Sejumlah pensiunan Jenderal TNI, politikus hingga aktivis akan menggugat UU Ibu Kota Negara (IKN) ke Mahkamah Konstitusi (MK) siang ini. Mereka menilai UU itu cacat formil hingga layak untuk dibatalkan MK.
"Misalnya, Jenderal Dudung yang bilang Tuhan bukan orang Arab, itu kan sudah personifikasikan Tuhan dengan makhluk," lanjutnya.
"Oleh karena itu juga sekaligus ingin membantah pernyataan Menko Polhukam di dalam pernyataan sendiri setelah pertemuan dengan presiden dan beliau di Istana itu bahwa apa yang disampaikan oleh TP3 adalah imajinasi atau khayalan"
"Karena itu, TP3 menuntut kasus ini dapat segera diselesaikan secara adil dan transparan sesuai dengan janji dan komitmen Presiden Jokowi," demikian pernyataan tertulis TP3.
"Jika saya seorang teroris maka adinda Ngabalin lebih teroris lagi. Sebab, mereka yang aktif di organisasi pemuda, pelajar, dan mahasiswa pasti tahu bahwa kader PII lebih galak dari kader HMI," kata Abdullah.
"Maka ketika kita mau ketemu ke sana (Istana) ada yang enggak setuju dan segala macam. Ya udah sehingga timbul, sudah kita ikut cara Musa diperintahkan datang ke Firaun. Kita datang secara baik," dalihnya.
Robikin pun mengkritik keras jika TP3 menganggap pertemuan dengan Jokowi bak bertemu dengan Firaun. Menurut Robikin, TP3 tak boleh menyamakan Presiden dengan Firaun.
"Saksi (mengatakan), ketika jenazah dimandikan, rata-rata ada dua peluru, sebelah kiri jantung, kemaluan dianiaya siksa, bagian belakang luka bekas, dan bagian depan luka bakar. Kalau Komnas HAM mengatakan di dalam mobil, bagaimana menganiaya di dalam mobil?" katanya.
Abdullah Hehamahua yang menjadi Ketua Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) Laskar FPI menceritakan proses pertemuan timnya dengan Presiden Joko Widodo di Istana. Dia mengatakan, pertemuan kedua pihak tersebut seperti Musa yang mau datang bertemu dengan Firaun.