Khawatir Serangan Dadakan Trump di Akhir Jabatan, Iran Siaga Tingkat Tinggi

Sabtu, 21/11/2020 20:22 WIB
Ilustrasi: Presiden AS Donald Trump dan Presiden Iran Hassan Rouhani. (Foto: ekspress.co.uk).

Ilustrasi: Presiden AS Donald Trump dan Presiden Iran Hassan Rouhani. (Foto: ekspress.co.uk).

Jakarta, law-justice.co - Iran tengah meningkatkan kewaspadaan tinggi atas negara dan kawasan Timur Tengah menyusul terpilihnya Joe Biden sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) pada awal November lalu. Hal itu dimaksudkan untuk berjaga-jaga manakala Presiden AS Donald Trump meluncurkan serangan dadakan di masa akhir jabatannya.

Dilansir dari ABC, Sabtu (21/11/2020), permintaan siaga ini disampaikan oleh seorang jenderal senior Iran kepada para aliansi mereka di Baghdad. Respons Iran tersebut sebenarnya menunjukkan adanya gejala cemas akan serangan yang datang mendadak mengingat perilaku Donald Trump yang tidak dapat diprediksi.

Seperti diketahui, sekutu Iran menyambut baik kekalahan Trump pada Pilpres 2020. Sebab, semenjak AS dibawah kepemimpinan pria 74 tahun itu, ketegangan Iran dan AS meningkat. Apalagi semenjak serangan udara AS yang menewaskan jenderal tertinggi Iran, Qassim Soleimani, di bandara Baghdad pada awal tahun.

Akibatnya, Iran meluncurkan serangan balik berupa rudal balistik sebagai respons keras dan menargetkan tentara AS di Irak serta melukai puluhan lainnya. Trump juga secara sepihak menarik AS pada 2018, dari kesepakatan nuklir Iran dengan kekuatan dunia.

Trump bermaksud mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir dan memberlakukan kembali sanksi hukuman yang melumpuhkan ekonomi negara Mullah itu.

Iran benar-benar merasakan dampak atas sanksi yang diberikan Trump. Negara itupun sempat meninggalkan semua batasan program pengayaan uraniumnya. Beberapa mitra internasional Iran mencoba menyelamatkannya dari kesepakatan sanksi yang dilancarkan AS, namun sia-sia.

Adapun pemerintahan Biden yang akan datang telah menyatakan rencana untuk bergabung kembali atau menegosiasikan kembali perjanjian nuklir 2015.

Akan tetapi, ada kekhawatiran yang berkembang atas apa yang mungkin dilakukan Trump, yang menolak untuk mengakui pemilihan, di hari-hari terakhir kepresidenannya, salah satunya bisa termasuk penyerangan terhadap musuh Amerika di luar negeri.

Pada Kamis (19/11), seorang penasihat pemimpin tertinggi Iran memperingatkan dalam sebuah wawancara dengan The Associated Press bahwa setiap serangan Amerika terhadap Iran dapat memicu "perang penuh" di wilayah tersebut.

“Kami tidak menyambut perang," kata Hossein Dehghan, yang bertugas di Pengawal Revolusi paramiliter Iran sebelum menjadi menteri pertahanan di bawah Presiden Hassan Rouhani.

Namun, kekhawatiran itu diragukan karena pada faktanya Trump telah menarik pasukan AS di Irak dan Afghanistan untuk diselesaikan pada pertengahan Januari. Meski begitu, kegelisahan masih membayangi karena ketidakpastian tindakan Trump.

Pemecatannya terhadap Menteri Pertahanan AS Mark Esper, 2 hari setelah pemilihan presiden AS memicu spekulasi tentang apakah hal itu terkait dengan rencana yang lebih luas untuk melakukan serangan di luar negeri.

(Muhammad Rio Alfin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar