Di Kasus Ini, Dewas Sebut Ketua KPK Tak Langgar Kode Etik

Sabtu, 14/11/2020 12:51 WIB
Ketua KPK Firli Bahuri tak langgar kode etik saat OTT di UNJ (lokadata)

Ketua KPK Firli Bahuri tak langgar kode etik saat OTT di UNJ (lokadata)

Jakarta, law-justice.co - Setelah terbukti melanggar kode etik dalam kasus penggunaan helikopter, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri kembali dilaporkan ke Dewan Pengawas(Dewas) KPK. Kali ini terkait kasus operasi tangkap tangan (OTT) Universitas Negeri Jakarta (UNJ).

Namun, setelah diselidiki, Dewas KPK menyatakan tidak menemukan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Firli Bahuri dan Deputi Penindakan Karyoto. Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris dikonfirmasi awak media mengatakan pihaknya telah menyurati ICW untuk memberitahukan hal tersebut.

"Setelah laporan pengaduan tersebut dipelajari, Dewas tidak menemukan indikasi pelanggaran etik. Kasus UNJ yang diadukan ICW sudah diputus dalam sidang etik tanggal 12 Oktober 2020," kata Haris kepada awak media, Jumat (13/11/2020).

ICW melaporkan Firli dan Karyoto atas dasar petikan putusan pelanggaran etik terhadap Plt Direktur Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK Aprizal. Aprizal dijatuhi sanksi etik ringan oleh Dewas KPK berkaitan dengan OTT UNJ.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, berdasar petikan putusan Aprizal, diduga terdapat beberapa pelanggaran serius yang dilakukan oleh keduanya. ICW mencatat setidaknya ada empat dugaan pelanggaran kode etik.

Pertama, Firli berkukuh mengambil alih penanganan kasus yang saat itu dilakukan Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Itjen Kemendikbud).

Padahal, Aprizal sudah menjelaskan bahwa setelah tim pengaduan masyarakat melakukan pendampingan, ternyata tidak ditemukan adanya unsur penyelenggara negara.

"Sehingga, berdasarkan Pasal 11 ayat (1) huruf a UU KPK, maka tidak memungkinkan bagi KPK untuk menindaklanjuti kejadian tersebut," ujar Kurnia, Senin kemarin.

Kedua, dalam pendampingan yang dilakukan tim Dumas KPK terhadap Itjen Kemendikbud, Firli menyebut telah ditemukan tindak pidana korupsi. Padahal, jenderal bintang tuga itu diduga tidak mengetahui kejadian sebenarnya.

"Sehingga menjadi janggal jika Firli langsung begitu saja menyimpulkan adanya tindak pidana korupsi dan dapat ditangani oleh KPK," kata Kurnia.

Ketiga, langkah Firli dan Karyoto menerbitkan surat perintah penyelidikan dan pelimpahan perkara ke Kepolisian diduga tidak didahului dengan mekanisme gelar perkara di internal KPK.

"Padahal, dalam aturan internal KPK telah diatur bahwa untuk dapat melakukan dua hal tersebut mesti didahului dengan gelar perkara yang diikuti oleh stakeholder kedeputian penindakan serta para pimpinan KPK," ujarnya.

Keempat, tindakan Firli mengambil alih penanganan yang dilakukan oleh Itjen Kemendikbud diduga atas inisiatif pribadi tanpa melibatkan atau mendengar masukan dari pimpinan KPK lainnya.

"Padahal Pasal 21 UU KPK menyebutkan bahwa pimpinan KPK bersifat kolektif kolegial," kata Kurnia.

Berdasarkan hal di atas, ICW menduga tindakan keduanya telah melanggar Pasal 4 ayat (1) huruf b, Pasal 5 ayat (1) huruf c, Pasal 5 ayat (2) huruf a, Pasal 6 ayat (1) huruf e, Pasal 7 ayat (1) huruf a, Pasal 7 ayat (1) huruf b, Pasal 7 ayat (1) huruf c Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi.

(Nikolaus Tolen\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar