DPR RI Resmi Mensahkan RUU PPSK Jadi UU, Ini Daftar Poin Pentingnya

Jakarta, law-justice.co - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Rapat Paripurna, Kamis (15/12) resmi mensahkan Rancangan Undang-undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) resmi menjadi Undang-Undang (UU).

Pengesahan dilakukan langsung oleh Ketua DPR RI Puan Maharani dan disaksikan oleh anggota dewan serta pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Baca juga : Respons DPR RI soal Heboh Warung Madura Dilarang Buka 24 Jam

"Kami akan menanyakan sekali lagi kepada anggota apakah Rancangan Undang-undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan dapat disetujui dan untuk disahkan menjadi undang-undang? Setuju," tanya Puan.

"Setuju," jawab seluruh anggota Paripurna yang hadir.

Baca juga : Ada Penumpang Turun, Ini 13 Momen Penting CCTV Kematian Brigadir RA

Pengesahan dilakukan setelah Ketua Panja pembahasan RUU PPSK Dolfie membacakan hasil rapat dan pandangan mini fraksi sebelum dibawa ke tingkat dua yakni Paripurna.

Dolfie menyebutkan RUU PPSK terdiri dari 27 bab dengan 341 pasal yang sudah dibahas secara mendalam oleh panja.

Baca juga : MK: PDIP Tak Cukup Bukti Jika Minta Suara PSI jadi Nol di Papua Tengah

Berdasarkan draf RUU PPSK versi 8 Desember 2022 yang, setidaknya ada lima poin krusial baru yang ditambahkan pemerintah dalam aturan ini.

Berikut penjelasannya:

1. LPS Jamin Polis Asuransi

Dalam RUU PPSK ini, pemerintah menambah tugas Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Tugas tambahan LPS yakni, pertama, melindungi dana masyarakat yang ada di perusahaan asuransi yang tertuang dalam Pasal 3A, `Lembaga Penjamin Simpanan bertujuan menjamin dan melindungi dana masyarakat yang ditempatkan pada Bank dan Perusahaan Asuransi`.

Kedua, melakukan resolusi bank. Dalam hal ini, LPS akan bertugas untuk merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan resolusi bank yang ditetapkan sebagai bank dalam resolusi.

Bank dalam resolusi adalah bank yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai bank yang mengalami kesulitan keuangan, membahayakan kelangsungan usahanya, dan tidak dapat disehatkan oleh OJK sesuai dengan kewenangannya.

Ketiga, LPS bertugas melakukan penyelesaian permasalahan perusahaan asuransi yang dicabut izin usahanya oleh OJK.

2. Politikus Dilarang Jadi Anggota Dewan Gubernur BI

Dalam beleid tersebut, anggota partai politik (parpol) tidak bisa bergabung menjadi anggota dewan gubernur BI. Dalam draf sebelumnya, pemerintah memperbolehkan anggota parpol jadi bagian BI.

Larangan ini tertuang dalam Pasal 47 ayat 1C yang berbunyi, `Anggota Dewan Gubernur baik sendiri maupun bersama-sama dilarang menjadi pengurus dan/atau anggota partai politik`.

Selain itu, anggota Dewan Gubernur BI juga dilarang mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung pada perusahaan manapun juga.

Juga dilarang merangkap jabatan pada lembaga lain kecuali karena kedudukannya wajib memangku jabatan tersebut.

3. BI Jadi Penyelamat Pemerintah Saat Krisis

Melalui RUU PPSK, tugas BI bertambah sebagai `penyelamat` negara saat terjadi krisis dengan membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana.

Tambahan tugas ini tertuang dalam Pasal 36A yang berbunyi, `Dalam rangka penanganan stabilitas sistem keuangan yang disebabkan oleh kondisi krisis, Bank Indonesia berwenang membeli SBN berjangka panjang di pasar perdana untuk penanganan permasalahan sistem keuangan yang membahayakan perekonomian nasional.`

4. OJK Awasi Bank Emas

Pemerintah menetapkan seluruh kegiatan usaha bullion atau bank emas ke depannya harus mendapat izin OJK.

Hal ini tertuang dalam Pasal 131 yang berisi, `LJK yang melakukan kegiatan usaha bullion sebagaimana dimaksud dalam Pasal 130 wajib terlebih dahulu memperoleh izin dari Otoritas Jasa Keuangan.`

Dalam Pasal 130 RUU ini disebutkan bank emas merupakan kegiatan usaha yang berkaitan dengan emas dalam bentuk simpanan, pembiayaan, perdagangan, penitipan emas, dan/atau kegiatan lainnya yang dilakukan oleh Lembaga Jasa Keuangan (LJK).

5. Anggota DK OJK Bertambah 2 untuk Awasi Kripto dan Modal Ventura

Pemerintah juga memutuskan untuk menambah dua anggota Dewan Komisioner OJK untuk mengurus kripto dan modal ventura di Indonesia. Dengan demikian, anggota DK OJK yang awalnya terdiri dari sembilan orang menjadi 11 orang.

"Dewan Komisioner beranggotakan 11 orang anggota yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden," tulis Pasal 10 ayat 3 draf RUU PPSK.

Adapun dua Dewan Komisioner OJK yang ditambah bakal melakukan pengawasan kegiatan jasa keuangan di bidang berikut:
1. Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto;
2. Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya.

6. OJK Awasi Koperasi Penyelenggara Usaha Jasa Keuangan

OJK akan berbagi tugas dengan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) dalam mengawasi koperasi yang bergerak di sektor jasa keuangan.

Sesuai Pasal 44B angka (3) draf terakhir yang diterima CNNIndonesia.com, tertera ketentuan OJK melaksanakan perizinan, pengaturan, dan pengawasan koperasi yang berkegiatan di dalam sektor jasa keuangan.

Namun, OJK tidak mengawasi koperasi simpan pinjam tertutup yang hanya melayani anggota.