Jaksa Agung Dukung Langkah Ekstrim Ini agar Koruptor Jera

Selasa, 24/11/2020 22:09 WIB
Jaksa Agung ST Burhanuddin  dukung miskinkan koruptor (Kompas)

Jaksa Agung ST Burhanuddin dukung miskinkan koruptor (Kompas)

Jakarta, law-justice.co - Langkah ekstrim seperti memiskinkan para koruptor sangat didukung oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin agar memberikan efek jera. Menurutnya, penegak hukum terhadap koruptor tidak hanya menggunakan pendekatan mengejar dan menghukum pelaku melalui pidana penjara (follow the suspect).

"Penegakan hukum wajib memastikan bahwa hukuman haruslah dapat memberikan deterrent effect baik di sektor pidananya dan juga di sektor perekonomian pelaku," katanya pada acara penyerahan barang hasil rampasan negara dari Kementerian Keuangan kepada Kejagung, Selasa (24/11/2020).

Burhanuddin menerangkan, pentingnya menggabungkan pendekatan pidana dengan pendekatan ekonomi karena pelaku white collar crime memiliki rasio yang tinggi. Hal itu menurutnya terlihat dari modus yang kian canggih dan terstruktur karena dicampur dengan teori-teori ilmu pengetahuan seperti akuntansi dan statistik.

"Jika diukur dari canggihnya modus operandi, kelas orang yang terlibat dan besaran dana yang dijarah, jelas korupsi merupakan kejahatan kelas tinggi yang sebenarnya dilatarbelakangi oleh prinsip yang keliru yaitu keserakahan itu indah (greedy is beautiful)," tutur Burhanuddin.

Menurutnya, para koruptor mempertimbangkan antara biaya (cost) dan keuntungan (benefit) yang dihasilkan. Kalkulasi untung rugi tersebut bertujuan untuk menentukan dan memutuskan pilihan apakah “melakukan” atau “tidak melakukan” suatu kejahatan.

"Pilihan yang diambil para pelaku adalah melakukan karena masih sangat menguntungkan. Tidak sedikit pelaku korupsi yang siap masuk penjara, namun dia dan keluarganya masih akan tetap hidup makmur dari hasil korupsi yang telah dilakukan," terangnya.

Apabila penegakan hukum menerapkan dua pendekatan sekaligus, yakni pendekatan pidana dan pendekatan ekonomi, dia memastikan ada dua hal positif yang dapat diperoleh. Pertama, perampasan aset ingin memberikan pesan yang kuat kepada para pelaku korupsi bahwa kejahatan yang mereka lakukan tidak memberikan nilai tambah finansial (crime does not pay), melainkan justru memiskinkan dan menimbulkan kesengsaraan bagi si pelaku.

Kedua, keberadaan benda sitaan, barang rampasan, dan benda sita eksekusi sebagai aset, pada akhirnya akan dipandang sebagai sesuatu yang penting karena merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat terpisahkan dari penanganan dan penyelesaian suatu perkara pidana.

Dengan sudut pandang itu, katanya, diharapkan dapat menginisiasi munculnya upaya semaksimal mungkin di setiap tahapan penegakan hukum, agar menjaga dan mempertahankan nilai aset yang berasal dan ada kaitannya dengan tindak pidana tidak berkurang.

"Sehingga aset dapat segera dipergunakan dan dimanfaatkan dengan baik dan dapat menghadirkan keadilan ekonomi,” tutupnya.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar