Sekolah Tatap Muka Mulai Januari 2021, Eits! Tapi Ada Syaratnya

Minggu, 22/11/2020 16:45 WIB
Sekolah tatap muka (pikiran rakyat)

Sekolah tatap muka (pikiran rakyat)

Jakarta, law-justice.co - Pemerintah memutuskan untuk mengizinkan Keputusan ini dituangkan di dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) sejumlah kementerian.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim menjelaskan pembukaan kembali sekolah dengan belajar tatap muka diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah (Pemda).

Kebijakan ini akan berlaku mulai semester genap tahun ajaran 2020/2021.

"Perbedaan besar di SKB sebelumnya, peta zonasi risiko tidak lagi menentukan pemberian izin pembelajaran tatap muka. Tapi Pemda menentukan sehingga bisa memilih daerah-daerah dengan cara yang lebih detail," ungkap Nadiem dalam konferensi pers daring dikutip dari akun Youtube Kemendikbud RI, dikutip Minggu (22/11/2020).

"Jadi bulan Januari 2021, daerah dan sekolah sampai sekarang kalau siap tatap muka, ingin tatap muka, segera tingkatkan kesiapan untuk melaksanakan ini," kata Nadiem melanjutkan.

Keputusan pembukaan sekolah akan diberikan kepada tiga pihak, yakni pemerintah daerah, kepala sekolah, dan orang tua melalui komite sekolah.

Ia pun menegaskan, orang tua masing-masing siswa dibebaskan untuk menentukan apakah anaknya diperbolehkan ikut masuk sekolah atau tidak. Sekalipun, sekolah dan daerah tertentu telah memutuskan untuk membuka kembali kegiatan belajar tatap muka.

Berikut rincian mengenai keputusan bersama pemerintah mengenai sekolah dengan belajar tatap muka:

1. Sekolah Tatap Muka Tidak Diwajibkan

Nadiem menjelaskan, pembelajaran tatap muka yang akan kembali dilaksanakan pada awal tahun 2020 diperbolehkan, tapi tidak diwajibkan.

Pun, keputusan untuk belajar tatap muka di sekolah harus melalui tiga pihak, yakni pemerintah daerah, kepala sekolah, dan orang tua.

"Diperbolehkan dan keputusan itu ada di pemda, kepala sekolah dan orang tua yaitu komite sekolah. Kalau tiga pihak ini tidak mengizinkan sekolah itu buka, maka sekolah itu tidak diperkenankan untuk dibuka. Tapi kalau tiga pihak itu setuju, berarti sekolah itu mulai boleh melaksanakan tatap muka," ujarnya menjelaskan.

Para pemda, kata Nadiem juga bisa melakukan pembukaan sekolah secara serentak atau secara bertahap. Misalnya, saja kata Nadiem, kalau sekolah di kecamatan tertentu dibuka untuk tahap pertama, kemudian sekolah di kecamatan tertentu yang dibuka untuk tahap kedua.

"Tidak harus semuanya, bisa bertahap kalau mau. Ini adalah keputusan, jadi fleksibilitas yang diberikan berdasarkan evaluasi pemda terhadap tingkat keamanan dan kesehatan," tuturnya.

Lebih lanjut Nadiem menyebut persetujuan Kepala Dinas Pendidikan di daerah faktor yang perlu menjadi pertimbangan dalam pemberian izin pembelajaran tatap muka.

Beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan adalah, tingkat risiko penyebaran, kesiapan satuan pendidikannya, lalu keterpenuhan sejumlah syarat yang mendukung pembelajaran tatap muka tetap aman dari potensi penularan Covid-19.

2. Sekolah Harus Patuhi 6 Syarat

Sekolah yang diperbolehkan menggelar pembelajaran tatap muka, kata Nadiem harus memenuhi 6 syarat.

Keenam syarat tersebut merupakan kewajiban sekolah untuk memenuhi dukungan sarana kesehatan guna mencegah penularan Covid-19.


Pertama, sekolah harus memastikan sanitasi dan kebersihan toilet, tersedianya sarana cuci tangan dan desinfektan. Kedua, sekolah harus memiliki akses kepada fasilitas pelayanan kesehatan. Ketiga, sekolah harus siap untuk menerapkan wajib masker.

Keempat, sekolah harus memiliki thermogun. Thermogun adalah salah satu jenis termometer dengan inframerah yang berfungsi untuk mengukur suhu tubuh tubuh, dengan cara mengarahkannya ke dahi.

Kelima, sekolah harus melakukan pemetaan warga satuan pendidikan, harus mengetahui siapa yang memiliki komorbiditas dari guru-gurunya dan muridnya.

"Sekolah juga harus memastikan bagaimana caranya agar murid dan guru memiliki akses transportasi yang aman dan tentunya riwayat perjalanan dari daerah dengan tingkat risiko yang tinggi," jelas Nadiem.

Keenam, adanya persetujuan komite sekolah dan perwakilan orang tua wali.

Tanpa persetujuan perwakilan orang tua, Sekolah tidak diperkenankan untuk dibuka. Jadi 6 syarat tersebut adalah daftar periksa untuk memberikan kepastian bahwa sekolah itu boleh dibuka.

Nadiem juga menegaskan, pembukaan kembali sekolah harus tetap mengedepankan protokol kesehatan yang ketat.

3. Isi Kelas Belajar Harus Berjumlah 50% Siswa

Dalam pembukaan kembali sekolah tatap muka, Nadiem menekankan adanya keharusan sekolah dalam membatasi jumlah siswa di dalam kelas.

"Standar, bahwa yang terpenting adalah kapasitas pembelajaran maksimal itu sekitar 50% dari rata-rata. Jadinya mau tidak mau semua sekolah harus melakukan rotasi atau shifting. Tidak boleh kapasitas (pembelajaran) full. Harus dengan rotasi," ujarnya.

Rotasi atau shifting yang dimaksud Nadiem adalah melakukan pembelajaran tatap muka secara bergiliran. Sehingga, di satu saat hanya ada setengah dari kapasitas kelas yang melakukan pembelajaran tatap muka. Nadiem meminta seluruh kepala daerah dan kepala dinas pendidikan di daerah mencermati hal ini.

Dia pun merinci batasan maksimal jumlah siswa yang bisa belajar di sekolah.

"Pertama, jumlah maksimal peserta didik di PAUD hanya 5 anak. Jadi biasanya 15 anak, sekarang hanya 5 anak. Kedua, jumlah peserta didik di pendidikan dasar dan menengah sebanyak maksimal 18 anak per kelas, dari yang biasanya 36 anak," jelas Nadiem.

4. Olahraga, Ekstrakurikuler, dan Kantin Tak Boleh Dilakukan

Nadiem menjelaskan, hal lain yang harus dilakukan sekolah saat melakukan belajar tatap muka, yakni melarang sejumlah kegiatan di sekolah.

Misalnya saja olahraga, ekstrakurikuler, dan kantin yang tidak boleh dibuka. Pasalnya, kegiatan tersebut memicu terjadinya kerumunan, sehingga penularan virus corona lebih rentan terjadi.

"Kantin tidak diperbolehkan beroperasi. Kegiatan olahraga, ekstrakurikuler tidak diperbolehkan untuk dilakukan. Anak-anak hanya boleh masuk kelas, belajar, lalu pulang," tuturnya.

Dengan kata lain, seluruh kegiatan yang di luar belajar-mengajar tidak boleh dilakukan.

Nadiem juga memberi contoh sejumlah kegiatan yang tidak boleh dilakukan, antara lain orangtua tidak boleh menunggu siswa di sekolah, kegiatan istirahat di luar kelas juga tidak diperbolehkan dan pertemuan orangtua murid juga tidak boleh dilakukan.

5. Pemerintah juga Bersiap Pembukaan Kembali Universitas

Selain memperbolehkan kegiatan belajar tatap muka di sekolah untuk pendidikan dasar, menengah, dan atas (SD, SMP, SMA), Nadiem juga memastikan kegiatan belajar tatap muka akan diselenggarakan di perguruan tinggi atau universitas.

Kendati demikian, aturan teknis di tingkat universitas masih dalam tahap diskusi dan akan ditetapkan dalam waktu dekat. Terpenting, kegiatan sekolah, baik di sekolah atau universitas, kata Nadiem harus memperhatikan protokol kesehatan.

"Itu akan ditetapkan selanjutnya dalam waktu dekat oleh Dirjen Dikti. Kami mohon perguruan tinggi menunggu detailnya dari Dirjen Dikti. Jadi para dosen dan rekan-rekan mahasiswa jangan cemas. Teknis pelaksanaan tatap muka di semester berikutnya sedang disiapkan," jelas Nadiem.

6. Waspada Potensi Penularan Covid-19 di Luar Sekolah

Dalam konferensi yang sama, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengingatkan potensi adanya penularan Covid-19 selama perjalanan menuju dan pulang dari sekolah.

Pasalnya, sebagian besar murid dan guru, untuk berangkat atau pulang dari sekolah masih menggunakan transportasi umum.

"Kami baru saja membaca data dari Jerman, dari Hamburg, itu diberitakan Channel News Asia (CNA) pada hari ini, most children caught Covid-19 outside school," ujar Tito dalam konferensi pers secara virtual pada Jumat (20/11/2020).

Tito menjelaskan, dari 472 sekolah di Hamburg yang aktif bertatap muka, 171 sekolah diantaranya terinfeksi Covid-19.

Kemudian, 78% dari 372 anak-anak yang terinfeksi pada saat summer (musim panas) dan autumn (musim gugur) tertular dari aktivitas luar sekolah.

Oleh karena itu, Tito meminta dukungan dari Dinas Perhubungan dan stakeholder terkait untuk mengupayakan keamanan pada sistem transportasi yang menjadi sarana mobilitas anak-anak ke sekolah.

"Yakni dengan membuat aturan jelas tentang penerapan protokol kesehatan yang ketat. Karena, akan terjadi lonjakan jumlah penumpang dari anak-anak sekolah apabila sudah aktif belajar tatap muka," jelas Tito.

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar