15 Organisasi Gugat UU Cipta Kerja, Kawal Independensi Hakim MK

Kamis, 19/11/2020 20:41 WIB
Massa aksi yang tergabung dalam elemen buruh melakukan aksi unjuk rasa menolak tolak omnibus law UU Cipta Kerja di kawasan Jalan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (22/10). Demonstrasi berjalan tertib dan massa membubarkan diri tanpa ada keributan massa dengan pihak keamanan. Robinsar Nainggolan

Massa aksi yang tergabung dalam elemen buruh melakukan aksi unjuk rasa menolak tolak omnibus law UU Cipta Kerja di kawasan Jalan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (22/10). Demonstrasi berjalan tertib dan massa membubarkan diri tanpa ada keributan massa dengan pihak keamanan. Robinsar Nainggolan

law-justice.co - Lima Belas organisasi dari berbagai latar belakang memutuskan untuk melakukan Uji Formil ke Mahkamah Konstitusi (MK) atas UU Cipta Kerja yang sudah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo. Putusan nantinya akan bisa melihat sejauh mana independensi hakim-hakim MK.

Ke-15 organisasi masyarakat sipil tergabung dalam Komite Pembela Hak Konstitusional (Kepal) terdiri dari Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Serikat Petani Indonesia (SPI), Serikat Nelayan Indonesia (SNI), Yayasan Bina Desa), Sawit Watch, Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Indonesia for Global Justice (IGJ), Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI), Field Indonesia, Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (KRuHA), Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Aliansi Organis Indonesia (AOI), Jaringan Masyarakat Tani Indonesia (Jamtani), dan Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB).

"Urgensi pengujian formil tidak sekedar untuk menjegal UU Cipta Kerja. Lebih dari itu adalah untuk mengawal independensi MK sebagai Pengawal Konstitusi dalam pelaksanaan dan mengeksekusi putusan, mempertahankan tafsir MK terkait hak-hak konsitusional dalam berbagai Putusan MK yang berlaku final and binding," kata Sekretaris Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Serikat Petani Indonesia (SPI) Agus Ruli Ardiansyah, sebagai salah satu perwakilan dari Kepal.

Ruli mengatakan, salah satu argumentasi hukum atas gugatan mereka karena UU Cipta Kerja dianggap cacat secara formil. Disahkan secara terburu-buru, tidak transparan, serta minim partisipasi publik. Cacat formil itu disebut berpotensi melahirkan ketidakpastian hukum dalam pelaksanaannya.

"Praktik buruk proses legislasi Undang-Undang ini tidak berhenti pada saat disahkan oleh DPR RI saja, namun pasca diundangkan juga masih mengandung kesalahan perumusan yang berdampak pada substansi pasal yang dikandungnya," ujar dia, Kamis (19/11/2020).

Selain dari Kepal, UU Cipta Kerja klaster Ketenagakerjaan juga sudah terlebih dahulu diuji formil oleh beberapa organisasi seperti Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Gerakan Kesejahteraan Nasional (Gekanas).

(Januardi Husin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar