Kondisi COVID-19 Makin Membebankan Pemerintah

Selasa, 17/11/2020 20:56 WIB
Kondisi pandemi Covid-19 sudah memberatkan pemerintah (Ist)

Kondisi pandemi Covid-19 sudah memberatkan pemerintah (Ist)

Jakarta, law-justice.co - Pasien COVID-19 di Indonesia sudah hampir mencapai angka 500.000 orang. Dengan kasus baru yang terus bertambah dan bahkan makin meningkat membuat kondisi kasus COVID-19 di Indonesia makin memberatkan pemerintah.

Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) Arif Nur Kholis. Menurutnya, penyebaran pandemi yang makin melonjak, membuat pemerintah menghadapi posisi dilematis. Di satu sisi, kata dia, jika menerapkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) secara terus-menerus, maka akan menghambat perputaran roda perekonomian.

“Sebaliknya, jika pemerintah memilih melonggarkan PSBB, lonjakan kasus makin besar. Korban makin banyak berjatuhan,” ujar Arif dalam keterangannya, Selasa (17/11/2020).

Menurut alumnus Universitas Gajah Mada ini, pemerintah sebenarnya sudah bertindak sejak Covid-19 pertama terdeteksi. Langkah yang diambil, langsung bersiaga dengan menetapkan sejumlah protokol penanganan dan pencegahan.

Bahkan, kesungguhan melawan Covid-19 itu, kata Arif, dibuktikan dengan penganggaran fantastis, hampir mencapai seribu triliun rupiah.

Anggaran tersebut digunakan untuk memasang alat pendeteksi tubuh di 135 bandara dan pelabuhan, menyiapkan ratusan rumah sakit rujukan, penambahan laboratorium dan alat tes.

Kemudiian, meningkatkan infrastruktur dan peralatan rumah sakit bukan rujukan, penyediaan alat pelindung diri (APD) secara massif, serta pemberian insentif tambahan bagi tenaga medis. Namun, beragam upaya antisipasi yang cukup agresif tersebut tidak cukup mengendalikan penyebaran virus.

“Penyebabnya, kesadaran kolektif semua lapisan masyarakat dalam menaati protokol kesehatan masih sangat kurang. Bisa dilihat dari ketidakdisiplinan masyarakat menggunakan masker, mencuci tangan serta menjaga jarak di lingkungan tempat tinggal yang sulit diawasi,” ucapnya.
Alasan lain, penerapan protokol kesehatan secara ketat juga sepertinya hanya dapat diterapkan di perkantoran, mall, rumah ibadah dan sejumlah tempat yang dikelola secara baik. Bahkan, ada kecenderungan kebosanan masyarakat dalam menerapkan protokol Covid-19, setelah rentang waktu tertentu.

“Upaya membangun persepsi masyarakat atas risiko virus Covid-19 memang tidak mudah, sehingga membutuhkan waktu dan upaya yang persisten. Namun, bila presepsi risiko sudah terbentuk pada titik aman, saat itu berbagai macam protokol kesehatan akan otomatis berjalan atas dasar kesadaran,” tutup Arif.

(Nikolaus Tolen\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar