Inilah Bukti Diduga JPU Salah Dakwaan Kepada Syahganda Nainggolan

Selasa, 22/12/2020 12:02 WIB
Sidang Tokoh KAMI Syahganda Nainggolan, Depok, Jawa barat (Fotografer: Romi/Law-Justice)

Sidang Tokoh KAMI Syahganda Nainggolan, Depok, Jawa barat (Fotografer: Romi/Law-Justice)

Depok, Jawa Barat, law-justice.co - Petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Syahganda Nainggolan, mengajukan eksepsi, usai mendapat dakwaan pasal penyebaran kabar bohong menyebabkan keonaran.

Eksepsi tersbut disampaikan Koordinator Kuasa Hukum Syahganda Nainggolan, Abdullah Alkatiri, dalam sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Depok, Senin (21/12/2020)

Anggota Tim Litigasi Gerakan Pro-Demokrasi Indonesia Andrianto melalui siaran pers mengungkapkan, sudah seharusnya Syahganda bebas dari pelanggaran ujaran kebencian berdasarkan SARA." Jika dilihat dari dakwaanya, JPU menghilangkan pasal 28 ayat 2 UU ITE terkait ujaran kebencian berdasarkan SARA (haatzaai artikelen)," jelas dia Selasa (22/12/2020).

Andrianto juga menambahkan, substansi dari pasal tersebut merupakan warisan Kolonial Belanda untuk membungkam pejuang kemerdekaan." Pasal itu kemudian digunakan lagi oleh pemerintah saat ini," katanya.

"Dari dakwaan itu artinya JPU telah mencoret atau menghilangkan `sangkaan` Penyidik Kepolisian yang selama ini digembar-gemborkan bahwa seolah-olah beberapa cuitan di akun twitter Syahganda Nainggolan melanggar pasal UU ITE tentang ujaran kebencian dan SARA yang menjadi penyebab kerusuhan Demo Buruh pada awal Oktober lalu," lanjut Andrianto.

JPU, menurut Andrianto juga tak tepat menggunakan pasal `Keonaran`."JPU dalam dakwaannya menggunakan pasal *keonaran* dari UU No. 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yaitu pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 serta Pasal 15. Dalam sejarahnya, UU yang dibuat saat Revolusi Kemerdekaan dan ditandatangani di Ibukota RI di Yogyakarta itu memang untuk mencegah beredarnya berita-berita bohong di kalangan rakyat demi menjaga kokohnya Kemerdekaan Indonesia dari rongrongan Kolonial Belanda dan antek-anteknya yang membonceng tentara NICA demi ingin kembali menjajah Indonesia. Lebih jauh lagi, pasal keonaran ini juga memang peninggalan Pemerintah Kolonial Belanda bahkan sebagian diadopsi dari rumusan Verdodening Militair Gezag yang diberlakukan pada tanggal 21 Mei 1940," jelas dia.

Andrianto mengungkapkan Tim Kuasa Hukum tengah berjuang membela Syahganda." Saat ini baik terdakwa maupun Tim Penasehat Hukumnya yang dipimpin Abdullah Alkatiri sedang berjuang meyakinkan Majelis Hakim melalui Eksepsi yang akan dibacakan pada sidang berikutnya tanggal 4 Januari 2020 bahwa dakwaan tersebut adalah salah dan karenanya Syahganda Nainggolan harus dibebaskan dari segala dakwaan," bebernya.

Andrianto menganggap, kesalahan dakwaan terhadap Syahganda Nainggolan tidaklah tepat." Kami berharap bisa kembali memulihkan nama baik Syahganda nainggolan dari citra buruk pelanggaran ujaran kebencian dan SARA yang disangkakan oleh penyidik Kepolisian RI," tutupnya.

 

Di bawah ini adalah dakwaan JPU terhadap Syahganda Naninggolan:

Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 UU NO 1/1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana.

(1) “Barang siapa dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.

(2) Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.”

Pasal 15 UU NO 1/1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana.

“Barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun.

 

 

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar