Disebut Rugikan Negara Rp.17 Triliun, Asabri Bakal Seperti Jiwasraya?

Rabu, 23/12/2020 18:22 WIB
Asabri (Katadata)

Asabri (Katadata)

Jakarta, law-justice.co - Kejaksaan Agung menyebut beberapa calon tersangka kasus korupsi di PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Persero) alias Asabri sama dengan yang terlibat di kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Apakah Asabri bakal berakhir seperti Jiwasraya?

Dilansir dari Bisnis.com, Kasus dugaan korupsi PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Persero) rupanya terus bergulir. Kejaksaan Agung mengaku telah mengantongi sejumlah nama calon tersangka dalam perkara yang diperkirakan merugikan negara hingga Rp.17 triliun ini.

Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan dua dari beberapa calon tersangka bahkan juga terjerat dalam kasus korupsi di tubuh PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

"Saya enggak mau sebut nama [tersangkanya]. Nanti kita lihat saja perkembangannya," tuturnya, Selasa (22/12/2020).

Perkara ini sebenarnya sudah ditangani oleh Mabes Polri, tetapi hingga kini, penyidik dari Kepolisian belum menetapkan seorang pun tersangka.

Menteri BUMN Erick Thohir pun meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) mengambil alihnya. Alasannya, Kejagung dinilai sudah berhasil menangani perkara korupsi Jiwasraya, yang angka kerugian negaranya mencapai lebih dari Rp16 triliun.

Adapun kasus Asabri disebut menimbulkan kerugian hingga Rp17 triliun. Angka itu disampaikan Erick dalam pertemuan dengan Burhanuddin.

"Kami sudah mendapatkan hasil investigasi dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang diperkirakan kerugiannya sekitar Rp17 triliun. Lebih banyak sedikit dari Jiwasraya," ucap Burhanuddin.

Sayangnya, pernyataan Korps Adhyaksa itu belum dapat dibandingkan dengan kondisi keuangan teranyar Asabri, karena perseroan belum kunjung mempublikasikan laporan keuangan. Berdasarkan pantauan Bisnis pada Rabu (23/12) pukul 10.30 WIB, laporan keuangan yang terakhir dipublikasikan perusahaan asuransi itu di situs resminya adalah tahun buku 2017.

Audit Lapkeu

Menurut Direktur Keuangan Asabri Helmi Imam Satriyono, pihaknya telah melakukan proses audit laporan keuangan tahun buku 2019 sejak Juni 2020. Proses audit itu telah rampung pada Agustus 2020, tetapi sampai saat ini laporan itu belum kunjung dipublikasikan padahal lembaga jasa keuangan akan segera menutup tahun buku 2020.

"Memang belum [mempublikasikan laporan keuangan 2019], ditunggu saja," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (22/12).

Asabri tercatat terakhir kali menyampaikan kinerja keuangan dalam rapat Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Kamis (29/1). Saat itu, Direktur Utama (Dirut) Asabri yang masih dijabat Sonny Widjadja menjelaskan pada 2019, perseroan merugi Rp6,21 triliun, jauh berbalik dari tahun sebelumnya yang masih laba Rp852 miliar.

Pada 2019, Asabri mencatatkan perolehan premi Rp1,47 triliun atau naik 6,12 persen (year-on-year/yoy) dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yang senilai Rp1,38 triliun. Meskipun perolehan preminya meningkat, tanggung jawab pembayaran klaim Asabri turut mengalami kenaikan.

Dalam paparan tersebut, beban klaim 2019 tercatat sebesar Rp1,37 triliun atau meningkat 1,62 persen secara tahunan dari sebelumnya senilai Rp1,35 triliun. Kemudian, beban kenaikan manfaat polis masa depan per 2019 tercatat sebesar Rp1,33 triliun atau melonjak hingga 282,2 persen (yoy) dibandingkan dengan 2018 yang hanya Rp349 miliar.

Kondisi itu membuat Asabri mengalami rugi underwriting Rp1,23 triliun berdasarkan laporan keuangan 2019 yang belum diaudit. Perusahaan yang mengelola asuransi wajib bagi TNI, Polri, dan PNS Kementerian Pertahanan (Kemenhan) itu terjebak dalam negative underwriting yang tak kunjung terselesaikan.

"Asabri mulai mengalami negative underwriting sejak 1976. Negative underwriting terjadi dikarenakan penerimaan premi yang lebih kecil daripada beban klaim dan beban liabilitas manfaat polis masa depan [LMPMD]," ujar Sonny, Kamis (29/1).

Risk-Based Capital (RBC) Asabri pada 2019 tercatat –571,17 persen, jauh di bawah ketentuan minimal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang sebesar 120 persen. Pada tahun ini, RBC perseroan diperkirakan terus menurun hingga –643,49 persen, itu pun belum memperhitungkan adanya dampak pandemi Covid-19.

Laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan potensi kerugian Asabri muncul setelah perseroan mengalihkan investasinya dari deposito, baik ke penempatan saham secara langsung maupun ke reksa dana, sejak 2013 dengan nilai mencapai Rp16 triliun.

Pada 2017, penempatan dana Asabri di portofolio saham mencapai Rp5,34 triliun dan reksa dana Rp3,35 triliun. Sementara itu, investasi deposito hanya tersisa Rp2,02 triliun.

Asabri juga diduga membeli saham gorengan dengan nilai Rp802 miliar. Akibatnya, pada 2018 dan 2019, perusahaan tersebut mencatatkan potensi kerugian yang cukup dalam.

Sebelum hal itu terjadi, pada 31 Oktober 2017, Heru Hidayat yang turut terlibat dalam kasus korupsi Jiwasraya, menemui Sonny yang saat itu menjadi Dirut Asabri. Tujuannya, menawarkan solusi atas investasi bermasalah yang terjadi.

Heru bahkan mengklaim telah membereskan masalah serupa di Jiwasraya. Padahal, investasi Jiwasraya di tangan Heru justru mengalami penurunan nilai cukup besar dan tidak likuid.

Ada pula dugaan keterlibatan Benny Tjokrosaputro, Direktur Utama PT Hanson International Tbk. yang juga telah divonis bersalah dalam kasus Jiwasraya. Bentjok, panggilan akrabnya disebut-sebut membujuk direksi Asabri agar menempatkan dana asuransi yang dihimpun para prajurit di saham-saham perusahaannya hingga Rp3,5 triliun sejak 2012.

Beralihnya perkara Asabri ke Kejagung menyusul berbagai perombakan yang dilakukan Kementerian BUMN di tubuh perusahaan asuransi pelat merah itu. Pada Agustus 2020, Erick menunjuk R. Wahyu Suparyono sebagai Dirut Asabri menggantikan Sonny.

Ketika itu, pergantian dilakukan dengan alasan penyegaran dan adanya masukan dari Kemenhan. Sonny memimpin Asabri selama 4 tahun lebih, tepatnya sejak 29 Maret 2016.

Sebulan kemudian, giliran jajaran komisaris yang diubah. Dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada Selasa (15/9), Erick memberhentikan Harry Susetyo Nugroho dan Achmad Syukrani, serta mengangkat Ida Bagus Purwalaksana sebagai Wakil Komisaris Utama (Wakomut) dan I Nengah Putra Winata sebagai Komisaris Independen.

Sebelumnya, pada Juli 2020, Erick telah lebih dulu menempatkan Fary Djemy Francis sebagai Komisaris Utama (Komut) Asabri.

"Adanya pergantian Anggota Dewan Komisaris ini akan memperkuat tata kelola dan komitmen Asabri sebagai pengelola asuransi sosial bagi TNI, Polri, dan ASN Kementerian Pertahanan/Polri untuk terus meningkatkan layanan dan memastikan pembayaran manfaat kepada para peserta terlaksana secara berkualitas," ujar Wahyu dalam keterangan resmi, Rabu (16/9).

Laporan BPK

Dalam laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I/2020 (IHPS) BPK, ada beberapa hal yang disampaikan oleh BPK terkait Asabri. Pertama, Menteri Keuangan bersama Menteri BUMN selaku pemegang saham agar mengukur kewajiban pemerintah sebagai pengendali Asabri yang timbul sebagai pelaksanaan Pasal 15 Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.

Lalu, kewajiban pemerintah terkait kondisi terkini Asabri belum diukur dan diestimasi. Akibatnya, kewajiban pemerintah sebagai pemegang saham pengendali Asabri pada 2019 belum akurat.

Kemudian, pemerintah selaku pihak pengendali Asabri belum menghitung kewajiban terkait dengan kondisi keuangan Asabri. Terakhir, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan berkoordinasi dengan Kementerian BUMN dan Asabri untuk monitoring penyelesaian laporan keuangan.

Selain perubahan direksi dan komisaris, masih belum ada penjelasan detail mengenai rencana bisnis Asabri. Pada awal 2020, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo sempat mengungkapkan kemungkinan penyelesaian kasus Asabri berbeda dengan penyelamatan Jiwasraya.

Pasalnya, Asabri adalah asuransi sosial sehingga berbeda dengan Jiwasraya yang merupakan perusahaan asuransi umum.

Yang jelas, Purwalaksana pernah menyampaikan bahwa jajaran komisaris mendapatkan mandat dari Kementerian BUMN dan Kemenhan untuk melakukan pengawasan ketat terhadap Asabri.

"Strategi kami fokus di pengawasan internal, jauh berubah, [Kementerian BUMN dan Kementerian Pertahanan memberikan amanat] membenahi manajemen dulu," ujarnya kepada Bisnis, Jumat (16/10/2020).

Purwalaksana menegaskan pemerintah menitikberatkan pentingnya pengelolaan dana asuransi dan pensiun para prajurit dengan baik dan prudent.

"Itu ada uangnya prajurit yang diputar di sana dan kami diamanatkan untuk lebih baik lagi dari sebelumnya dalam menjaga amanat uang anggota itu," sambungnya.

Purwalaksana pun menjelaskan bahwa perseroan akan melaksanakan amanat pemerintah, di antaranya yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan atas PP 102/2015 tentang Asuransi Sosial Prajurit TNI, Anggota Polri, dan PNS di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Kepolisian RI. Aturan itu memuat sejumlah perubahan manfaat yang diperoleh para prajurit.

Di pengujung aturan, terdapat kewajiban pemindahan sejumlah program ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan paling lambat pada 2029.

Dengan beralihnya pemeriksaan perkara Asabri ini ke Kejagung, apakah nantinya akhir kasus ini akan sama dengan Jiwasraya?

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar