Gugatan Ditolak MA, Honda-Yamaha Terbukti Jadi Kartel Motor Matik

law-justice.co - Upaya hukum berupa peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh Astra Honda Motor dan Yamaha Indonesia Motor Manufacturing ditolak oleh Mahkamah Agung (MA). Dengan demikian, kedua produsen sepeda motor ini terbukti sah melakukan kartel harga penjualan sepeda motor matik periode 2013-2015.

"Amar putusan Tidak Dapat Diterima," demikian bunyi amar putusan PK seperti dikutip dari website-nya, Kamis (29/4/2021).

Baca juga : Terkait Bayar KPR hingga Beli Alphard, Gazalba Juga Didakwa Cuci Uang

Duduk sebagai ketua majelis MA Prof Takdir Rahmadi dengan anggota Dr Nurul Elmiyah dan Dr Rahma Yuliati. Duduk sebagai panitera pengganti Selviana Purba dan diputus pada 21 Februari 2021.

Kasus kartel sepeda motor matik Honda dan Yamaha berawal saat Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengendus adanya praktik kartel sepeda motor skuter matik 110-125 cc di Indonesia. Praktik kartel itu mengakibatkan harga jual ke konsumen melambung tinggi. Konsumen pun dirugikan.

Baca juga : Mahkamah Agung Anulir Vonis Mati Gembong Narkoba Jadi 14 Tahun Bui

KPPU kemudian menggelar serangkaian sidang untuk memeriksa dugaan praktik kartel tersebut. Akhirnya, pada 20 Februari 2017, KPPU memutuskan bahwa benar terjadi praktik kartel antara Honda dan Yamaha. Sebagai hukumannya, Yamaha dihukum denda Rp 25 miliar, sedangkan Honda dihukum Rp 22,5 miliar.

Sesuai dengan Pasal 47 ayat (2) huruf g UU No 5 Tahun 1999, pelaku kartel dapat dikenai sanksi tindakan administratif berupa pengenaan denda minimal Rp 1 miliar dan maksimal Rp 25 miliar.

Baca juga : Usut Laporan Pimpinan MA Ditraktir Pengacara, KY Terjunkan Tim

"Majelis Komisi memberikan penambahan denda kepada Terlapor I (Yamaha-red) sebesar 50 persen dari besaran proporsi denda karena Terlapor I dalam proses persidangan ini telah memberikan data yang dimanipulasi," demikian bunyi putusan KPPU Nomor 04/KPPU-I/2016.

KPPU meyakini Yamaha-Honda melakukan kartel harga dengan tiga bukti, yaitu pertemuan petinggi Yamaha-Honda di lapangan Golf serta dua e-mail dari petinggi Yamaha-Honda di Indonesia pada 28 April 2014 dan 10 Januari 2015. Meski antara Yamaha dan Honda tidak ada bukti tertulis soal kesepakatan harga, KPPU menilai hal itu bukan syarat mutlak adanya kartel. Klik lengkapnya di sini.

"Concerted dipersyaratkan bahwa action ada tidak suatu perjanjian tertulis yang mensyaratkan pihak-pihak yang melakukan concerted action tidak perlu dibuktikan seperti itu. Dalam concerted action itu, yang penting terjadi komunikasi," ujar majelis KPPU.

Yamaha-Honda tidak terima dan mengajukan permohonan banding ke PN Jakut. Pada 5 Desember 2017, PN Jakut menolak upaya banding tersebut. PN Jakut memutuskan menguatkan keputusan KPPU

Yamaha-Honda tidak terima dan mengajukan kasasi. Pada 23 April 2019, MA menolak kasasi Honda-Yamaha, Perkara Nomor 217 K/Pdt.Sus-KPPU/2019 itu diadili oleh ketua majelis Yakup Ginting dengan anggota Ibrahim dan Zahrul Rabain.

Dua tahun berselang, keduanya memilih mengajukan PK tapi usaha itu tidak membuahkan hasil alias ditolak.