Pemerintah dan DPR mengebut pengesahan RUU HPP demi menggenjot pendapatan negara di sektor pajak dan menurunkan defisit APBN. Pemerintah dikejar UU Pemulihan Ekonomi Nasional, namun meninggalkan reformasi peraturan perpajakan.
Data pengemplang pajak melalui Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau biasa dikenal dengan tax amnesty jilid II. Ini akan berlangsung selama enam bulan sejak 1 Januari-30 Juni 2022.
Kabar gembira bagi pengemplang pajak. Sebab pemerintah kembali memberikan pengampunan untuk dosa-dosa yang selama ini dilakukan terkait perpajakan.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) menjadi undang-undang dalam Sidang Paripurna hari ini, Kamis (7/10/2021).
Menteri Keuangan, Sri Mulyani seharusnya melakukan terobosan baru dalam menggenjot penerimaan pajak negara. Bukan mengandalkan cara konvensional dengan menariki pajak dari rakyat yang kesusahan.
Dalam RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pemerintah memberikan kelonggaran kepada para pengemplang pajak agar bisa terbebas dari tuntutan pidana penjara. Hal ini diungkapkan oleh Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo saat rapat kerja dengan Komisi XI, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senin (5/7/2021)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ingin para pengemplang pajak tak dipidanakan. Dia ingin mereka hanya dikenai sanksi administrasi. Untuk itu, Sri Mulyani meminta dukungan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dalam menyempurnakan administrasi perpajakan.
Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) melapor ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan penyimpangan penagihan pajak senilai Rp1,7 triliun yang juga diduga terkait kasus pejabat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan yang tengah diusut KPK.
Omnibus Law adalah surga untuk para pengemplang pajak. Hal ini ditegaskan oleh Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda.