AIS Kominfo, Biang Keladi Bungkamnya Suara Kritis Untuk Pemerintah

Selasa, 01/12/2020 16:08 WIB
AIS Kominfo (Detik)

AIS Kominfo (Detik)

Jakarta, law-justice.co - Belakangan ini terjawab biang keladi banyak di blokirnya akun yang kritis terhadap pemerintah alih-alih memblokir situs Judi dan Pornografi.

Menurut sumber law-Justice.co tumbangnya akun-akun yang kritis terhadap pemerintah termasuk terkait kegiatan Rizieq Syhihab saat di Mekah juga dikarenakan AIS . "Terjawab sudah, tumbangnya banyak akun yang terkait dengan nama Beliau dari Makkah, adalah kerjaan Kominfo. Penjelasannya sangat detail," ujarnya

Ia sebelumnya curiga hilangnya konten anti pemerintah ini dilakukan Facebook. "Saya sebelumnya curiga ini kerjaannya Back End nya Facebook. Ternyata dimulai dari penyisiran mesin AIS (crawling) milik Kominfo, setelah didata baru diteruskan ke pihak terkait," ungkap dia.

Sumber Law-Justice.co juga menguji konten dengan nama Habib Rizieq dengan menulis lengkap namanya, namun hasil postingan hanya berstatus Only Me atau hanya bisa di baca oleh yang posting. "Sebelumnya saya sudah uji, apakah penyisiran ini dilakukan oleh Facebook, ternyata tidak. Test saya lakukan dengan membuat postingan dengan menulis nama Beliau secara lengkap, tapi postingan saya buat restricted alias Only Me. Dan sudah 2 minggu, postingan tersebut aman. Dari sini saya menyimpulkan, jika dilakukan oleh Facebook, tentu postingan yang sifatnya Only Me akan keangkut juga, karena tentu mesin Facebook langsung ke server Facebook, tapi nyatanya aman. Artinya penyaringan dilakukan oleh pihak luar Facebook, dalam hal ini Kominfo," jelas dia.

Ia juga menyayangkan sikap pemerintah yang membatasi kebebasan bersuara di Indonesia."Dan hebatnya demi membatasi kebebasan bersuara di negeri ini, Kominfo mengagendakan pengadaan mesin yang spektakuler dengan anggaran 1 Triliun. Alasannya demi menyaring judi online, kalo itu bagus. Tapi efek lain dari mesin tersebut adalah informasi yang kritis ke pemerintah ikutan kena," katanya.

Sebelumnya, dilansir dari Grid.id, Kementerian Komunikasi dan Informatika berencana memasang mesin untuk memblokir situs dan konten negatif, termasuk perjudian seharga Rp.1 Triliun.

"Kami ajukan anggaran untuk tahun depan, mesin yang lebih kuat untuk menangani," kata Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Semuel Pangerapan, saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi I DPR RI tentang Langkah Strategis Penanganan COVID-19 dalam Aspek Informasi dan ICT.

Kominfo saat ini baru memiliki mesin crawling, pengais, untuk mencari konten-konten negatif. Menurut Semuel, mesin ini efektif untuk mengatasi konten pornogorafi.

"Kami ingin (konten) judi juga seperti ini penanganannya," kata Semuel.

Semuel menegaskan selama ini pemerintah tidak pernah memblokir situs, tetapi memiliki wewenang meminta operator untuk memblokir situs yang melanggar aturan.

Saat ini, dalam urusan blokir konten, pemerintah melakukan penelusuran di dunia maya dengan mesin crawling tentang konten negatif. Jika ditemukan, pemerintah meminta operator seluler untuk memblokir konten dan situs tersebut.

Dengan mesin blokir itu, pemerintah bisa memblokir situs, bukan lagi oleh operator seluler. Kominfo berencana mengusulkan Rp1 triliun untuk mesin tersebut dalam anggaran tahun depan.

Informasi terbaru, kementerian sudah memblokir 1,3 juta situs negatif, 220.000 di antaranya merupakan situs judi daring. Sementara konten negatif di media sosial yang sudah diturunkan berjumlah sekitar 730.000 konten.

Kementerian menemukan konten negatif berdasarkan penelusuran dengan mesin crawling atau aduan dari masyarakat melalui kanal-kanal resmi dari Kominfo, antara lain media sosial dan e-mail untuk aduan konten.

Temuan-temuan tersebut kemudian akan divalidasi, kemudian kementerian akan meminta operator seluler untuk menutup akses ke situs bermasalah itu.

Masyarakat bisa menghubungi Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo jika menemukan konten negatif, melalui akun Twitter @aduankonten, situs aduankonten.id atau e-mail [email protected].

Konten yang tergolong ilegal menurut aturan yang berlaku di Indonesia adalah yang mengandung pornografi (termasuk pornografi anak), perjudian, pemerasan, penipuan dan kekerasan (termasuk kekerasan anak).

Selain itu, terdapat juga fitnah atau pencemaran nama baik, pelanggaran kekayaan intelektual, produk dengan aturan khusus, provokasi SARA, berita bohong, terorisme atau radikalisme, serta informasi dokumen elektronik lainnya yang melanggar undang-undang.


Dari situs resmi Kominfo.go.id di jelaskan cara kerja AIS. Mesin Pengais Konten Negatif (AIS) adalah mesin crawling otomatis yang terletak di ruang Cyber Drone 9 Lantai 8 Gedung Kominfo. Mesin yang sudah dioperasikan sejak tanggal 3 Januari 2018 ini dioperasikan oleh tim yang terdiri dari 106 orang yang bekerja maksimal 24 jam non stop dengan sistem 3 shift.

“Ruangan Cyber Drone 9 ini terdiri dari dua ruang utama, Security Operation Center (SOC Room) dan War Room. SOC Room adalah dapur dari segala aktivitas pemantauan dan pengendalian terhadap konten negatif,” jelas Kasi Pemblokiran Konten Internet Ditjen Aptika Taruli saat wawancara dengan tim Tok Tok Kominfo di ruang Cyber Drone 9, Senin (18/02/2019).

Menurut Taruli sistem kerja tim AIS ini ada dua mekanisme. Cara pertama tim akan berpatroli secara rutin 24 jam sehari untuk mengawasi dan mencari konten-konten negatif yang ada di internet. Cara kedua melakukan penindakan berdasarkan laporan-laporan yang datang dari masyarakat melalui berbagai kanal seperti aduankonten.id.

“Untuk masyarakat jangan takut untuk melaporkan konten negatif ke kami karena identitas dari para pelapor akan dijaga kerahasiaannya. Identitas dibutuhkan hanya untuk kepentingan riset dari daerah mana saja laporan tersebut banyak terjadi, kami jamin tidak ada kepentingan politis, intervensi dari pihak manapun dan lainnya,” tegas Taruli.

Konten negatif yang di-crawling dibedakan menjadi dua, yaitu konten negatif di media sosial dan konten negatif di situs. Hingga saat ini sudah hampir 550.000 konten negatif dari media sosial yang diblokir, sedangkan konten negatif yang berbentuk situs sudah mencapai satu juta situs.

Perbedaan mesin AIS dengan pendahulunya Trus+ adalah soal kecepatan waktu dan peningkatan volume secara signifikan. Jika dahulu kerja secara manual hasilnya tidak signifikan, dengan mesin AIS ini kecepatan waktu dan hasil yang diperoleh bisa maksimal mengingat kecepatan penyebaran konten internet sangat tidak terbendung.

Hal penting yang juga harus diketahui adalah bahwa sebelum keberadaan sebuah situs atau konten di internet bisa dilenyapkan, ada proses berlapis yang dilakukan. Proses berlapis ini melibatkan mesin dan manusia.

Proses pertama dilakukan oleh mesin dengan memasukkan kata kunci pencarian. Mesin pemburu bisa menarik jutaan konten sesuai kata kunci dalam sekali kerja. Situs dan konten media sosial yang ditemukan ini lalu akan dilempar ke mesin pendamping yang mengurutkan hasil pencarian berdasarkan dampak, semakin viral atau populer suatu situs dan konten media sosial semakin tinggi ia dinilai berbahaya oleh mesin itu.

Proses kedua adalah sensor manusia. Setelah dampak dihitung selanjutnya mesin akan menangkap layar situs dan media sosial yang didapat mesin. Hasil tangkapan layar itu akan dikirim ke tim verifikator yang sepenuhnya terdiri oleh manusia, dalam hal ini anggota tim AIS. Tim verifikator akan jadi gerbang terakhir yang menentukan apakah situs atau media sosial tersebut pantas untuk disensor oleh pemerintah.

“Kami juga tidak bekerja sendiri, kami bekerjasama dengan berbagai instansi dan lembaga lainnya dalam menghalau konten negatif yang ada di internet, tergantung subtansinya. Jika ada konten negatif terkait Pemilu kita kerjasama dengan Bawaslu, jika tekait kesehatan dengan BPPOM, jika terkait radikalisme dengan BNPT, ada memorandum of action dengan instansi-instansi tersebut,” ungkap Taruli.

 

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar