Hasil Survei Tunjukkan Kekecewaan Terhadap Jokowi Meningkat

Rabu, 28/10/2020 21:49 WIB
Publik yang kecewa dengan Jokowi makin meningkat (detikcom)

Publik yang kecewa dengan Jokowi makin meningkat (detikcom)

Jakarta, law-justice.co - Satu tahun Jokowi memimpin di periode kedua tak memuaskan publik. Hal itu dapat diketahui dari hasil survei Indonesia Political Opinion (IPO) yang menunjukkan adanya peningkatan angka kekecewaan terhadap kinerja Jokowi.

Survei dilakukan dengan metode purposive sampling yang terhadap 170 orang pemuka pendapat (opinion leader) yang berasal dari peneliti Universitas, lembaga penelitian mandiri, dan asosiasi ilmuwan sosial/perguruan tinggi.

Sementara survei terhadap massa pemilih nasional dilakukan dengan metode multistage random sampling terhadap 1.200 responden di seluruh wilayah proporsional Indonesia dengan margin of error dalam rentang 2,9 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Periode survei 12-23 Oktober 2020

"Jika dibandingkan pada survei periode Juli 2020, kekecewaan pada Presiden meningkat dari 33.5 persen menjadi 51 persen. Begitu halnya dengan Wapres, dari 42.5 persen responden menyatakan tidak puas, meningkat menjadi 67 persen." ujar Direktur IPO Dedi Kurnia Syah dalam keterangan tertulisnya, Rabu (28/10/2020).

Dari hasil survei, faktor paling berpengaruh terhadap kekecewaan presiden dan wapres adalah faktor kepemimpinan 75 persen, keberpihakan pada rakyat 71 persen, integritas atau ketepatan janji 66 persen, koordinasi antar lembaga 69 persen dan empati atau aspiratif 53 persen.

Dalam bidang Ekonomi, penilaian publik atas kinerja pemerintah cukup menegaskan ketidakpuasan, hal ini terlihat dari akumulasi respon buruk (51%) dan sangat buruk (6%) mencapai 57 persen. Sementara respon positif hanya mampu menyerap 43 persen.

"Menko Ekonomi Airlangga Hartarto sendiri mendapat respons kepuasan publik hanya di urutan ke 6 dengan persentase 36 persen, persepsi ini cukup menegaskan jika performa Airlangga dianggap mengecewakan," ungkap Dedi.

Kekecewaan publik atas kondisi ekonomi ini dipengaruhi beberapa hal, di antaranya persepsi mahalnya harga bahan pokok (58%), sulitnya mencari pekerjaan (44%), sulitnya melakukan transaksi perdagangan/jual beli (38%) dan pengaruh lain (34%).

Sementara bidang penegakan hukum, ketidakpuasan publik mencapai 64 persen, angka ini menjadi yang tertinggi dari bidang lain. Beberapa faktor yang mempengaruhi penilaian publik, adalah buruknya pemberantasan korupsi (62%), lemahnya independensi penegak hukum (56%), ancaman kebebasan berpendapat (52%), kualitas kebijakan (48%), dan faktor lain (36%).

"Performa pemberantasan korupsi menjadi pemantik terbesar buruknya bidang penegakan hukum, terlebih kurun periode survei berbagai persoalan korupsi semakin menguat, bahkan kepuasan terhadap Menko Polhukam Mahfud MD hanya berada di urutan ke 7 dengan persentase 34 persen, tertinggal jauh dari anggota Kemenko Polhukam Tito Karnavian 49 persen, Prabowo Subianto 57 persen." katanya.

Masih dalam kluster Menko Polhukam, bidang politik dan keamanan juga mendapat respon kepuasan lebih rendah dibanding ketidakpuasan, hanya 49 persen menyatakan puas. Beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi publik terkait kondisi Politik dan keamanan, adalah: kebebasan berbeda pendapat (49%), kriminalitas (45%), perasaan aman (41%), ketertiban umum (36%), dan pengaruh lainnya (31%).

Lalu bidang sosial dan humaniora, Persepsi publik berbagi angka ketidakpuasan tercatat sebesar 50 persen. Beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi publik terkait kondisi Sosial, Politik dan Humaniora, adalah: Pengelolaan toleransi (51%), konflik sosial (46%), kesejahteraan (45), keadilan (38%), dan hal lainnya (27%).

"Secara umum kluster sosial mendapat penilaian baik, meskipun setara dengan tidak baiknya. Pemerintah terbantu dengan program-program bantuan selama pandemi, dan itu mendapat respon positif di masyarakat." tutupnya.

(Nikolaus Tolen\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar