Muhyiddin menyebut wajar bila pemimpin di negara manapun memiliki agama yang sama dengan yang dianut oleh mayoritas penduduknya.
"Kehadiran beliau juga memang bisa mendorong umat Islam Indonesia lebih bergairah dan bersemangat dalam nahi munkar [mencegah kemungkaran]," kata Muhyiddin.
"MUI dan ormas-ormas Islam di dalamnya tegas menolak RUU HIP dan juga RUU penggantinya," katanya.
“Ada kelompok yang meminta embargo Unilever, iya itu hak publik untuk menentukan dan MUI pun sepakat untuk melakukan itu. Bahwa apabila kita sudah melakukan klarifikasi dan warning (namun tetap saja), baru kita menentukan sikap (boikot produk Unilever),” katanya.
“Justru karena ketum noaktifnya wapres, kami dituntut untuk aktif dan kreatif menjaga nama besar MUI. MUI bukan juru bicara pemerintah, tapi juru bicara umat Islam. Kami membahasakan adalah penyambung lidah antara umat Islam dan Pemerintah Republik Indonesia,” katanya.
"kami akan rapat dan di dalam rapat itu harus ada orang yang kuat untuk melakukan masirah kubra, kalau dulu ada 212, kita skalanya nasional dari semua provinsi,” ujarnya.
“Apabila persuasi tidak membuahkan hasil, maka MUI memiliki opsi al masiroh kubro (demo besar),” katanya.
Muhyiddin menegaskan, bagi masyarakat yang masuk kategori orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pemantauan (PDP) dan positif COVID-19 itu diharamkan untuk melaksanakan ibadah di masjid atau musala. Hal tersebut karena dapat membahayakan orang lain.
"Sanksi tegas perlu ditujukan pada pihak yang dengan sengaja memanfaatkan momen berharga tersebut untuk mencari keuntungan bagi kelompok tertentu tanpa memikirkan dampak yang timbul akibat perbuatannya," ujar Muhyiddin.
“Tidak mungkin. Di sana juga tidak ada pesantren. Kalau ada yang bilang ada pesantren, apalagi jumlah santrinya ribuan, jangan-jangan mimpi dia,” katanya sembari tertawa menyindir seorang Ustaz di Indonesia.