Tak Mau Musuhi Iran, Joe Biden Rangkul Hasan Rouhani

Minggu, 22/11/2020 14:05 WIB
Presiden Iran Hasan Rouhani tengah berada di Laboratorium Pengayaan Nuklir (BBC)

Presiden Iran Hasan Rouhani tengah berada di Laboratorium Pengayaan Nuklir (BBC)

Washington DC, law-justice.co - Presiden AS terpilih Joe Biden ingin kembali bergabung dengan perjanjian nuklir Iran. Iran bakal kembali membuka kesepakatan apabila AS mematuhi ketentuan perjanjian.

Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan tujuannya adalah menghilangkan sanksi dari pundak rakyatnya.

"Di mana pun peluang yang menguntungkan ini muncul, kami akan bertindak sesuai tanggung jawab kami. Tidak ada yang boleh melewatkan kesempatan," paparnya sebagaimana dikutip dari CNBC Internasional, Minggu, (22/11/2020).

Dalam 2 minggu terakhir pemerintah Iran menunjukkan pergerakan cepat untuk memberi isyarat kepada Biden berbagai opsi untuk melibatkan kembali Iran secara diplomatis.

Sebelumnya pemerintahan AS di bawah Presiden Donald Trump telah berjanji untuk terus meningkatkan tekanan terhadap Iran di bulan-bulan terakhir masa jabatannya, memberlakukan sanksi baru minggu ini yang dapat mempersulit rencana Biden.

"Tampaknya cukup jelas bahwa pemerintahan Trump ingin terus memaksimalkan kebijakan tekanan maksimum antara sekarang dan Januari," kata Naysan Rafati, analis senior Iran di lembaga riset International Crisis Group.

Mantan pejabat AS, diplomat Eropa, dan pakar regional itu menilai, untuk mencapai perjanjian tersebut kedua belah pihak harus berpacu dalam medan politik. Dengan Iran yang akan mengadakan pemilihan pada bulan Juni, setiap upaya diplomatik harus bergerak cepat selama beberapa bulan pertama masa jabatan Biden.

Perjanjian tahun 2015 antara Iran dan sejumlah negara kekuatan dunia menyebutkan mereka akan mencabut sanksi ekonomi yang menghukum Teheran, asal Iran membatasi secara ketat pada aktivitas nuklir.

Tetapi setelah Presiden Donald Trump menarik Amerika Serikat dari kesepakatan pada tahun 2018, Iran telah melanggar beberapa batasan itu, mempersingkat waktu yang dibutuhkan Teheran untuk membuat bom atom.

Trump memberlakukan kembali sanksi yang dikurangi di bawah Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA/Joint Comprehensive Plan of Action) dan telah memberikan banyak sanksi tambahan terhadap Iran, memberikan pukulan telak bagi ekonomi negara itu.

Nilai mata uang negara itu jatuh, inflasi merajalela, dan ekspor minyaknya yang menjadi sumber utama pendapatan Iran turun drastis.

Namun sanksi tersebut tidak menghalangi Iran untuk memajukan program nuklirnya.

Menurut Badan Energi Atom Internasional, Iran telah mengumpulkan 12 kali jumlah uranium rendah yang diizinkan berdasarkan perjanjian, melebihi tingkat pengayaan yang ditetapkan oleh kesepakatan dan memperkenalkan lebih banyak sentrifugal daripada yang diizinkan oleh perjanjian tersebut.

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar