Masuk Audit BPK, Pasal 25 Tentang Pembayaran Angsuran PPh Lebih Awal

Jum'at, 13/11/2020 17:20 WIB
BPK RI

BPK RI

Jakarta, law-justice.co - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya pembayaran pajak penghasilan (PPh) badan tahun pajak 2020 yang diakui sebagai pendapatan tahun pajak 2019 oleh pemerintah.

Temuan ini tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Sistem Pengendalian Intern (SPI) Kementerian Keuangan Tahun 2019 yang dipublikasikan oleh BPK bersamaan dengan publikasi Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I/2020 pada Senin (9/11/2020).

Berdasarkan pemeriksaan kepatuhan pembayaran PPh Pasal 25 di 20 Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP), terdapat peningkatan pembayaran PPh Pasal 25 yang signifikan pada Desember 2019 bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

"Terdapat 944 wajib pajak yang mengalami peningkatan pembayaran dari bulan November ke bulan Desember dengan total tingkat kenaikan 303,89%," tulis BPK dalam LHP, dikutip pada Kamis (12/11/2020).

Pada 20 Kanwil DJP yang diperiksa oleh BPK, pembayaran PPh Pasal 25 tercatat naik dari Rp4,61 triliun pada November 2019 menjadi Rp14,01 triliun pada Desember 2019. Pemeriksaan lebih lanjut menunjukkan peningkatan nilai pada Desember 2019 disebabkan adanya pembayaran angsuran PPh Pasal 25 lebih dari sekali.

Pengujian atas pembayaran PPh Pasal 25 Januari dan Februari 2020 berdasarkan data Modul Penerimaan Negara (MPN) menunjukkan wajib pajak yang sudah membayar 2 kali pada Desember 2019 tidak tidak lagi membayar angsuran PPh Pasal 25 pada Januari 2020.

"Hal tersebut mengindikasikan adanya percepatan pembayaran PPh Pasal 25 yang berdampak pada total penerimaan pajak tahun 2019," tulis BPK.

BPK menemukan di antara pembayaran PPh Pasal 25 pada Desember 2019, terdapat pembayaran PPh Pasal 25 atas masa pajak Desember 2019 senilai Rp8,87 triliun. Jatuh tempo angsuran PPh Pasal 25 untuk masa pajak Desember 2019 seharusnya jatuh pada 15 Januari 2020. Terdapat pula pembayaran atas masa pajak Februari 2020 pada Desember 2019 senilai Rp292,03 miliar.

Ketika dikonfirmasi oleh BPK, DJP menjelaskan pembayaran angsuran PPh Pasal 25 masa pajak Desember 2019 yang dibayarkan pada bulan tersebut terdiri pembayaran PPh Pasal 25 di awal senilai Rp2,22 triliun dan pembayaran karena dinamisasi dan kesukarelaan wajib pajak senilai Rp6,18 triliun.

BPK menilai secara administrasi, pembayaran angsuran PPh Pasal 25 lebih awal dari jatuh tempo tidak melanggar ketentuan. Hanya saja, DJP seharusnya memberikan perlakuan yang berbeda antara penerimaan pajak tahun pajak 2019 dan penerimaan pajak tahun pajak 2020.

Menurut BPK, masalah ini mengakibatkan pendapatan perpajakan yang terjadi pada laporan operasional (LO) 2019 mengalami lebih saji minimal senilai Rp292,03 miliar. Hal ini terjadi karena Kementerian Keuangan belum memiliki kebijakan akuntansi yang mengatur penerimaan PPh Pasal 25 untuk masa pajak di tahun pajak yang akan datang.

"BPK merekomendasikan kepada menteri keuangan melakukan kajian untuk menyempurnakan standar akuntansi pemerintahan dan buletin teknis terkait, khususnya yang berkaitan dengan pendapatan perpajakan LO, dalam kaitannya dengan penyetoran pajak yang mendahului masa pajak dan tahun pajaknya yang seharusnya," tulis BPK dalam rekomendasinya.

Sebelumnya diulas mengenai mekanisme umum angsuran pajak penghasilan (PPh) Pasal 25 dan angsuran PPh Pasal 25 untuk wajib pajak baru, kali ini akan diulas mengenai angsuran PPh untuk wajib pajak badan tertentu. Wajib pajak badan tertentu tersebut di antaranya bank, wajib pajak lainnya (lembaga keuangan non-bank), perusahaan masuk bursa, serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/ Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Ketentuan mengenai PPh Pasal 25 untuk kategori wajib pajak di atas di atur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 215/PMK.03/2018 (PMK 215/2018). Berikut ulasannya.

Bank

Berdasarkan Pasal 3 PMK 215/2018, dasar untuk penghitungan angsuran PPh Pasal 25 bagi wajib pajak bank adalah laporan keuangan yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang terdiri dari laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi sejak awal tahun pajak sampai dengan masa pajak yang dilaporkan.

Dengan kata lain, laporan keuangan yang digunakan untuk menghitung PPh Pasal 25 akan mengikuti periode pelaporan laporan keuangan bank kepada OJK. Wajib pajak bank diwajibkan untuk melaporkan laporan keuangan setiap bulan kepada OJK.

Adapun, dalam PMK 215/2018 ini digunakan kalimat ‘sampai dengan masa pajak yang dilaporkan’, sehingga dasar perhitungan bersifat kumulatif. Misalnya, dalam menghitung PPh Pasal 25 untuk masa pajak Juli 2019, maka laporan keuangan yang digunakan adalah laporan keuangan periode Januari sampai dengan Juli 2019 dan begitu seterusnya.

Angsuran PPh Pasal 25 bagi wajib pajak bank dihitung berdasarkan penerapan tarif Pasal 17 Undang-Undang No.36 Tahun 2008 jo. Undang-Undang No. 7 Tahun 1993 (UU PPh) atas penghasilan neto berdasarkan laporan keuangan yang disampaikan ke OJK, dikurangi dengan:

PPh yang dipotong dan/atau dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 UU PPh sejak awal tahun pajak sampai dengan masa pajak yang dilaporkan; dan

PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 UU PPh yang seharusnya dibayar sejak awal tahun pajak sampai dengan masa pajak sebelum masa pajak yang dilaporkan.

Untuk menghitung penghasilan neto dalam rangka penghitungan PPh Pasal 25, bank dapat memperhitungkan kompensasi kerugian tetapi tidak boleh memperhitungkan:

penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak; dan

penghasilan dan biaya sebagai pengurang penghasilan neto yang dikenai PPh yang bersifat final dan/atau bukan objek PPh.

Lembaga Keuangan Non-Bank dan Perusahaan Masuk Bursa

PMK 215/2018 menggunakan istilah wajib pajak lainnya untuk merujuk pada lembaga keuangan non bank. Wajib pajak lainnya tersebut mencakup wajib pajak yang melaksanakan kegiatan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penghitungan PPh Pasal 25 untuk lembaga keuangan non-bank dan perusahaan masuk bursa dipersamakan. Dasar penghitunganya adalah laporan keuangan yang disampaikan setiap 3bulan kepada bursa dan/atau OJK yang terdiri dari laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi sejak awal tahun pajak sampai dengan periode yang dilaporkan.

Sama seperti bank, PPh Pasal 25 untuk dua kategori wajib pajak ini juga dihitung berdasarkan penerapan tarif Pasal 17 UU PPh atas penghasilan neto berdasarkan laporan keuangan, dikurangi dengan:

PPh yang dipotong dan/atau dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan Pasal 23 UU PPh sejak awal tahun pajak sampai dengan masa pajak periode yang dilaporkan; dan

PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 UU PPh yang seharusnya dibayar sejak awal tahun pajak sampai dengan masa pajak periode yang dilaporkan.

Untuk menghitung penghasilan neto dalam rangka penghitungan PPh Pasal 25, Lembaga keuangan non-bank dan perusahaan masuk bursa dapat memperhitungkan kompensasi kerugian tetapi tidak boleh memperhitungkan: penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak; dan

penghasilan dan biaya sebagai pengurang penghasilan neto yang dikenai PPh yang bersifat final dan/atau bukan objek PPh. Angsuran PPh Pasal 25 yang dihitung di atas merupakan angsuran PPh Pasal 25 untuk 3 masa pajak setelah periode yang dilaporkan.

BUMN & BUMD

Dalam PMK 215/2018, perhitungan PPh Pasal 25 BUMN dan BUMD selain bank, perusahaan masuk bursa, dan wajib pajak lainnya, dihitung berdasarkan penerapan tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh atas penghasilan neto berdasarkan ‘Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan Tahun Pajak’ yang bersangkutan yang telah disahkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS),dikurangi dengan:

pemotongan dan/atau pemungutan PPh Pasal 22 dan Pasal 23, serta PPh Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu.

Lalu, jumlah tersebut dibagi 12 bulan. Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan harus disampaikan ke KPP terdaftar pada bulan Januari, atau sebelum batas waktu pembayaran PPh Pasal 25 Masa Pajak pertama tahun pajak berjalan.

Dalam hal Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan belum dilaporkan atau belum disahkan, maka besarnya PPh Pasal 25 berdasarkan PPh Pasal 25 masa pajak sebelumnya.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar