Kalah Disiplin Sama Anak Kecil, Klaster Covid SMA Lebih Tinggi dari SD

Jakarta, law-justice.co - Berdasarkan data dari survei Kemendikbudristek, Per Rabu (22/9/2021) pukul 11:14 WIB, tercatat 2,77% atau 1.299 klaster terjadi selama PTM. Angka ini didapat dari survei kesiapan PTM yang diikuti oleh 46.892 responden sekolah.


Tak dijelaskan lebih rinci mengenai kapan periode waktu survei tersebut dilakukan, namun itu bukan berarti menghilangkan risiko penularan corona yang terjadi selama PTM.

Baca juga : Bursa Cagub Terkini Jakarta Pilkada 2024: Ahok, RK, hingga Anies


Dari data tersebut, persentase klaster paling banyak terjadi pada tingkat SMA yakni 4,48% 107 klaster dari 2.388 responden. Sementara terendah terjadi pada SD SD 2,78% 584 klaster dari 21.024 responden dan PAUD sebesar 1.91% 250 klaster dari 13.082 responden.


Menurut Ketua Jaringan Sekolah Digital Indonesia, Muhammad Ramli Rahim, tingginya klaster sekolah di SMA dibanding dengan jenjang yang terendah seperti SD terjadi lantaran anak SD dianggap punya kekebalan tubuh yang lebih baik dibanding orang yang lebih dewasa.

Baca juga : Siapa Saja Dicalonkan Pilkada DKI Jakarta 2024 dari PDI-P?


"Beberapa penelitian menunjukkan anak SD memiliki ketahanan tubuh kuat dalam COVID-19 artinya mereka lebih terjaga dari COVID-19. Kedua, mereka lebih banyak dikontrol oleh orang tua. Anak-anak SD itu lebih diperhatikan, lebih diingatkan sama orang tua," kata Ramli dalam Live Corona Update `Sebulan Sekolah Tatap Muka, Sudah Aman?`, Jumat (24/9/2021).

Pemberlakukan pembelajaran tatap muka (PTM) yang telah resmi berjalan hampir satu bulan di wilayah PPKM Level 1-3 ini masih menimbulkan sejumlah catatan penting terkait klaster COVID-19.

Baca juga : Ini Respons Golkar Soal Nasdem Gabung Koalisi Prabowo

Berdasarkan data dari survei Kemendikbudristek, Per Rabu (22/9/2021) pukul 11:14 WIB, tercatat 2,77% atau 1.299 klaster terjadi selama PTM. Angka ini didapat dari survei kesiapan PTM yang diikuti oleh 46.892 responden sekolah.


Tak dijelaskan lebih rinci mengenai kapan periode waktu survei tersebut dilakukan, namun itu bukan berarti menghilangkan risiko penularan corona yang terjadi selama PTM.


Dari data tersebut, persentase klaster paling banyak terjadi pada tingkat SMA yakni 4,48% 107 klaster dari 2.388 responden. Sementara terendah terjadi pada SD SD 2,78% 584 klaster dari 21.024 responden dan PAUD sebesar 1.91% 250 klaster dari 13.082 responden.


Menurut Ketua Jaringan Sekolah Digital Indonesia, Muhammad Ramli Rahim, tingginya klaster sekolah di SMA dibanding dengan jenjang yang terendah seperti SD terjadi lantaran anak SD dianggap punya kekebalan tubuh yang lebih baik dibanding orang yang lebih dewasa.


"Beberapa penelitian menunjukkan anak SD memiliki ketahanan tubuh kuat dalam COVID-19 artinya mereka lebih terjaga dari COVID-19. Kedua, mereka lebih banyak dikontrol oleh orang tua. Anak-anak SD itu lebih diperhatikan, lebih diingatkan sama orang tua," kata Ramli dalam Live Corona Update `Sebulan Sekolah Tatap Muka, Sudah Aman?`, Jumat (24/9/2021).

Sementara Ramli menilai, kepatuhan lebih sering diabaikan pada tingkat SMA dibanding pada siswa SD yang cenderung lebih mendapat perhatian dari orang tua.
"Di SMA masih seperti itu sehingga mereka berkumpul sudah tidak lama ketemu saat ketemu melepas rindu, pulang, berkumpul, bikin acara dan sebagainya. Jadi kalau kemudian klaster baru terbanyak di tingkat SMA sebenarnya tidak heran," ungkap Ramli.

Oleh karena itu, Ramli mendesak agar kejadian munculnya klaster ini dapat dihindari. Salah satunya dengan meminta agar Mendikbudristek Nadiem Makarim segera mewajibkan vaksinasi bagi siswa maupun guru sebelum PTM berlangsung.


"Kalau Nadiem tegas [memulai] PTM, maka harus tegas [memberikan aturan] hanya yang sudah vaksinasi yang boleh masuk sekolah," tutup Ramli.