Pemerintah Taiwan mengatakan bila terjadi perang antara negaranya dengan China, dampaknya akan jauh lebih parah dibandingkan perang Rusia-Ukraina yang saat ini berlangsung.
Presiden China Xi Jinping dilaporkan sudah menandatangani aturan baru yang mengatur "operasi militer" non-perang d luar negeri.
Kepala badan intelijen Amerika Serikat (AS) atau CIA Bill Burns mengklaim China saat ini tengah berhati-hati mempelajari langkah Rusia dalam menginvasi Ukraina.Hal tersebut dilakoni, karena China sedang berupaya untuk mengontrol langsung Taiwan.
Untuk meredam penyebaran virus corona, Pemimpin Taiwan Su Tseng-chang mengatakan tidak bakal mengikuti aturan Covid-19 yang diterapkan China.
Militer Taiwan merilis buku panduan soal pertahanan sipil untuk pertama kalinya, yang memberikan warganya panduan bertahan hidup dalam skenario perang. Buku pegangan itu dirilis saat invasi Rusia ke Ukraina memfokuskan perhatian pada bagaimana Taiwan harus merespons tekanan China.
Perang antara Rusia dengan Ukraina menyisahkan krisis ekonomi dan kemanusiaan yang mendalam. Karena itu, Taiwan menekankan pentingnya menghindari konflik, ketika menanggapi kemungkinan pecahnya perang dengan China.
Perdana Menteri China Li Keqiang pada Sabtu (5/3) berjanji untuk mendorong hubungan yang damai dan penyatuan kembali dengan negara Taiwan. Dengan syarat, pemerintahannya dengan tegas menentang setiap kegiatan separatis atau campur tangan asing.
Dua kapal induk Amerika Serikat (AS) berlayar memasuki perairan Laut China Selatan yang menjadi sengketa. Komandan senior AS menyebut aktivitas itu merupakan latihan untuk meyakinkan sekutu-sekutu dan menunjukkan tekad dalam `melawan pengaruh jahat`.
Amerika Serikat mengirimkan kapal selam terkuat angkatan laut mereka, USS Nevada, ke Guam pada akhir pekan lalu. Kunjungan kapal yang membawa 20 rudal balistik ini dilakukan di tengah peningkatan ketegangan di kawasan Indo-Pasifik.