Ini Cara-cara agar Luput dari Kasus Hate Speech saat Sampaikan Kritik

Rabu, 16/12/2020 00:01 WIB
ilustrasi ujaran kebencian ( foto: lampungpost.id)

ilustrasi ujaran kebencian ( foto: lampungpost.id)

Jakarta, law-justice.co - Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)  terus diperdebatkan oleh publik hingga saat ini. Pasalnya, UU ini membuat orang yang kritis dapat berakhir di penjara.

Dengan begitu, orang-orang yang sebelumnya vokal dan kritis menjadi takut untuk menyampaikan aspirasinya. Sebab, jika ditemukan hal-hal yang merugikan nama orang lain dalam menyampaikan kritikannya, maka dia bisa dipenjara.

Akhir-akhir ini, yang menajdi korban dari UU ini adalah kelompok yang begitu getol mengkritisi kebijakan pemerintah. Mereka disebut sebagai pihak yang menebar kebencian dan fitnah.

Mereka pun ditangkap berdasarkan Surat Edaran Kapolri bernomor SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian (Hate Speech). Aturan yang diacu pada Surat Edaran tersebut adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronika, dan UU No 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

Adapun ujaran kebencian itu adalah dalam bentuk penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut dan penyebaran berita bohong. Sementara aspek yang dipakai adalah: suku, agama, aliran keagamaan, kepercayaan, ras, antar golongan, warna kulit, etnis, gender, kaum difabel dan orientasi seksual. Media yang dipakai untuk mengujarkan kebencian berupa: orasi kampanye, spanduk, media sosial, demonstrasi, ceramah keagamaan, media massa (cetak & elektronik) dan pamflet.

Dalam Surat Edaran Kapolri, jenis-jenis ujaran kebencian dijelaskan dalam bentuk yang sangat luas, berikut ancaman hukumannya sesuai aturan hukum. Namun semua aturan itu bukanlah aturan baru, karena bersumber dari aturan yang telah ada.

Jika seseorang menyatakan permusuhan di depan umum, terancam hukuman 4 tahun penjara (Pasal 156 KUHP). Cacian yang disebarkan lewat tulisan, ancaman penjaranya paling lama 2,5 tahun (Pasal 157 KUHP). Sedangkan pencemaran nama baik, penjara paling lama 9 bulan (Pasal 310 KUHP).

Bagi penyebar fitnah, bisa dihukum penjara 4 tahun (Pasal 311 KUHP), dan pencabutan hak-hak berdasarkan pasal 35 KUHP nomer 1-3. Hak dimaksud adalah hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu, hak memasuki Angkatan Bersenjata, dan hak memilih dan dipilih dalam pemilihan umum.

Adapun penyebaran berita bohong, dapat dipenjara maksimal 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar (Pasal 28, Pasal 45 ayat (2) UU ITE No 11/2008). Bagian yang paling dekat dengan istilah "ujaran kebencian" adalah jika dengan sengaja menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain, berdasarkan diskriminasi ras dan etnis. Ancaman hukumannya, penjara maksimal 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp500 juta (Pasal 16 UU No 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis).

Akhir akhir ini media yang paling banyak digunakan untuk penyebaran ujaran kebencian adalah melalui media sosial. Hal ini sangat masuk akal karena akhir akhir ini media sosial berkembang dengan pesat. Dapat dilihat dari makin banyaknya media sosial yang bisa dipergunakan secara gratis, media sosial adalah sebuah media online dengan para penggunanya “user” bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring social, wiki, forum, dan dunia virtual.

Namun, melansir dari berbagai sumber untuk menghindari kemungkinan terjerat kasus hukum terkait ujaran kebencian dalam penggunaan media sosial, diperlukan langkah-langkah pencegahan antara lain:

Pertama, dipikirkan dengan matang, yang terpenting adalah ketika kita akan memposting sesuatu di media sosial, pikirkan dampak yang mungkin akan terjadi ketika postingan itu dimuat, baik itu posting berupa kalimat, foto, maupun video. Jadi sangat penting untuk selalu menjaga sikap, dan selalu berpikir dahulu mengenai dampak apa yang akan ditimbulkan oleh postingan ataupun komentar yang kita buat di sosial media, demi terhindarnya kita dari jerat undang undang, dan hukum yang berlaku di Indonesia baik itu mengenai Hate Speech ataupun UU ITE.

Kedua, belajar menahan diri. Untuk menghindari terjerat hukum, sebagai orang yang berkomentar lebih baik kita meningkatkan kesabaran karena ketika kita membaca posting ataupun melihat sebuah konten penyebar kebencian, kita bisa saja terprovokasi, sehingga balik ikut menyerang si pemosting konten kebencian tersebut, dengan kata kata yang juga menebar kebencian, bahkan caci maki, akibatnya kita juga bersalah dan juga dapat dijerat oleh hukum, bahkan mungkin hanya kita yang terjerat dikarenakan si penebar kebencian tersebut menggunakan akun anonymous sehingga tidak dapat terlacak.

Ketiga, hindari SARA. Hindari berpendapat, mengkritik, bahkan menebar kebencian mengenai suku, ras, agama, dan antar golongan (SARA), hal ini dikarenakan pengguna sosial media pastilah terdiri dari bermacam macam agama, suku, dan ras, sehingga apabila kita membuat sebuah pendapat yang menyinggung salah satu hal tersebut, maka akan dapat menimbulkan keributan, yang panjang, yang pada akhirnya di penebar kebencian dapat dilaporkan di jerat dengan hukuman

Keempat, buat akun anonymous yaitu akun yang tidak jelas siapa pemilik dari akun tersebut, cara ini dianggap paling aman ketika kita ingin menyuarakan pendapat maupun kritik di sosial media, namun pendapat dan kritik yang kita sampaikan dengan akun anonymous, harus tetap dengan data yang valid, agar tidak dianggap sebagai berita tidak benar atau hoax atau berita bohong, karena pada dasarnya akun anonymous sekalipun dapat dilacak siapa pengguna dari akun tersebut.

Kelima, lengkapi data. Ketika kita mengritik seseorang lengkapilah kritik atau pendapat kita tersebut dengan data data yang valid, dengan referensi maupun fakta yang ada, sehingga kita tidak dituduh mencemarkan nama baik orang yang kita kritisi, dengan begitu tidak ada alasan kita untuk di tuduh mencemarkan nama baik seseorang.

Keenam, gunakan bahasa yang baik, yaitu , tata bahasa yang tidak mencerminkan kebencian, ataupun mengarah pada kebencian, gunakanlah bahasa yang santun, namun tegas kepada masalah tanpa adanya cacian maupun makian yang dapat menimbulkan pertentangan maupun perdebatan yang berkepanjangan, mengingat sosial media merupakan media yang bisa di pergunakan siapa saja, dan pasti pendapat yang kita sampaikan akan menimbulkan pro dan kontra pada pengguna lainnya, dan apabila terjadi perdebatan, tetaplah pada topik yang sedang dibahas, jangan melebar pada topik yang lain, hal tersebut untuk mengurangi permasalahan yang semakin luas, dan apabila ada yang keluar dari topik lebih baik kita diamkan saja.

Ketujuh, berusaha netral. Berusahalah untuk bersikap netral, karena apabila kita terjebak dalam suatu kondisi debat di sosial media akan lebih baik untuk berusaha mencari solusi, bukan berusaha untuk balik menyerang, untuk menghindari provokasi, namun apabila posting yang disampaikan merupakan kesalahan, cobalah untuk menyerang balik menggunakan data dan fakta, sehingga si pembuat posting merasa kalau dia benar-benar salah, hindari menggunakan pendapat pribadi, gunakan sumber sumber yang valid, untuk menentang pendapat dari si pembuat posting.

 

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar