Respon Mega, Muslim: Kader PDIP Pimpin RI, Bikin Negara Makin Nyungsep

Rabu, 11/11/2020 11:01 WIB
Presiden Jokowi dan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarno Putri. (Pontas).

Presiden Jokowi dan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarno Putri. (Pontas).

Jakarta, law-justice.co - Banyak kalangan yang mengkritik pernyataan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri yang menyebut kondisi Jakarta saat ini amburadul.

Salah satunya datang dari Pengamat Politik, Muslim Arbi.

Membalas pernyataan Megawati itu, dia menyatakan bahwa kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memimpin Indonesia membuat negara makin nyungsep dan angka pengangguran makin meningkat.

“Kalau Mega menyebut Jakarta jadi amburadul justru negara makin nyungsep sejak kader PDIP memimpin bangsa Indonesia,” katanya, Rabu 11 Oktober 2020.

Selain itu menurut dia, pertumbuhan ekonomi Indonesia di bawah kepemimpinan kader PDIP itu justru tidak sesuai dengan target.

“Omongannya yang gede seperti ekonomi meroket tapi kinerjanya nol besar,” ungkapnya.

Dia menambahkan, kader PDIP yang menjadi pemimpin Indonesia itu juga hanya mengandalkan pencitraan dibantu para buzzer.

“Rakyat sudah paham ketidakmampuan dalam mengelola negara. Sebuah undang-undang yang sangat krusial salah ketik bisa ditandatangani. Ini sebuah kesalahan fatal dilakukan kader PDIP yang menjadi Presiden Indonesia,” jelas Muslim.

Sebelumnya, Kondisi DKI Jakarta saat ini dinilai sangat amburadul oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Atas kondisi itu, Megawati mengaku sangat menyayangkannya.

Hal itu disampaikan Megawati dalam acara pemberian penghargaan `Kota Mahasiswa` atau `City of Intellectual` berdasarkan riset yang dilakukan oleh tim yang dipimpin guru besar Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Hafid Abbas, Selasa (10/11/2020).

Ketiga daerah yang mendapatkan penghargaan itu adalah Kota Semarang, Kota Solo, dan Kota Surabaya.

"Terima kasih yang jadi peringkat kesatu, kedua, dan ketiga, Semarang, Solo, Surabaya, itu adalah anak-anak dari partai saya," kata Megawati dalam keterangan tertulisnya.

Menurut Megawati, para kepala daerah bisa membangun kotanya menjadi city of intellectual atau kota yang berilmu pengetahuan karena mereka selalu diajari di PDIP. Megawati meminta kepala daerah dari PDIP membangun daerahnya tanpa meninggalkan kecerdasan warganya.

"Saya bilang ke Hendi (Wali Kota Semarang), ketika saya rekomendasi, tugasmu cuma satu, bikin Kota Semarang jadi bagus seperti kriteria disampaikan Pak Hafid Abbas tadi," ujar Megawati.

"Sama juga sama Rudy di Solo. Saya tugasi, tolong bikin rakyat di Solo nyaman. Saya dengar universitas di sana ini juga buka bagian boga. Bayangkan Kota Solo itu makanannya enak-enak. Saya pernah diajak kawan saya, mau salat Subuh, kembali salat subuh lagi, untuk wisata kuliner. Rasanya enak dan murah meriah. Tapi intinya, kenapa Solo bisa demikian? Karena pemimpinnya mengerti dan mendalami kebutuhan rakyatnya," beber Megawati.

Megawati kemudian menyayangkan kampus Universitas Negeri Jakarta (UNJ) di Rawamangun, Jakarta, belum masuk kategori city of intellect. Padahal prasasti pertama kali visi city of intellect justru berada di sana.

"Sayang kan kalau Rawamangun belum berhasil jadi city of intellect. Jadi para akademisi, saya mohon sangat, secara akademis kita melihat kita ini tujuannya mau ke mana," kata Megawati.

Presiden ke-5 RI itu mengaku menjadi saksi hidup kondisi Jakarta pada 1950-an. Namun, menurut Megawati, kondisi Jakarta saat ini menjadi amburadul, yang seharusnya menjadi kota berpengetahuan.

"Karena saya juga saksi hidup di Jakarta ini. Dulu waktu pindah dari Yogyakarta ke Jakarta pada 1950. Tetapi sekarang Jakarta ini jadi amburadul. Karena apa? Seharusnya jadi city of intellect bisa dilakukan. Tata kota, masterplan-nya, siapa yang buat? Tentu akademisi, insinyur, dan sebagainya," ulas Megawati.

Megawati mengingatkan kembali bahwa visi `Kota Mahasiswa` atau `City of Intellectual` yang ditelurkan oleh Bung Karno itu terjadi pada 15 September 1953. Bagi Megawati, pemikiran Bung Karno itu melampaui zamannya.

"Hal ini berarti pemikiran Bapak Sukarno 50 tahun lebih maju dibandingkan dengan perkembangan pemikiran internasional saat ini, yang baru melakukan pemeringkatan Kota Mahasiswa," tutupnya.

 

 

 

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar