Bisakah Penolak Vaksinasi COVID-19 Dipidana? Ini Penjelasan Hukumnya

Minggu, 29/11/2020 13:22 WIB
Vaksin Covid-19 Belum Uji KLinis. (Istimewa).

Vaksin Covid-19 Belum Uji KLinis. (Istimewa).

Jakarta, law-justice.co - Hingga saat ini, proses riset dan pembuatan vaksin Covid-19 masih berlangsung dibeberapa negara, termasuk Indonesia.

Terkait hal ini, muncullah perdebatan dikalangan masyarakat soal apakah vaksin ini berbahaya atau tidak.

Sebagian masyarakat ada yang menolak divaksin COVID-19. Salah satu alasannya karena vaksin tersebut masih baru dan saya khawatir vaksin tersebut justru membahayakan si penerima itu sendiri.

Lalu, benarkah kita bisa dipidana bila menolak divaksin COVID-19?

Berikut penjelasan dari mata hukum seperti melansir hukumonline.com:

Vaksinasi COVID-19

Sebelumnya perlu Anda pahami dulu arti vaksin menurut Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi (“Permenkes 12/2017”) yang berbunyi:

"Produk biologi yang berisi antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati atau masih hidup yang dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, atau berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid atau protein rekombinan, yang ditambahkan dengan zat lainnya, yang bila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu."

Sedangkan vaksinasi berdasarkan Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pelayanan dan Penerbitan Sertifikat Vaksinasi Internasional (“Permenkes 23/2018”) berarti:

"Pemberian vaksin yang khusus diberikan dalam rangka menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan dan tidak menjadi sumber penularan."

Lebih lanjut mengenai vaksinasi COVID-19 diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 99 tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) (“Perpres 99/2020”).

Perlu Anda ketahui, pelaksanaan vaksinasi COVID-19 diatur ke dalam Peraturan Menteri Kesehatan, yang mana di laman Kementerian Kesehatan pada artikel Kemenkes Laporkan Upaya Pemerintah dalam Menyediakan Akses Vaksin COVID-19 saat ini tengah disusun rancangannya.[1]

Selain itu, pengaturan mengenai vaksinasi COVID-19 di Jakarta juga telah diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 2 tahun 2020 tentang Penanggulangan Corona Virus Disease 2019 (“Perda DKI Jakarta 2/2020”).

Sanksi Pidana Bagi yang Menolak Divaksinasi COVID-19

Sepanjang penelusuran kami, belum ada peraturan di tingkat pusat yang mengatur sanksi pidana bagi pihak yang menolak divaksinasi COVID-19.

Adapun hanya ada aturan kewajiban vaksinasi bagi pihak yang akan melakukan perjalanan internasional dari dan ke negara terjangkit dan/atau endemis penyakit menular tertentu dan/atau atas permintaan negara tujuan.[2]

Konsekuensi bagi orang yang menolak divaksinasi untuk perjalanan internasional tertentu, orang itu tidak memperoleh Sertifikat Vaksinasi Internasional, yang diperlukan untuk perjalanan internasional tertentu, dilengkapi dengan nomor seri yang bersifat nasional, kodefikasi tertentu, lambang WHO, lambang garuda, berbahasa Inggris dan Perancis, serta memiliki security printing.[3]

Adapun jenis vaksinasi yang diwajibkan dalam rangka perjalanan internasional dari dan ke negara terjangkit dan/atau endemis penyakit menular tertentu ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.[4]

Konsekuensi lainnya yang diterima, yaitu:

1. Orang yang datang dari negara terjangkit dan/atau endemis penyakit menular tertentu tidak dapat menunjukkan Sertifikat Vaksinasi Internasional atau yang ditunjukkan tidak valid, dilakukan tindakan kekarantinaan kesehatan.[5]

2. Orang yang berangkat dari negara terjangkit dan/atau endemis penyakit menular tertentu tidak dapat menunjukkan Sertifikat Vaksinasi Internasional atau yang ditunjukkan tidak valid, harus divaksinasi dan/atau profilaksis, penundaan keberangkatan, dan penerbitan Sertifikat Vaksinasi Internasional.[6]

Selain itu, bagi orang/sekelompok orang yang menghalang-halangi penyelenggaraan imunisasi dapat dikenakan sanksi yang merujuk pada Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular yaitu:[7]

Barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp1 juta.

Kemudian Pasal 30 Perda DKI Jakarta 2/2020 mengatur pemberlakuan sanksi pidana bagi masyarakat yang menolak vaksinasi COVID-19 sebagai berikut:

Setiap orang yang dengan sengaja menolak untuk dilakukan pengobatan dan/atau vaksinasi Covid-19, dipidana dengan pidana denda paling banyak sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Perlu dicatat, lingkup keberlakuan Perda tersebut hanya terbatas pada Provinsi DKI Jakarta.

Dengan demikian, setiap orang yang dimaksud baik orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum di DKI Jakarta yang menolak divaksinasi COVID-19 dapat diberikan sanksi pidana berupa denda.[8]

Gangguan Kesehatan Akibat Vaksinasi

Patut diperhatikan, ada imunisasi khusus yang dilaksanakan untuk melindungi masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu, misalnya dalam kondisi kejadian luar biasa/wabah penyakit tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.[9]

Menjawab pertanyaan Anda mengenai kekhawatiran vaksin, dikenal istilah kejadian ikutan pasca imunisasi (“KIPI”), yaitu kejadian medik yang diduga berhubungan dengan imunisasi.[10]

Masyarakat yang mengetahui adanya dugaan terjadi KIPI harus segera melapor ke fasilitas pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelayanan imunisasi atau dinas kesehatan setempat.[11]

Kemudian, pasien yang mengalami gangguan kesehatan diduga akibat KIPI diberikan pengobatan dan perawatan selama proses investigasi dan pengkajian kausalitas KIPI berlangsung.[12]

Pembiayaan untuk pengobatan, perawatan, dan rujukan bagi seseorang yang mengalami gangguan kesehatan diduga KIPI atau akibat KIPI dibebankan pada anggaran pendapatan belanja daerah atau sumber pembiayaan lain.[13]

Dasar Hukum:

1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular;
2. Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pelayanan dan Penerbitan Sertifikat Vaksinasi Internasional sebagaimana diubah oleh Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pelayanan dan Penerbitan Sertifikat Vaksinasi Internasional;
5. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 2 tahun 2020 tentang Penanggulangan Corona Virus Disease 2019.

Referensi:

Kemenkes Laporkan Upaya Pemerintah dalam Menyediakan Akses Vaksin COVID-19, diakses pada 23 November 2020, pukul 11.11 WIB.

[1] Pasal 16 Perpres 99/2020
[2] Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pelayanan dan Penerbitan Sertifikat Vaksinasi Internasional (“Permenkes 23/2018”)
[3] Pasal 1 angka 1, Pasal 9 ayat (1), dan Pasal 11 Permenkes 23/2018
[4] Pasal 5 ayat (1) Permenkes 23/2018
[5] Pasal 18 ayat (2) Permenkes 23/2018
[6] Pasal 18 ayat (3) Permenkes 23/2018
[7] Pasal 33 Permenkes 12/2017
[8] Pasal 1 angka 20 Perda DKI Jakarta 2/2020
[9] Pasal 9 ayat (1), (2), dan (4) Permenkes 12/2017
[10] Pasal 1 angka 10 Permenkes 12/2017
[11] Pasal 41 ayat (1) Permenkes 12/2017
[12] Pasal 42 ayat (1) Permenkes 12/2017
[13] Pasal 42 ayat (4) Permenkes 12/2017

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar