Thaksin Shinawatra menyatakan kesiapannya mencalonkan diri sebagai perdana menteri dalam pemilihan umum (pemilu) tahun ini. Putri Thaksin berusia 36 tahun itu merupakan andalan oposisi utama yang berupaya mendapatkan kembali kekuasaan setelah digulingkan dalam kudeta delapan tahun lalu.


Ayah dan bibi Paetongtarn, Yingluck Shinawatra sempat memimpin pemerintahan Thailand yang digulingkan tentara. Hingga kini, Thaksin dan adiknya berada di pengasingan untuk menghindari hukuman penjara yang dijatuhkan di bawah kekuasaan militer.

Baca juga : Panas Ekstrem 41 Derajat Celsius di Thailand, Total 30 Orang Tewas

Sementara itu Paetongtarn Shinawatra berjalan di bawah Partai Pheu Thai. Partai itu adalah inkarnasi terbaru dari gerakan populis yang didirikan keluarga miliardernya dua dekade lalu.

"Ya, saya siap," katanya di desa timur laut Thailand akhir pekan lalu seperti dikutip kantor berita Reuters, Selasa (17/1/2023). Wilayah pedesaan itu kini menjadi kubu Shinawatra yang memberikan mereka mayoritas dukungan dalam lima pemilihan sejak 2001.

Baca juga : Bareskrim : Fredy Pratama Dilindungi Gangster di Hutan Thailand

"Kami ingin partai memenangkan pemilu dengan telak sehingga janji-janji yang kami buat kepada rakyat dapat direalisasikan," kata Paetongtarn.

Partai Pheu Thai memang sangat populer di kalangan kelas pekerja pedesaan dan perkotaan. Pheu Thai memenangkan kursi terbanyak dalam pemilihan terakhir pada 2019 meski tidak dapat membentuk pemerintahan.

Baca juga : Bulog: 300.000 Ton Beras Impor dari Thailand dan Pakistan Mulai Masuk

Pemerintahan yang setia kepada Shinawatra masing-masing telah disingkirkan militer atau keputusan pengadilan. Hal ini pun menambah bahan bakar pada krisis politik yang tampaknya sulit diselesaikan yang telah surut dan mengalir di Thailand selama lebih dari 17 tahun.

Paetongtarn menghadiri kampanye partai dalam satu tahun terakhir. Ia juga telah memimpin jajak pendapat dalam beberapa bulan terakhir tentang calon perdana menteri, jauh di atas petahana Prayuth Chan-ocha, yang sebagai panglima militer menggulingkan pemerintahan Yingluck.

Prayuth telah bertanggung jawab sejak 2014. Awalnya sebagai pemimpin junta dan kemudian perdana menteri dipilih oleh parlemen setelah pemilihan 2019 yang menurut para pengkritiknya diadakan di bawah aturan yang dirancang untuk membuatnya tetap berkuasa.

Dia bersikeras mendapatkan peran itu dengan adil. Prayuth (68 tahun) bergabung dengan Partai Persatuan Bangsa Thailand yang baru pekan lalu. Ia juga mengisyaratkan tawaran untuk tetap menjadi perdana menteri. Dia belum membubarkan parlemen dan pemilihan harus diadakan pada bulan Mei.