Modus Dugaan Penyelewengan Anggaran dalam PT KAI (1)

Siapa Pemain Penikmat Proyek Kereta Bandara?

Sabtu, 26/12/2020 09:15 WIB
Kereta api bandara. (Foto: Railink)

Kereta api bandara. (Foto: Railink)

Jakarta, law-justice.co - LEBIH dari 2 tahun beroperasi, tidak banyak perkembangan dari pengelolaan kereta bandara. Masyarakat yang pernah merasakan untuk naik transportasi kereta bandara mempunyai respon beragam setelah menaiki Kereta Bandara Soekarno Hatta.

Dengan total investasi yang dikeluarkan sebesar Rp5 triliun, proyek kereta bandara ini ditargetkan mengambil alih 30 persen penumpang yang selama ini menuju bandara dengan mengendarai mobil.

Kereta api bandara Soekarno-Hatta dibuat oleh PT INKA dengan mesin buatan Swedia dan interior dari Cina. Dengan kecepatan 80 km/jam, kereta ini direncanakan mampu mengantarkan penumpang ke bandara dalam waktu 46 menit saja dari pusat kota Jakarta.Dengan desain terbaru, satu rangkaian kereta terdiri dari enam gerbong dengan kapasitas 272 penumpang per rangkaian. Rutenya Stasiun Sudirman Baru, Duri, Batu Ceper dan Bandara Soekarno Hatta.

Namun sayangnya, rute dan jalur yang digunakan dinilai bercampur dengan kereta commuter line rute kota Tangerang. Walhasil, sempat terjadi kekacauan di Stasiun Duri karena jalur yang biasanya dipakai untuk kereta jurusan Tangerang dijadikan jalur kereta bandara.

Padahal, berdasarkan suvey BPS, KRL jurusan Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang adalah jurusan kedua yang paling banyak digunakan setelah jurusan Bogor. Akibatnya ribuan penumpang kereta dari dan ke Tangerang harus mengular karena kekacauan di jalur.

BPK Temukan Pelanggaran Anggaran Proyek Kereta Bandara
Di akhir tahun 2020, PT KAI mendapatkan sorotan dari lembaga audit negara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Lembaga itu menorehkan catatan menarik soal tata kelola keuangan yang selama ini tercatat di BUMN perkeretapian tersebut. Mulai dari proyek kereta api bandara yang tidak sesuai spesifikasi hingga proyek LRT yang tidak kunjung kelar.

Dalam laporan hasil audit semester I tahun 2020, BPK mencatat beberapa persoalan yang berpotensi merugikan keuangan negara. Beberapa persoalan itu antara lain:

- PT KAI belum sepenuhnya memadai dalam melaksanakan proses perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan pembangunan jalur kereta api Bandar Udara Soekarno Hatta, seperti terdapat perubahan desain badan jalur kereta api yang signifikan tanpa melalui perencanaan oleh konsultan perencana.

- Perhitungan biaya penggunaan prasarana (track access charges/TAC) belum sepenuhnya mengacu kepada peraturan perundangan dan terdapat perbedaan penafsiran atas penggunaan gross ton kilo meter (GTKM) dalam perhitungan TAC. Akibatnya, perhitungan TAC yang dibebankan dalam perhitungan tarif tidak menunjukkan realisasi yang sebenarnya.

Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait proyek kereta bandara (Sumber: BPK).


BPK merekomendasikan Direksi PT KAI agar melakukan koordinasi dengan Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan selaku KPA untuk mengusulkan kepada Menteri Perhubungan atas ketentuan terkait dengan penggunaan cost driver secara baku atas pembebanan biaya penggunaan prasarana/TAC dalam perhitungan tarif realisasi dan apabila cost driver menggunakan GTKM maka dijelaskan penggunaan GTKM secara terperinci.

- Terdapat pemborosan keuangan PT KAI sebesar Rp65,56 miliar, kekurangan volume pekerjaan sebesar Rp9,40 miliar, dan permasalahan lainnya sebesar Rp9,67 miliar atau berjumlah Rp 84.638,66 miliar.

Menariknya, dalam persoalan proyek kereta bandara rute Manggarai-Soekarno Hatta menuai banyak masalah dalam perjalanannya. Mulai dari pembebasan lahan hingga tarik ulur pemberian subsidi dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kepada pengelola kereta bandara PT Railink dan PT KAI.

Alasannya, subsidi tidak diperlukan karena kereta bandara tidak bersifat mengurai kemacetan dan bersifat komersil. Bahkan terkesan kereta api bandara kontraproduktif.

Dan ternyata, hasil audit kereta bandara ini juga terjadi hal yang sama pada periode semester pertama tahun 2017. Dalam audit itu BPK merekomendasikan kepada manajemen PT KAI agar menyusun revisi dan mengajukan izin perubahan pemanfaatan dana PMN.

BPK juga meminta manajemen PT KAI memberikan sanksi kepada bagian perencanaan PT KAI yang kurang cermat dalam perencanaan pembangunan jalur kereta api Bandara Soekarno-Hatta serta melakukan pembinaan kepada PT KALOG dan PT KAPM karena tidak cermat dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. 

Selain itu, BPK meminta pertanggungjawaban atas pemborosan keuangan perusahaan yang terjadi serta memerintahkan pejabat pengadaan barang jasa melaksanakan pengadaan sesuai dengan petunjuk pelaksanaan pengadaan barang dan jasa.

Patgulipat Perencanaan KA Bandara
Sejak awal perencanaan kereta bandara ditemukan beberapa permasalahan antara lain, perencanaan pembangunan jalur kereta api Bandara Soekarno-Hatta kurang direncanakan secara cermat sehingga menimbulkan pemborosan keuangan perusahaan.

Lalu terdapat pekerjaan yang belum diperhitungkan dalam engineer estimate oleh Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri  Institusi Teknologi Bandung (LAPI-ITB) dan ada redesain atas pondasi jembatan, kemudian terkait adanya perbedaan kualifikasi personel dan tenaga ahli yang tercantum di kontrak dengan kualifikasi personel dan tenaga ahli yang direalisasikan oleh PT Virama Karya (Persero) selaku konsultan manajemen proyek jalur Kereta Api Jakarta Bandara Soekarno-Hatta.

Terkait perubahan rencana trase jalur kereta api Bandara Soekarno-Hatta sendiri terjadi karena adanya perbedaan antara perencanaan awal berupa kajian trase yang telah dilakukan oleh LAPI-ITB dengan usul Walikota Tangerang yang menyarankan rencana trase jalur kereta api agar berdampingan dengan rencana trase jalan tol JORR 2 agar pemanfaatan ruang dan pengadaan tanahnya optimal.

Hal ini menyebabkan perencanaan awal berupa kajian trase yang telah dilakukan oleh LAPI-ITB tidak dapat digunakan sebagai bahan untuk pekerjaan pembangunan jalur kereta api Bandara Soekarno-Hatta, karena kurang koordinasi antara bagian perencanaan PT KAI dan LAPI-ITB dengan Pemerintah Kota Tangerang terkait perizinan trase.


Pengecekan fisik kereta bandara (Sumber: Arief Mustofa/BPK).


Sedangkan pada Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I (IHPS I) Tahun 2020 yang dikeluarkan oleh BPK kembali ditemukan bahwa PT KAI belum sepenuhnya memadai dalam melaksanakan proses perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan pembangunan jalur kereta api Bandar Udara Soekarno Hatta, seperti terdapat perubahan desain badan jalur kereta api yang signifikan tanpa melalui perencanaan oleh konsultan perencana. Temuan ini ditengarai disebabkan oleh lemahnya Sistem Pengendalian Intern (SPI).

Atas berulangnya kejadian ini, Anggota Komisi Transportasi (Komisi V) DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Suryadi Jaya Purnama menekankan pentingnya SPI yang kuat dan perencanaan pembangunan Perkeretaapian selalu berpedoman kepada Undang-undang Nomor 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian terutama Pasal 8 ayat 1, yang menyatakan bahwa Rencana induk perkeretaapian nasional disusun dengan memperhatikan: a. rencana tata ruang wilayah nasional; dan b. rencana induk jaringan moda transportasi lainnya.

"Hal ini agar tidak terjadi lagi adanya salah kajian akibat tidak adanya koordinasi karena tidak memperhatikan rencana induk jaringan moda transportasi lainnya," kata Suryadi kepada Law-Justice, Selasa (22/12/2020) lalu.

"Selain itu, Fraksi PKS juga menekankan pentingnya verifikasi faktual terhadap seluruh jenis pengadaan pekerjaan konsultan maupun kontraktor agar pemenang pekerjaan merupakan orang-orang yang benar-benar ahli dan kompeten di bidangnya," imbuh Suryadi.

Sedangkan Anggota Komisi Bidang BUMN (Komisi VI) DPR RI Amin Ak mengatakan perlu ada tindak lanjut soal permasalahan dalam usaha BUMN perkeretapian tersebut. Menurut Amin, temuan ini harus ditindaklanjuti dengan audit investigasi atau audit dengan tujuan tertentu.

"Perlu tindaklanjut yang serius dari pemegang saham. Pemborosan memang beda dengan kecurangan. Kalau ada indikasi kecurangan biasanya ditindaklanjuti dengan audit investigasi atau audit dengan tujuan tertentu. Yang dilakukan BPK terhadap PT KAI insyaallah general audit," kata Amin yang juga bekas auditor BPKP ini.

Sementara itu, Ketua Komisi VI DPR RI Faisol Reza mengatakan akan mendalami persoalan ini dan akan meminta klarifikasi dari direksi PT KAI serta anak perusahaanya PT Railink terkait temuan BPK tersebut. Rencananya di masa sidang tahun 2021, komisinya akan mulai memanggil jajaran direksi PT KAI.

"Kami baru akan mendalami di masa sidang berikutnya dengan memanggil direksi PT KAI. Iya tentu akan kami panggil. Kita belum bisa kasih pandangan pada pokok masalahnya karena belum memanggil. Tapi kalau ada penyimpangan ya tentu kami akan meminta pertimbangan untuk dilakukan perubahan," katanya.

Proyek Bandara Merugi?
Sementara itu, pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menilai, wajar jika proyek KA Bandara pada akhirnya menjadi temuan oleh BPK. Dia menyebutkan, proyek tersebut memang mengalami perubahan dari desain awal yang seharusnya posisi pemberhentian berada di terminal 1, 2, dan 3 Bandara Soekarno-Hatta.

“Seharusnya KA bandara itu dari Manggarai masuk ke stasiun yang sekarang. Kemudian monorelnya yang ada di terminal 1-2-3 (bandara) itu tidak di luar tempatnya. Jadi sekarang tidak ada gunanya itu. Di seluruh dunia, orang naik skytrain itu sudah pegang boarding pass,” kata Agus kepada Law-Justice.

Agus menuturkan, sejak awal dia terlibat dalam diskusi-diskusi rencana pembangunan KA Bandara. Jika pemberhentian KA Bandara terletak di area luar, akan langsung bersaing dengan moda transportasi lainnya seperti Bus Damri dan taksi.

“Di seluruh dunia, yang namanya kereta bandara itu bisa check-in di stasiun kota di mana kita naik. Memang begitu, check-in dan bagasinya juga diatur. Memang begitu desain awalnya. Tapi kemudian berubah, dan saya tidak tahu siapa yang mengubahnya,” ucap dia.

Menurut dia, LAPI-ITB selaku pihak yang mengembangkan desain KA Bandara harus dimintai pertanggungjawaban terkait perubahan desain tersebut.


Kereta Bandara Soekarno Hatta (Foto: Ghivary Apriman/Law-Justice).


“Dulu dibilang desain terminal 2 terlalu mepet dengan Airport Apron (pelataran pesawat). Terminal 2 itu mau dimajukan. Itu yang meng-approve salah satunya direksi operasi atau teknik di Angkasa Pura II waktu itu,” imbuh Agus.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi yang dulu menjadi Direktur Utama Angkasa Pura II, tidak merespons saat dimintai keterangan oleh Law-Justice. Usaha untuk mengonfirmasi melalui Juru Bicara dan Humas Kementerian Perhubungan pun tidak mendapatkan respons.

Mengenai beberapa catatan merah BPK terhadap PT KAI, Law-Justice sudah mengonfirmasi hal ini kepada PT KAI. Sekretaris PT KAI Dadan Rudiansyah mengatakan pihaknya belum bisa menjawab semua pertanyaan yang diajukan karena butuh waktu untuk mempersiapkan data yang menjadi sorotan lembaga audit negara.

Awalnya Dadan menargetkan akan memberikan jawaban pekan lalu seiring mempersiapkan data. Namun hingga laporan ini diturunkan, permintaan konfirmasi dan pertanyaan belum terjawab. Dadan mengaku karena kesibukan urusan posko angkutan Natal dan Tahun Baru, pihaknya tidak sempat menyiapkan jawaban pertanyaan.

"Ini maaf yang belum bisa saya jawab saat ini. Karena saat ini kami belum punya data teknis yang dipertanyakan. Saya belum dapat datanya. Karena saya bicara harus dengan data," kata dia.

Menanggapi komentar Ketua Komisi VI DPR Faisol Reza, Dadan mengaku pihaknya siap mempertanggungjawabkan semua catatan merah dari BPK yang tertuju pada PT KAI. Jika dikemudian hari Komisi VI DPR memanggil PT KAI, pihaknya juga akan kooperatif untuk menjelaskan permasalahan yang ada.

"Kami mengikuti ketentuan yang berlaku. Kami hormati DPR apabila akan mengundang KAI, insyaallah kami hadir. Kami insyaallah menyelesaikan apa yang direkomendasikan BPK," ujarnya.

Sementara itu, Vice President Public Relations PT KAI Joni Martinus mengatakan, saat ini pihaknya belum bisa memberi jawaban terkait temuan BPK tersebut.

"Mohon maaf, belum ada," ujarnya singkat.

Pelayanan KA Bandara
Selama hampir dua tahu operasional KA Bandara, kritikan datang dari para penumpang yang lebih muda, karena konektivitas yang dianggap tidak sepenuhnya efektif dan efisien.

Berdasarkan jajak pendapat yang dilakukan Law-Justice, sebagian besar penumpang merasa nyaman dan cukup puas dengan tarif yang ditetapkan oleh PT Railink, pengelola KA Bandara. Namun sebagian besar responden dengan kelompok milenial yang berumur rentang 17-35 tahun mengkritisi konektivitas antar bandara dengan stasiun-stasiun yang ada di Jakarta.

Pasalnya, KA Bandara hanya tersedia di beberapa stasiun seperti di Stasiun Manggarai, BNI City, Stasiun Duri, dan Batu Ceper. Alhasil, mereka cenderung memilih untuk menggunakan moda transportasi lainnya seperti taksi online atau bus kota.


Kondisi ruang tunggu KA Bandara yang sepi selama pandemi (Foto:Ghivary Apriman/Law-Justice.co)

"Saya secara keseluruhan nyaman sih kalau naik kereta bandara ditambah tarif pas, cuma ya kadang konektifitasnya itu masih perlu diperbaiki makannya kadang saya cenderung lebih memilih akses lain untuk ke bandara," ujar Nadya salah satu penumpang kepada reporter Law justice, Rabu (23/12/2020).

Berbeda dengan kelompok muda, kelompok penumpang di atas usia 50 tahun cenderung tidak memiliki catatan kritis terhadap pelayanan KA Bandara. Menggunakan KA Bandara ke Soekarno-Hatta dianggap lebih praktis karena tarifnya yang bersahabat.

"Saya sering naik (kereta bandara soekarno hatta), ya lebih praktis dan nyaman aja dibanding pake yang lain," kata Ana salah satu penumpang dengan kelompok usia 50 tahun keatas kepada Law justice, Rabu (23/12/2020).

Sejak pandemi Covid-19 pada bulan Maret 2020 lalu, jumlah penumpang KA Bandara Soekarno-Hatta mengalami penurunan dengan jumlah yang sangat signifikan. Berdasarkan penelusuran, PT Railink selaku operator KA Bandara Soekarno-Hatta merilis jumlah penumpang pada periode 1-18 Maret 2020 dengan rata-rata 4.799 penumpang per hari.

Jumlah tersebut berkurang 95 persen saat pemerintah mengeluarkan kebijakan work from home (WFH), ditambah ditutupnya beberapa tempat rekreasi.

"Tanggal 30 Maret sampai dengan 4 April untuk 10 perjalanan, 209 penumpang per hari," kata Humas PT Railink Diah Suryandari melalui keterangan yang diterima beberapa waktu lalu.

Pandemi COVID-19 juga sempat membuat PT Railink mengeluarkan kebijakan untuk berhenti beroperasi sementara waktu, pada tanggal 12 April hingga 31 Mei 2020. Saat beroperasi kembali pada 1 Juli 2020 PT Railink mencatat peningkatan okupansi KA Bandara Soekarno-Hatta.

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama PT Railink Mukti Jauhari dalam pernyataan tertulisnya, beberapa waktu lalu menjelaskan total volume penumpang selama Juli 2020 yaitu 18,786 orang.

Okupansi Penumpang KA Bandara terus mengalami lonjakan penumpang, tepatnya pada akhir bulan Oktober. Pasalnya, saat itu pemerintah telah memberlakukan cuti bersama dan libur nasional memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW pada tanggal 28-30 Oktober 2020. Volume penumpang pada libur akhir bulan Oktober tersebut mengalami peningkatan hingga sebesar 17 persen.

“Peningkatan volume penumpang terjadi pada tanggal 26 Oktober - 1 November 2020 dengan persentase pertumbuhan sebesar 17 persen dengan total penumpang sebanyak 5.180 orang untuk KA Bandara Soekarno - Hatta. Sedangkan, untuk KA Bandara Medan sebesar 19 persen dengan jumlah penumpang sebanyak 1.559 orang,” ujar Mukti.


Audit BPK soal anggaran PT KAI (Sumber: BPK).


Saat dikonfirmasi lebih lanjut tentang layanan KA Bandara, PT Railink enggan memberikan keterangan yang cukup. Termasuk terkait temuan BPK yang melakukan audit bila proyek kereta bandara PT Railink tersebut tidak terlalu berkembang dan memiliki potensi kerugian negara dalam pembangunannya.

"Terima kasih untuk list pertanyaannya ya, namun saat ini kami belum bisa wawancara karena masih masa posko. Terima kasih atas pengertiannya," kata Humas PT Railink Diah Suryandari kepada Law-Justice, Jumat (25/12/2020).

Railink Kuasai Kereta Bandara
Kereta Bandara mulanya muncul untuk mendukung akses pelayanan akses bandara. Bermula dari pembangunan kereta bandara di Kualanamu, Sumatera Utara. Di sana, PT Railink mendapatkan proyek konsesi pengelolaan kereta bandara. Dinilai sukses, PT Railink mengembangkan sayapnya untuk membangun kereta bandara untuk mendukung akses Bandara Internasional Soekarno Hatta.

Proyek dengan panjang rute sekitar 30 kilometer itu awalnya dilakukan dengan metode lelang terbuka. Beberapa perusahaan BUMN seperti Jasa Marga dan Wijaya Karya diundang untuk ikut lelang proyek kereta bandara. Karena syarat utamanya, perusahaan yang ingin ikut tender tersebut harus mumpuni dalam pembangunan infrastruktur. Di tengah jalan, Jasa Marga mengumumkan tidak berminat dalam proyek tersebut karena ingin fokus dalam proyek dan pengelolaan jalan tol.

Hingga batas waktu akhir, tidak ada perusahaan yang memenuhi kualifikasi sehingga hanya PT Railink yang berhak memperoleh tender proyek tersebut.

PT Railink adalah perusahaan patungan antara PT KAI dan PT Angkasa Pura II. Di perusahaan itu, kepemilikan saham PT KAI mayoritas, yakni 60 persen. Sebanyak 40 persen saham dikuasai oleh Angkasa Pura II. PT Railink mendapatkan konsensi pengelolaan kereta bandara selama 30 tahun.

PT Railink juga telah menjalin kerja sama dengan PT Wijaya Karya dan PT Jasa Marga. Kerja sama dengan PT Jasa Marga untuk menggunakan lahan di samping jalan tol bandara Sedyatmo.


Kontribusi Laporan: Rio Alfin Pulungan, Ghivary Apriman, Januardi Husin

(Tim Liputan Investigasi\Yudi Rachman)

Share:




Berita Terkait

Komentar