Tersangka kasus jual beli kursi DPR RI, Wahyu Setiawan mengklaim dirinya dipaksa menerima uang dari tersangka Agustiani Tio Fredelin.
“BIN dengan perangkat teknologi dan jaringannya yang dimiliki harusnya membantu hilangnya Harun Masiku,” papar Muslim.
IPW menilai sikap tegas perlu dilakukan Polri setelah Kapolri menyatakan sudah menyebar pengumuman status Daftar Pencarian Orang (DPO) terhadap Harun Masiku ke 34 polda dan 504 polres di seluruh Indonesia.
“Kalau akses saja nggak dikasih artinya memang nggak boleh masuk. Secara formil artinya pimpinan secara lembaga nggak mengakui (Rosa-Red),” tambah sumber lainnya.
Meledaknya kasus penyuapan terhadap Wahyu Setiawan komisioner KPK memunculkan sosok Harun Masiku yang diduga sebagai penyuapnya. Kasus bermula dengan tertangkapnya Wahyu Setiawan melalui operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu, 8 Januari 2020 oleh penyidik KPK.
"Namun saya tidak berbohong, tidak merekayasa dan tidak melakukan kesalahan untuk memberikan informasi yg tidak real time tentang perlintasan HM," kata Sompie.
“Soal pencarian Harun Masiku. Kapolri melalui kabareskrim kemarin mengatakan akan membantu. Setahu saya Brimob itu kalau mencari terduga teroris, baru terduga aja udah ditembak mati. Lah ini Harun Masiku sudah 3 minggu nggak ada yang tahu?” tutur Wawan.
Padahal, saat OTT dilancarkan, tim KPK sudah berada di sekitar PTIK. Namun, tim Satgas KPK diperiksa oleh polisi yang sedang bertugas di lokasi. Bahkan, tim KPK sempat menjalani tes urine. Akibatnya, Harun pun melenggang bebas hingga kini.
Ada dugaan Harun Masiku memiliki data penting di PDIP sehingga keberadaannya sulit dilacak dan disembunyikan pihak tertentu.
Hingga saat ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum berencana melakukan upaya paksa penggeledahan di Kantor DPP PDIP, terkait kasus suap pengurusan PAW PDI Perjuangan yang menyeret mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan.