KPK Pantau Kasus Setneg dan DKI yang Berebut Sertifikat Monas

Kamis, 05/11/2020 12:35 WIB
Setneg dan DKI Jakarta Berebut Serifikat Monas

Setneg dan DKI Jakarta Berebut Serifikat Monas

Jakarta, law-justice.co - KPK menggelar rapat koordinasi (rakor) dengan Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait upaya sertifikasi tanah Monumen Nasional (Monas). KPK ikut memantau perkembangan sertifikasi Monas di mana ada perbedaan antara Setneg dan Pemprov DKI.

Rakor itu dihadiri oleh Sekretaris Kemensetneg Setya Utama, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi DKI Jakarta Dwi Budi Martono, Kepala Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) DKI Jakarta Pujiono. Ada juga Inspektur Kemensetneg, Kepala Biro Umum Kemensetneg, Kepala Bagian Barang Milik Negara (BMN) Kemensetneg, Kepala Kantor Pertanahan BPN Jakarta Pusat, Asisten Deputi Perekonomian, dan Kepala Unit Pengelola Kawasan (UPK) Monas.

"Bagi KPK, intinya adalah bahwa aset tanah negara, termasuk tanah Monas, harus dikuasai oleh negara. Jangan sampai aset negara dikuasai oleh pihak lain. Oleh karena itu, fokusnya adalah agar ada percepatan sertifikasi aset, sehingga aset dapat diselamatkan dan dikelola oleh negara," kata penanggung jawab Satgas Wilayah II KPK Basuki Haryono, dalam keterangannya, Kamis (5/11/2020).

Berdasarkan informasi yang disampaikan Kemensetneg kepada KPK, hingga kini tanah kawasan Monas belum bersertifikat. Kawasan Monas masih berada dalam pengelolaan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Dalam keterangan KPK, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ingin mensertifikasi tanah Monas atas nama Pemprov DKI Jakarta. Usulan itu telah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo.

"Gubernur DKI Jakarta sudah mengirimkan surat kepada presiden, bahwa kami akan melakukan pensertifikasian Monas atas nama Pemprov DKI. Selanjutnya, gubernur sudah pula menyampaikan surat usulan pensertifikasian Monas kepada BPN," ujar Kepala BPAD DKI Jakarta Pujiono dalam keterangan dari KPK.

Keinginan Gubernur Anies Baswedan tidak sejalan dengan keinginan dari Kemenseteg. Keterangan dari KPK menceritakan, Kemensetneg pada 23 September 2020 telah berkoordinasi dengan Kantor Wilayah BPN Provinsi DKI Jakarta. Disebutkan, telah disepakati perlu ada pertemuan tripartit antara Kemensetneg, BPN, dan Pemprov DKI Jakarta.

Pada 24 Juli 2019, Kemensetneg telah mengirimkan surat permohonan kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/BPN untuk menerbitkan hak atas tanah Monas dengan sertifikat hak pakai atas nama Kemensetneg.

Bahkan, lanjut Setya, pada 9 Agustus 2017 lalu Kemensetneg sudah melakukan pengukuran bersama yang melibatkan Kementerian ATR/BPN dan Pemprov DKI Jakarta. Berdasarkan hasil pengukuran awal tim Kantor Pertanahan (Kantah) BPN Jakarta Pusat, luas kawasan Monas adalah 734.828 hektar.

"Berdasarkan pertemuan dengan Deputi Pencegahan KPK pada 19 Oktober 2020, Pemprov DKI Jakarta menyerahkan sepenuhnya proses sertifikasi apabila akan dilakukan atas nama Kemensetneg. Namun, perlu dilakukan beberapa hal. Satu, koordinasi antara Kemensetneg dengan Pemprov DKI dan BPN. Dua, dirumuskan alas hukum sebagai dasar sertifikasi dan dasar penarikan surat permohonan Pemprov DKI Jakarta kepada Presiden," kata Setya seperti dalam keterangan KPK.

Lebih jauh, Setya mengungkapkan usulan Kemensetneg agar rencana pengelolaan kawasan Monas dilakukan dengan mekanisme pinjam pakai antara pihaknya dan Pemprov DKI Jakarta. Artinya, kata Setya, tanah Monas menjadi aset negara, dalam hal ini dalam penguasaan Kemensetneg, yang dipinjampakaikan kepada Pemprov DKI Jakarta selama 5 tahun dan dapat diperpanjang.

Menanggapi usulan Kemensetneg, Kepala Kanwil BPN Provinsi DKI Jakarta Dwi Budi Martono menyatakan bahwa bila kawasan Monas akan dikerjasamakan antara Kemensetneg dan Pemerintah DKI, mekanisme yang bisa dianjurkan adalah penerbitan Hak Pengelolaan (HPL) atas nama pemerintah pusat, dalam hal ini Kemensetneg. Lalu, untuk Pemerintah DKI bisa mendapatkan Hak Guna Bangunan (HGB) bila akan dipakai untuk usaha pengelolaan Monas.

"Jadi, sarannya adalah penerbitan HPL atas nama pemerintah pusat, c.q. Kemensetneg. Dua, di atas HPL itu diberikan HGB atas nama Pemprov DKI Jakarta, c.q. instansi yang ditunjuk, mungkin bisa BUMD," ucap Budi seperti dalam keterangan KPK.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar