"Banyaknya elite/kader parpol yang diduga terlibat dalam kasus korupsi belakangan ini membuat Parpol dan fraksi DPR terkesan ambigu, tak berdaya atau diam saja ketika ada upaya-upaya `membersihkan` @KPK_RI,"
Sehingga, Gde berkesimpulan bahwa era reformasi khususnya di pemerintahan Jokowi jauh lebih buruk dibanding pemerintahan era Soeharto.
Hasil survei Indikator Politik Indonesia yang menunjukkan ketidakpuasan generasi muda terhadap Presiden Joko Widodo sejatinya bisa dilihat sejak periode pertama menjabat.
"Aneh jika presiden kasih statement seperti ini. Sebaliknya, kunci lapangan kerja ada di pemerintah," kata Gde Siriana lewat akun twitternya.
"Setelah korban UU ITE sudah banyak, sekarang baru ngomong minta dikritik. Seperti hari-hari kemarin, kata-katanya tak sama dengan perbuatan," demikian cuitan Gde Siriana.
"Perjuangan #JohanBudiSP mantan jubir @KPK_RI melawan korupsi kok gak ada bekas-bekasnya di partai baru nya. Malah makin menggila korupsinya. Kalo masih konsisten perang lawan korupsi, mestinya cabut dari partai koruptor." ujarnya.
"Jika dikalikan nilai paket Bansos yang Rp 300 ribu, maka potensi kerugian negara lebih dari Rp 5 triliun. Nilai yang fantastis,” tegasnya.
"Di era Jokowi ini kita sebagai bangsa belajar bahwa dikotomi sipil-militer sudah tidak relevan," ujarnya.
"Yang penting #KorupsiBansosCorona sudah terbuka di publik. Tak penting lagi siapa yang bocorin ke media, siapa yang investigasi, siapa yang beritakan. Sekarang saatnya @KPK_RI mnangkap lagi semua yang terlibat,".
"Saya lihat penangkapan aktivis KAMI dan terbunuhnya 6 pemuda laskar FPI, menandai berakhirnya era Reformasi 98," ucap Gde Siriana.