Buntut Kasus Red Notice Djoko Tjandra, Eksepsi Irjen Napoleon Ditolak

Senin, 23/11/2020 16:05 WIB
Irjen Napoleon Bonaparte (Antara)

Irjen Napoleon Bonaparte (Antara)

Jakarta, law-justice.co - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat kembali menggelar sidang lanjutan perkara kepengurusan red notice atas terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte, Senin (23/11/2020). Dalam sidang dengan agenda putusan sela itu, eks Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri tersebut turut dihadirkan dalam ruang sidang.

Dalam sidang kali, majelis hakim menolak nota keberatan atau eksepsi yang dilayangkan oleh kubu Napoleon. Hakim menilai, dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap Napoleon dalam perkara ini sudah sah menurut hukum.

Tak hanya itu, hakim menilai jika eksepsi yang dilayangkan oleh Napoleon seharusnya dibuktikan dalam materi pemeriksaan pokok perkara. Selanjutnya, hakim juga menilai jika dakwaan JPU telah disusun secara cermat.

"Mengadili, satu keberatan tim kuasa hukum terdakwa Irjen Napoleon Bonarparte tidak dapat diterima," kata hakim ketua Muhammad Damis di ruang sidang.

Dengan demikian, sahnya dakwaan secara hukum menjadi pertimbangan hakim untuk melanjutkan perkara ini. Hakim juga memerintahkan pad JPU untuk menagguhkan biaya perkara sampai putusan akhir.

"Memerintahkan penuntut umum pada pengadilan negeri Jakarta Selatan untuk menangguhkan biaya perkara sampai putusan akhir," sambung Damis.

Dalam sidang dengan agenda pembacaan dakwaan, jenderal bintang dua itu didakwa menerima sejumlah uang dari Djoko Tjandra. JPU menyatakan, uang yang diterima oleh Napoleon, yakni 200 ribu Dollar Singapura dan 270 ribu Dollar AS yang berasal dari terdakwa Tommy Sumardi.

Menurut jaksa, uang yang diberikan oleh Tommy dilakukan agar Napoleon menghapus nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO) yang dicatatkan di Direktorat Jenderal Imigrasi. Pasalnya, saat itu Djoko Tjandra masih berstatus buronan dalam perkara cassie Bank Bali.

Kemudian Napoleon memberi perintah untuk menerbitkan surat yang ditujukan kepada Direktorat Jenderal Imigrasi untuk menghapus nama Djoko Tjandra dari Enhanced Cekal System (ECS) pada Sistem Informasi Keimigrasian (SIMKIM) Direktorat Jenderal Imigrasi.

Tindakan yang dilakukan Napoleon dan Brigjen Prasetijo Utomo, kata jaksa, bertentangan dengan tugas polisi yang seharusnya menangkap Djoko Tjandra -- jika masuk ke Indonesia.

Napoleon didakwa melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan/atau Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau b UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar