Ombudsman Didesak Periksa Pengadaan Vaksin Sinovac

Sabtu, 12/12/2020 20:23 WIB
Gedung Ombudsman RI. (Foto: Tempo).

Gedung Ombudsman RI. (Foto: Tempo).

Jakarta, law-justice.co - Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, mendesak Ombudman Republik Indonesia untuk turun tangan menyelidiki masalah vaksin menyusul beredarnya kabar belum ada jaminan efektifitas penggunaan vaksin Sinovac untuk menanggulangi COVID-19

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini meminta Ombudsman memeriksa apakah prosedur impor vaksin Sinovac yang baru tiba di tanah air ini sesuai dengan sistem administrasi pengadaan barang pemerintah dengan dana APBN.

Dia menegaskan setiap impor atau pengadaan barang pemerintah harus mempertimbangkan proses administrasi terkait persyaratan spesifikasi barang yang akan diadakan. Kemudian setelah barang tersebut diterima harus dilakukan pemeriksaan kesesuaian spesifikasi barang yang diinginkan, khususnya dari aspek kualitas.

"Ombudsman berwenang memastikan proses administrasi ini. Jangan sampai Pemerintah mengadakan barang yang tidak jelas kualitasnya atau mengimpor barang yang tidak boleh diedarkan," kata Mulyanto dalam keterangan tertulis yang diterima law-justice.co, Ahad (12/12/2020).

Anggota Badan Legislasi DPR ini menambahkan, Ombudsman harus ketat mengawasi pembelian vaksin asal Cina ini. Sebab hasil riset uji klinis fase III vaksin ini belum rampung dan belum keluar hasilnya. Dengan demikian efektivitas dan keamanan vaksin ini belum diketahui.

"Apalagi tidak ada izin edar dari BPOM untuk vaksin tersebut. Termasuk juga sertifikat halalnya. Ini seperti membeli kucing dalam karung. Tentu ini sangat mengkhawatirkan.Ujung-ujungnya yang akan dirugikan adalah masyarakat," kata Wakil Ketua Fraksi PKS DPR Bidang Industri dan Pembangunan ini.

Mulyanto menjelaskan, sesuai amanat Pasal 1 UU Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia, Ombudsman mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara Negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Miliki Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan Badan Hukum milik Negara (BHMN) serta Badan Swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja Negara dan/atau anggran pendapatan dan belanja daerah.

"PKS mendesak Ombudsman Republik Indonesia melaksanakan pengawasan dan pemeriksaan atas pengadaan vaksin impor Sinovac ini," tandasnya.

Untuk diketahui, pada pengiriman tahap pertama sebanyak 1,2 juta dosis vaksin COVID-19 dari Cina telah tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten pada Ahad malam (6/12) lalu. Berikutnya, akan menyusul lagi 15 juta dosis bahan baku vaksin pada tahap berikutnya.

Semua vaksin langsung dikirim ke gudang PT Bio Farma (Persero) di Bandung, Jawa Barat dengan pengawalan dari TNI-Polri. Vaksin dikemas dalam 33 paket dengan berat bruto 9.229 kilogram, sesuai dengan kode impor AWB PEK99463221. Jumlah vaksin yang diimpor, menurut dokumen yang dirilis, adalah 1,2 juta vial 1 dosis vaksin dan 568 vial 1 dosis vaksin untuk contoh pengujian.

Vaksin tersebut diimpor dari Sinovac Life Science Corporate Ltd, Cina, dalam bentuk vero cell dengan nama penerima PT Bio Farma (Persero). Direktorat Jenderal Bea Cukai telah melakukan dukungan keseluruhan untuk pelayanan impor vaksin sesuai PMK 188.

(Muhammad Rio Alfin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar