Apa Kabar Skandal Kasus Asabri, Ada Apa Tersangkanya Juga Belum Ada?

Sabtu, 14/11/2020 09:04 WIB
Logo Asabri (Ist)

Logo Asabri (Ist)

Jakarta, law-justice.co - Berita-berita yang terkait dengan adanya kerugian perusahaan asuransi plat merah akhir-akhir ini  banyak menghiasi media massa. Asuransi plat merah itu rugi sebagian disebabkan oleh adanya skandal keuangan yang menimpanya. Selain skandal Jiwasraya, publik saat ini dihebohkan oleh  kasus  di Asabri (PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) dengan nilai kerugian tak kalah besarnya.

Kasus PT. Asabri muncul bermula dari sinyalemen yang dilontarkan oleh Menko Polhukam Mahfud MD, beberapa waktu yang lalu. "Saya mendengar ada isu korupsi di Asabri yang mungkin itu tidak kalah fantastisnya dengan kasus Jiwasraya. Di atas Rp 10 triliun itu," kata Mahfud di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (10/1/2020).

Saat ini kasus Asabri konon sudah dalam  tahap penyidikan, dan masih menunggu hasil final audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sementara ini, hitungan awal auditor negara menaksir potensi kerugian investasi Asabri, yang mengalihkan investasinya dari deposito ke penempatan saham langsung dan reksa dana, bisa mencapai Rp 16 triliun.

Sejak awal kasus Asabri ditangani oleh Bareskrim Polri, mulai Januari tahun ini dan polisi dikabarkan telah memeriksa 94 saksi.  Akan tetapi, sampai saat ini, perkembangan penyidikan kasus tersebut terkesan terkatung-katung.  Bahkan kepolisian, belum berhasil menemukan, dan menetapkan satu pun nama yang menjadi tersangka.

Kembali Terulang

Ribut-ribut soal kasus Asabri yang ramai akhir-akhir ini sebenarnya sudah bukan hal yang baru lagi., Karena upaya untuk merampok Asabri sebenarnya sudah dilakukan sejak lama. Mahfud MD mengatakan tindak korupsi di PT ASABRI tersebut bukanlah kali pertama terjadi.

Ia menyebut, tindak pidana korupsi di PT ASABRI juga pernah terjadi kala dirinya menjabat sebagai Menteri Pertahanan (Menhan) di era Presiden ke-4, Abdurrahman Wahid (Gusdur). Mahfud MD mengaku heran karena dugaan korupsi masih terjadi saat ini. Menurut Mahfud, dulu waktu saya jadi Menteri Pertahanan, ada korupsinya untuk diadili, kok sekarang muncul lagi dalam jumlah yang sangat besar.

Perlu diketahui, pada tahun 1995 PT. Asabri juga pernah dikorupsi sebesar Rp. 410 miliar. Uang yang dikorupsi itu berasal dari premi yang dibayar oleh prajurit TNI, anggota POLRI dan pegawai Kemenhan/Polri yang berjumlah, setidaknya, 1,5 juta personel. Dana prajurit TNI sebesar Rp 410 miliar itu dikorup oleh eks Dirut PT Asabri Mayjen (Purn) Subarda Midjaja.

Unsur merugikan keuangan negara terbukti karena, akibat perbuatan Subarda, dana prajurit yang semestinya digunakan untuk perumahan prajurit tersedot untuk memperkaya diri sebesar Rp 34 miliar .Atas tindakannya itu, Subarda dijatuhi hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 30 juta subsider 6 bulan kurungan. Ia juga dihukum membayar uang ganti rugi sebesar Rp 33 miliar.

Selain Subarja, saat itu yang menjadi tersangka korupsi adalah seorang pengusaha bernama Henry Leo. Dalam persidangan, Henry Leo terdakwa dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan dana PT ASABRI dalam kurun waktu 1995 hingga 1997. Seperti yang diungkap Mahfud MD sebelumnya, kasus korupsi ASABRI langsung berakhir di meja hijau untuk diadili.

Adapun hakim saat itu dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Sarpin Risaldi. Tuntutan hakim tersebut dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa (22/4/2008).Tim jaksa menilai Henry Leo terbukti melakukan tindak korupsi di PT ASABRI dan melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971. Dalam kasus itu, majelis hakim menjatuhi hukuman kepada tersangka Henry Leo dengan penjara tujuh tahun lamanya. Lalu, Henry Leo juga didenda sebesar Rp 30 juta subsider enam bulan kurungan.Tak hanya itu, ia akhirnya dituntut hukuman tambahan dengan membayar uang pengganti sebesar Rp 69,877 miliar.

Pengacara Henry Leo, Albab Setiawan, menyatakan, tuntutan tujuh tahun penjara itu terlalu berat. Apalagi, selama ini ada akta yang menguatkan hubungan Henry Leo dengan Departemen Pertahanan (saat ini Kemenhan) menyangkut uang Rp 410 miliar tersebut. “Disebutkan, dana itu sebagai penyertaan di proyek-proyek yang dikerjakan Henry. Dengan demikian, uang itu dicatat sebagai utang Henry Leo. Ada kok bukti aktanya,” lanjut Albab.

Kasus itu sendiri bermula dari adanya dugaan penyelewengan dana asuransi dan perumahan prajurit TNI yang dikelola Asabri. PT Asabri meminjamkan uang Rp 410 miliar kepada pengusaha yang juga rekan bisnis Asabri, Henry Leo. Henry juga menjadi tersangka lain dalam kasus tersebut. Namun, uang itu rupanya digunakan untuk berinvestasi di bidang lain.

Usut punya usut, Henry Leo diketahui memberikan rumah kepada eks Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal (Purn) R. Hartono. Ia tak lain merupakan teman seangkatan mantan Direktur Utama Asabri, Subarda Midjaya di Akademi Militer Nasional 1962. Baik Subarda maupun Henry Leo, keduanya sempat mengajukan banding hingga kasasi. Namun, pada 6 Maret 2009, Majelis hakim kasasi Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi mereka.

Upaya merampok Asabri juga sebenarnya juga sudah mulai tercium lagi sejak tahun 2018 lalu. Ditandai dengan adanya pengaduan dari seorang pengacara yang bernama  Andar Situmorang, SH. Seperti diberitakan sotarduganews.com, Direktur Eksekutif Goverment Against Corruption & Discrimination (GACD) Andar Situmorang, SH membuat pengaduan ke KPK terkait dengan dugaan adanya Tindak Pidana Korupsi Sistimatis Rp 1,5 trilyun pada Investasi Pasar Modal PT. Asabri

Andar mengirimkan surat bernomor 17/ GACD/IX/2018 kepada Menteri Negara BUMN, Menteri Pertahanan, TNI dan Pimpinan KPK. Dalam suratnya pada intinya ia mengadukan permasalahan yang terjadi di Asabri. Ia menyatakan bahwa berdasarkan hasil WASRIK ITJEN KEMENHAN tahun 2016 telah ditemukan kerugian Negara Rp 400,000.000.000,- dan hasil pemeriksaan atas kegiatan investasi di bidang pasar modal PT. ASABRI Pesero tahun 2015 -2016 semester I ditemukan kerugian Negara Rp.1,500 000.000.000.-(satu setengah trilyun Rupiah), yang ini tanggung jawab Dirut PT. Asabri.

Bahwa diketahui selama ini sukses para pelaku transaksi jahat adalah pengelola investasi PT. Asabri dengan mafia di pasar modal mendapatkan keuntungan pribadi aset PT. Prima Jaringan status dijaminkan kepada PT. Asabri. Sampai dengan saat ini PT. Prima Jaringan belum pernah membayarkan kupon sebesar 14% dan pembayaran kupon per 3 bulan sebesar Rp. 17.500.000.000,-.

Untuk menutupi atau merekayasa potensi kerugian, oknum pengelola investasi melakukan cara-cara atau praktek-praktek yang mengalihkan potensi kerugian dari portofolio saham ke portofolio investasi reksadana di beberapa Perusahaan. Kenyataannya potensi kerugian tersebut tetaplah akan dialami oleh PT. ASABRI. Surat Andar juga disampaikan ke Ketua KPK, Ketua BPK RI, Ka POM TNI, Dewan Komisaris PT.Asabri dan para pihak terkait Asabri. Begitulah isi surat laporan Andar Situmorang, tahun 2018, yang mengindikasikan munculnya kembali masalah di Asabri.

Modus Operandi

Di PT ASABRI itu uang yang dikumpulkan adalah kepunyaan para prajurit TNI/Polisi dan pegawai Dephan/POLRI yang dipotong dari gaji yang tidak seberapa jumlahnya. Konon kabarnya ada beberapa Taipan yang mempunyai perusahaan Go Publik setiap hari pekerjaannya memelototi / mengincar ( memetakan uang rakyat) termasuk uangnya PNS dan pensiunan, yang dianggap sebagai dana nganggur.

Selanjutnya melalui perusahaan-perusahaan yang sudah Go Publik di bursa itulah para Taipan itu merampok uang rakyat tersebut. Modusnya adalah dengan menjalin hubungan kongkalingkong dengan pejabat terkait misalnya OJK, oknum pejabat Depkeu dan oknum pejabat di kementerian BUMN, serta didukung para politikus dari partai besar.

Modusnya dengan alasan supaya duit "diam" di asuransi atau Dana Pensiun itu bisa berkembang maka harus diinvestasikan!. Kemana investasinya? Untuk membeli saham perusahaan milik konglomerat/pengusaha yang listed di bursa. Apakah saham itu likuid ( kinerjanya bagus?). Sejauh ini perusahaan itu banyak yang abal-abal yang sengaja di go public -kan dengan polesan laporan keuangan dan framing media seolah itu perusahaan bermasa depan, sehingga harganya sahamnya akan naik terus.

Benar saat mulai IPO harga saham memang naik, tapi naiknya karena digoreng. Pada saat harga saham itu naik sehari bisa mencetak untung ratusan miliar. Sehingga banyak orang ingin mengivestasikan uangnya disana karena bermasa depan cerah. Keuntungan dari kenaikan saham itu tidak dinikmati oleh pemilik premi asuransi melainkan di sikat oleh para bandit oknum pejabat yang kongkalingkong dengan perusahaan abal-abal yang telah di “go public”kan tadi.

Lalu bagaimana nasib selanjutnya uang PT asuransi yang dimiliki oleh para nasabah orang kecil tadi? Namanya juga saham gorengan yang dibeli, tentu saja tidak bertahan lama. Perlahan-lahan harga baiknya akan turun kemudian setelah itu harga sahamnya akan melorot lagi atau terjun bebas. Pada saat harga saham melorot inilah uang Asuransi milik rakyat, prajurit, PNS dan pensiunan itu hangus alias habis tidak bertuan. Dan manajemen perusahan asuransi itu akan beralasan "salah investasi", gampang bukan ?

Berdasarkan data Stockbit yang dicatat Katadata, Asabri memegang saham 17 emiten. Mayoritas harga saham di antaranya tercatat longsor berkisar 50 persen sampai lebih dari 90 persen. Salah satu saham dalam portofolio Asabri yang harganya turun signifikan dan masih melanjutkan penurunan, yaitu saham perusahaan bidang perikanan PT Prima Cakrawala Abadi Tbk (PCAR).

Beberapa waktu lalu, lanjut Katadata, perusahaan ini baru saja disuspensi Bursa Efek Indonesia (BEI) usai mengalami akumulasi penurunan yang besar. Asabri sendiri berinvestasi pada saham PCAR mulai 28 November 2018. Pada awalnya, perusahaan tercatat memegang 67 juta lembar saham atau setara 5,79 persen porsi kepemilikan. Jumlah saham PCAR yang dikempit Asabri terus bertambah hingga nyaris mencapai 323 juta lembar saham atau 27,68 persen porsi kepemilikan pada 11 Desember 2018.

Setelah itu, perusahaan tercatat melepas sedikit demi sedikit sahamnya hingga terakhir memegang 293 juta lembar saham atau 25,14 persen dari total saham per 14 Agustus 2019. Dalam kurun waktu dua tahun ini, harga saham PCAR tercatat longsor lebih dari 70 persen.

Menurut catatan, Asabri juga tercatat memiliki saham dalam jumlah besar di perusahaan batu bara Alfa Energi Investama (FIRE). Asabri mulai berinvestasi di FIRE pada 27 Juli 2018, dengan membeli nyaris 106 juta saham atau 8,11 persen dari total saham. Capaian kepemilikan sempat mencapai angka tertinggi yaitu 447 juta lembar saham atau 31,84 persen pada akhir Desember 2018.

Kala Asabri pertama kali masuk FIRE, harga saham perusahaan itu tercatat Rp 5.650 per lembar, namun per 8 Januari 2020, harganya tercatat hanya Rp 284 per lembar. Ini berarti, harga saham FIRE anjlok 94,97 persen dalam kurun waktu 2,5 tahun.

Asabri juga tercatat pernah berinvestasi di saham yang sama yang pernah dikempit Jiwasraya dan menuai sorotan BPK. Sebut saja saham Trada Alam Mineral (TRAM). Saat ini, saham TRAM nyangkut di batas bawah harga saham senilai Rp 50 per lembar. Harga ini turun 65,75 persen dari posisi saat Asabri masuk sekitar dua tahun lalu, Rp 146 per lembar.

Perusahaan juga memegang saham Hanson International (MYRX), dengan porsi kepemilikan yang sudah lebih besar dari pendiri sekaligus Direktur Utama MYRX: Benny Tjokrosaputra. Dalam kurun waktu sekitar dua tahun, saham ini telah terpuruk lebih dari 50 persen ke batas bawah harga, Rp50 per lembar saham.

Salah investasi yang menyebabkan duit rakyat hilang padahal sebenarnya duit itu tidak hilang tetapi mereka nikmati. Para oknum pejabat, direksi perusahaan asuransi, pengusaha dan orang orang partai itu sudah menikmati uang yang luar biasa besarnya! Begitulah cara maling duit rakyat lewat perusahaan pasar modal.

Mereka menggunakan cara-cara cukup canggih untuk menggarong duit orang orang kecil itu. Mereka bisa menggunakan para manajer investasi canggih (canggih merekayasa) , tapi sebetulnya dalangnya orang atau kelompok yang sama .

ASABRI yang kabarnya duitnya hilang atau dikorupsi 10 T, menurut sumber di pasar modal, modusnya sama dengan saat para mafia keuangan itu menggarong PT Jiwasraya. Sampai hari ini para dalangnya kayaknya masih aman, karena dilindungi kekuatan berlapis-lapis. Maklum kalau ke bongkar satu saja bisa bisa kemana –mana dampaknya.

Penanganan Yang Berbeda

Masalah Asabri ini sebetulnya seperti kasus Jiwasraya, pelaku dan modusnya juga sama. Namun kasus ini nilai lebih tinggi aspek politisnya ketimbang kasus Jiwasraya karena menyangkut dana prajurit sehingga bisa menjadi kasus yang pertama dan terbesar menyangkut prajurit TNI dan Polri. Dengan demikian mengutarakan kasus Asabri bukan hal yang sepele sebab nasabahnya menyangkut ratusan ribu prajurit yang memiliki pendapatan `pas-pasan` atau cukup (kesejahteraannya sangat minim).

Sepanjang tahun 2019, dikabarkan saham-saham yang menjadi portofolio Asabri terjun bebas mencapai lebih dari 90 persen. Dengan anjloknya saham saham tersebut seyogyanya segera dilakukan audit oleh BPK untuk menaksir kerugian negara namun hingga saat ini audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) itu belum rampung juga. Pada sisi lain lembaga seperti OJK (Otoritas Jasa Keuangan) yang seharusnya sejak awal bisa menyetop keberadaan saham-saham gorengan tersebut ternyata tidak dilakukan. Entah kenapa sepertinya ada langkah pembiaran sedemikian rupa sampai uang Asabri terkuras tinggal sisanya.

Sampai kemudian muncul isu dana hasil perampokan Jiwasraya maupun Asabri  mengalir untuk kampanye pasangan petahana. Agaknya perlu perlu penyelidikan lebih lanjut. Karena korupsi yang dilakukan melibatkan pemegang kekuasaan biasanya memang susah untuk diungkap kebenarannya.

Yang jelas meskipun kasusnya ada kemiripan namun kasus ini berbeda penanganannya. Kasus Jiwasraya, sejak Desember 2019 dalam penanganan di JAM Pidsus. Enam terdakwa terkait kasus tersebut, sudah divonis bersalah, dan dipenjara seumur hidup, serta diminta mengganti kerugian negara senilai Rp 16,8 triliun. JAM Pidsus, pun masih punya tunggakan penyelesaian kasus tersebut, untuk pemidanaan 13 perusahaan manajer investasi (MI), serta dua tersangka perorangan lainnya, yang belum naik ke persidangan. Dalam hal ini terlihat begitu perkasa JAM Pidsus menangani kasus Jiwasraya hingga pelakunya berhasil dikirim  ke penjara.

Sedangkan dalam kasus dugaan korupsi di Asabri, penanganannya, sejak awal ada di Bareskrim Polri. Akan tetapi, sampai saat ini, perkembangan penyidikan kasus tersebut terkesan jalan ditempat. Bahkan kepolisian, belum berhasil menemukan, dan menetapkan satu pun nama yang menjadi tersangkanya. Padahal Laporan Hasil Audit Investigatif atas Penempatan Investasi Saham PT. Asabri Tahun 2012-2017 oleh  Badan Pengawas Keuangan  dan Pembangunan  (BPKP) sudah membongkar dengan telak modus korupsi di perusahaan asuransi tentara itu. 

Dalam laporan audit yang dirilis pada Desember 2019, terungkap bagaimana menajemen Asabri membiarkan Benny dan Heru leluasa mengarahkan investasi triliunan milik Asabri  ke saham gorengan yang berujung kerugian. Fenomena ini tentu saja bukan kategori kelalaian perdata biasa tetapi ada unsur pidana disana yang menyebabkan terjadinya kerugian negara. Apakah belum ditetapkannya tersangka kasus Asabri ini karena takut adanya keterlibatan petinggi tentara ?

Perlu Terus Dipantau

Dugaan mega skandal yang terjadi di PT ASABRI memang harus terus dipantau penanganannya. Karena ada indikasi kasus itu akan mengendap atau “diendapkan” penyelesaiannya.  Sejak awal ada nuansa saling bantah dan ancaman bagi siapa saja yang menggaungkan masalah di Asabri sehingga kasus ini  sempat membuatnya nyaris tenggelam. 

Tatkala dugaan mega skandal di PT ASABRI disoroti, ancaman demi ancaman kepada mereka yang berteriak lantang terus  berdatangan. Satu di antaranya datang dari Sirra Prayuna yang mengaku sebagai kuasa hukum Kepala Staf Presiden, Moeldoko. Melalui tulisan yang dimuat di sejumlah media, Sirra Prayuna meminta agar Haidar Alwi Institute meminta maaf karena dianggap telah memfitnah kliennya. Jika tidak, Sirra Prayuna mengancam akan melaporkan Haidar Alwi Institute ke polisi.

Mungkin karena takut atau tidak ingin terlibat jauh ke permasalahan ini akhirnya  Haidar Alwi Institute dengan segala hormat meminta maaf kepada pihak-pihak yang tidak berkenan. Seyogyanya “tumbangnya” Haidar Alwi Institute dalam mempelototi kasus ini tidak menyurut pihak pihak lain terutama kalangan media untuk terus menyoroti kasus ini .

Bagaimanapun “Hawthorne Effect” sangatlah penting agar aparat penegak hukum dapat bekerja maksimal dan transparan dalam mengungkap dugaan mega skandal di PT ASABRI. Dalam kasus ini, Polri, Kejaksaan Agung, BPK dan KPK akan lebih serius ketika kinerja mereka terus dipantau oleh masyarakat.

Jangan sampai publik kehilangan fokus perhatian pada dua dugaan mega skandal tersebut, terutama yang menggerogoti PT ASABRI.  Karena ada dugaan mega skandal di PT ASABRI melibatkan “jenderal mafia” hingga pihak aparat hukum yang menangani kasus ini terkesan maju mundur dalam upaya penyelesaiannya.

Kalau pada akhirnya nanti pihak berwajib hanya mampu menetapkan tersangka yang “kroco kroconya” saja atau bahkan “berhasil mengendapkan” kasusnya maka sebagai anak-anak bangsa kita pantas  untuk terhenyak menitikkan air mata. Sebab, PT ASABRI adalah asuransi sosial dan pembayaran uang pensiun bagi para prajurit TNI/ POLRI yang memegang peranan penting dalam bela negara sekaligus mempertahankan kedaulatan NKRI. 

Mereka harus rela meninggalkan keluarga tercinta dalam jangka waktu yang cukup lama untuk melaksanakan tugas sebagai abdi negara. Bahkan, sepulang dari tugasnya, ada yang menjumpai anaknya sudah tidak lagi bernyawa. 

Oleh karena itu seluruh rakyat Indonesia dan  semua elemen masyarakat, harus bersama-sama memantau dan mengawal perkembangan dugaan mega skandal di PT ASABRI & Jiwasraya karena disana ada penggarongan uang besar-besaran yang diduga melibatkan “orang kuat” sehingga jika tidak dikawal penegakan hukumnya bisa berakhir begitu saja.

 

(Ali Mustofa\Warta Wartawati)

Share:




Berita Terkait

Komentar