Desmond J. Mahesa, Wakil Ketua Komisi III DPR RI

Saat Sumpah Pemuda Jadi Sarana Penguasa Mempertahankan Kursi Kuasanya

Rabu, 28/10/2020 07:54 WIB
Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Desmond J. Mahesa (Ist)

Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Desmond J. Mahesa (Ist)

Jakarta, law-justice.co - Seminggu yang lalu, sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menggelar demo di Jakarta dan beberapa kota lainnya di Indonesia menuntut supaya Presiden mengeluarkan Perpu membatalkan berlakunya Undang Undang Cipta Kerja.

Mereka mengancam untuk berdemo membawa massa lebih besar lagi pada Hari Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober jika Presiden tidak mengindahkan tuntutannya. "Apabila bapak presiden tidak dapat melakukan hal tersebut dalam jangka waktu 8 x 24 jam sejak ultimatum dilakukan, maka akan ada gerakan besar dari mahasiswa seluruh Indonesia tepat pada Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2020," kata Koordinator BEM SI, Remy Hastian di Patung Kuda Arjuna Wijaya, Jakarta Pusat, Selasa (20/10/2020).

Ancaman demo mahasiswa pada 28 Oktober yang bersamaan dengan peringatan Hari Sumpah Pemuda membawa makna tersendiri bagi gerakan pemuda dan mahasiswa dalam upayanya mengoreksi perjalanan pemerintahan yang sekarang berkuasa. Mengapa kaum muda selalu menjadi ikon perubahan sejarah perjalanan bangsa ?, Bagaimana akal akalan penguasa untuk mengkapitalisasi peringatan Sumpah Pemuda sebagai sarana mempertahankan kekuasaannya ?.

Sumpah Pemuda dan Koreksi Penguasa

Sumpah pemuda dirumuskan oleh pemuda dan pemudi bangsa Indonesia pada tanggal 27-28 Oktober 1928 saat berlangsungnya Kongres Pemuda Indonesia II yang berlangsung di Batavia. Pemuda II merupakan lanjutan dari Kongres Pemuda I yang telah dilaksanakan sebelumnya yaitu pada tanggal 30 April-2 Mei 1926.

Kongres Pemuda Indonesia II ini melahirkan sebuah sumpah yang menunjukkan tentang eksistensi negara Indonesia. Bunyi yang terkandung pada Sumpah Pemuda mempunyai makna yang mendalam bagi pemuda dan pemudi dalam mencintai dan mengakui Indonesia sebagai tanah airnya.

Ada makna yang mendalam bagi sejarah bangsa ini dalam isi Sumpah Pemuda yang dicetuskan pada 28 Oktober 1928 itu, yakni ikrar bertanah air satu, berbangsa satu, berbahasa satu: Indonesia.

Pertama: Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.Kedoea: Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.Ketiga: Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.

Tujuan Kongres Pemuda II antara lain: (1) Melahirkan cita cita semua perkumpulan pemuda pemuda Indonesia, (2) Membicarakan beberapa masalah pergerakan pemuda Indonesia; serta (3) Memperkuat kesadaran kebangsaan dan memperteguh persatuan Indonesia.

Lahirnya sumpah pemuda sebagaimana tertuang disitus resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, dilatarbelakangi oleh karena beberapa faktor antara lain faktor kebijakan politik Pemerintah Belanda dan kemunculan berbagai organisasi kepemudaan saat itu di Indonesia.

Berbagai kebijakan pemerintah kolonial Belanda saat itu telah mengakibatkan kemiskinan dan penderitaan rakyat di Nusantara. Menjadi suatu kenyataan meskipun Nusantara mengandung potensi kekayaan yang luar biasa namun masyarakatnya miskin karena kebijakan kebijakan pemerintah Belanda yang tidak berpihak kepada mereka. Pada sisi lain gerakan untuk membebaskan bangsa Indonesia melalui kekuatan senjata mudah sekali dipatahkan oleh penjajah Belanda.

Sementara itu pada saat yang sama pada saat itu muncul berbagai organisasi kepemudaan berdasarkan corak atau sifat yang berbeda-beda, antara lain:bercorak keagamaan atau sekuler serta bercorak kedaerahan atau bersifat nasional.

Beberapa organisasi pemuda pada masa pergerakan nasional yaitu Boedi Oetomo, Sarekat Islam, Indische Partij, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Perkumpulan Politik Katolik Jawi, Taman Siswa dan lainnya.

Berbagai organisasi pergerakan nasional tersebut rupanya belum mampu menciptakan persatuan yang kokoh untuk bersama-sama melawan penjajah kolonial Belanda. Sebabnya masing masing organisasi  masih memikirkan bagaimana organisasinya sendiri  berkembang dan tidak memikirkan kepentingan bersama demi Indonesia merdeka.

Kondisi tersebut menjadi pemikiran serius dari kalangan pemuda untuk mewujudkan gerakan persatuan dan kesatuan di antara berbagai organisasi guna melawan Pemerintah Belanda melalui jalur pergerakan untuk menghimpun kekuatan demi persatuan bangsa demi menuju Indonesia merdeka.

Dengan demikian, lahirnya Sumpah Pemuda merupakan titik awal dimulainya perjuangan  bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan dari penjajahan Belanda. Pemuda dan pemudi pada saat itu rela berkorban waktu, tenaga, pemikiran, bahkan berkorban secara materiil dan moral untuk membuat Indonesia bersatu untuk merdeka.

Jika kita hitung sampai sekarang sudah 92 tahun sejak 28 Oktober 1928 ketika sumpah pemuda di cetuskan, saat itu para pemuda “melawan “ pemerintaan penjajahan Belanda melalui suatu gerakan untuk menumbuhkan kesadaran berbangsa dan bernegara guna mencapai Indonesia merdeka.

Kali ini sesudah 92 tahun berlalu, momentum itu datang lagi dengan bangkitnya kesadaran para pemuda dan mahasiswa untuk “melawan” keangkuhan penguasa yang dinilai secara sewenang wenang telah mengeluarkan sebuah Undang Undang Omnibuslaw Cipta Kerja yang banyak cacatnya.

Pada hakekatnya demo yang dilakukan mahasiswa yang bertepatan dengan peringatan hari Sumpah Pemuda merupakan bentuk protes atau kritik kepada penguasa dari kalangan mahasiswa dan pemuda yang selama ini memang dikenal sebagai pengawal pejabat negara dalam mencapai tujuan berbangsa dan bernegara. Jadi kalau dulu pemuda berjuang melalui sumpahnya untuk melawan Belanda menuju Indonesia merdeka, kali ini mereka berjuang melawan penguasa supaya membatalkan Undang Undang yang diyakini tidak berpihak kepada kepentingan rakyat Indonesia.

Dalam perjalanan sejarah, pemuda dan mahasiswa memang  merupakan golongan yang amat diharapkan untuk bersikap ketika terjadi ketidakadilan dan kesewenang wenangan yang dilakukan oleh penguasa. Kalangan akademis selalu diharapkan dapat bersuara paling lantang saat terjadi hal yang tidak wajar di negeri kita tercinta.

Koreksi dan kritik dari mahasiswa baik melalui tulisan maupun demo demo  kerap memegang peranan penting yang bisa menjadi penyebab terjungkalnya kursi penguasa. Terlepas dari ada tidaknya kelompok penunggang, namun beberapa peristiwa penting memang dibidani kelompok pemuda dan mahasiswa. Peristiwa seperti Malari merupakan salah satu bentuk budaya kritis mahasiswa pada masanya. Selain itu, ada pula peristiwa 1998 yang membuka keran demokrasi di Indonesia setelah tumbangnya penguasa Orba yang sudah bercokol 32 tahun lamanya.

Dilingkungan dunia pergerakan, pemuda dan mahasiswa sering dilabeli dengan predikat yang membuat para penguasa harus selalu waspada. Mereka memiliki sejumlah peran yang bisa membuat berakhirnya masa berkuasa sang penguasa. Peran-peran tersebut adalah mahasiswa sebagai agent of change, iron stock, social control, moral force dan lain lainnya.

Pemuda dan mahasiswa sebagai agent of change atau agen perubahan, berarti berperan aktif di dalam perubahan sosial yang ada di sekitarnya. Pemuda dan mahasiswa akan bergerak ketika terjadi kondisi yang tidak ideal di negaranya. Mereka akan berperan aktif untuk mengubah kondisi tersebut ke titik yang ideal sebagaimana yang diyakininya.

Peran pemuda dan mahasiswa  sebagai iron stock, berarti kalangan intelektual kampus tersebut adalah aset, cadangan, dan harapan bagi masa depan bangsa. Golongan pemuda ini dianggap sebagai calon pemimpin masa depan yang telah berhasil  mempelajari kesalahan pemimpin masa kini untuk menggantikannya menjadi pemimpin masa depan menjadi harapan seluruh warga bangsa.

Selanjutnya saat melihat kondisi yang tidak beres, pemuda dan mahasiswa memiliki peran sebagai social control atau kontrol sosial terhadap kebijakan penguasa. Melalui kapasitasnya sebagai intelektual, mahasiswa berperan untuk membereskan kondisi sosial yang terjadi baik di masyarakat atau pemerintah yang berkuasa. Saat pemerintah melakukan kebijakan yang merugikan rakyat, mahasiswa akan turun ke jalan untuk menunjukkan kepedulian kepada rakyat untuk membela kepentingan mereka.

Pemuda dan Mahasiswa juga berperan sebagai moral force atau kekuatan moral karena kebanyakan pemuda dan mahasiswa merupakan sosok yang belum banyak terkontaminasi dalam kehidupannya. Sosok ideal yang melekat dalam dirinya yang terbebas dari kelompok kepentingan menjadi kekuatan sendiri untuk mendorong perubahan kearah yang lebih baik sekaligus kontrol kepada mereka yang sedang berkuasa.

Sebagai pemegang label kekuatan moral, suara pemuda dan mahasiswa identik dengan suara rakyat yang sebenarnya meskipun ada juga pemuda dan mahasiswa yang telah dikendalikan oleh tokoh tokoh politik dan pemilik modal yang banyak uangnya. Tetapi rata rata mahasiswa masih memegang teguh identitas dirinya sebagai kaum pembela rakyat atau kaum miskin papa. Itu sebabnya suara pemuda dan mahasiswa biasanya sangat ditakuti oleh penguasa zalim yang takut akan kehilangan kursinya.

Berdasarkan kondisi-kondisi di atas, mahasiswa yang kritis adalah hal yang amat wajar bahkan sangat dibutuhkan apalagi ditengah kondisi dimana kelompok oposisi sudah banyak yang dikebiri oleh penguasa. Sementara itu kelembagaan formal yang seharusnya menjadi pengontrol jalannya pemerintahan sudah berhasil dijinakkan oleh pemilik kuasa.

Bulan bulan terakhir ini menjadi babak baru dalam sejarah Indonesia dimana lembaga perwakilan menjadi ajang hujatan orang orang yang selama ini diwakilinya.  Mereka dinilai telah berkhianat karena  telah  bergandeng tangan bersama pemerintah mengesahkan beberapa Undang Undang yang disinyalir tidak berpihak kepada rakyat yang seharusnya dibela. Sebagai contoh Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan, RUU Ketenagakerjaan, RUU Minerba, Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK), dan beberapa RUU lain yang dinilai paling  bermasalah  yaitu UU Omnibuslaw Cipta Kerja .

Merespons lahirnya beberapa Undang Undang tersebut, pemuda dan mahasiswa hampir seluruh Nusantara telah menyuarakan aspirasinya melalui aksi aksi demo yang digelar diberbagai kota. Aksi demo demo mereka bukan hanya diikuti oleh para pemuda dan mahasiswa tapi juga oleh para pelajar STM bahkan dosen dosennya ikut serta. Belum lagi komponen buruh dan elemen masyarakat lainnya seperti tokoh bangsa dan tokoh ulama yang ikut angkat suara.

Uniknya menanggapi merebaknya demonstrasi dimana mana, pemimpin bangsa yang di harapkan bisa menemui mereka untuk menerima kedatangan para pengunjukrasa justru pergi ke Kalimantan untuk menyaksikan ternak bebek disana.

Menanggapi hal ini,tokoh dari Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Said Didu melontarkan kritik pedasnya.Dia mengingatkan bahwa negara itu ada secara de facto karena adanya wilayah, rakyat, dan pemerintah yang berkuasa. Sehinga aneh jika kemudian pemerintah tidak menemui rakyat untuk berbicara dan memilih pergi menemui kumpulan bebek di Kalteng sana. “Jika pimpinan pemerintah selalu menghindar bertemu dengan rakyat dan memilih bertemu bebek atau kegiatan lain, apakah negara masih sehat?” ujarnya lewat akun Twitter pribadinya, Jumat (23/10).

Kapitalisasi Hari Sumpah Pemuda

Sudah 92 tahun lamanya  bangsa Indonesia memperingati Hari Sumpah Pemuda  tanggal 28 Oktober setiap tahunnya.  Istilah sumpah pemuda sendiri sebenarnya baru muncul pada tahun 1931, itu pun hanya dalam sebuah tulisan jurnalistik yang ditulis oleh Sutan Takdir Alisjahbana.

Selanjutnya pada tanggal  28 Oktober 1949, Bung Karno untuk pertama kalinya memperingati hari himne nasional lagu kebangsaan `Indonesia Raya` karya WR Supratman di istana Yogyakarta.

Barulah pada 28 Oktober 1953 pada Kongres Kerapatan Pemuda yang ke-25 istilah Sumpah Pemuda diperkenalkan secara resmi menggantikan istilah Hari lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Pemrakarsanya adalah Muhammad Yamin, kata Sumpah ini terinspirasi dari Sumpah palapa sang Mahapatih Gajah mada.

Dalam catatan sejarah yang ditulis oleh sejarawan JJRizal, peringatan hari sumpah pemuda hampir selalu dimanfaatkan untuk kepentingan mengamankan kursi penguasa. Hal ini terjadi mulai zaman orde lama (Orla), orde baru (orba) bahkan juga orde reformasi khususnya pada pemerintah yang sekarang berkuasa.

Pada awal pemerintahan orde lama  sekitar tahun 1950-an, ketika Soekarno berkuasa, telah terjadi gerakan sparatis di beberapa wilayah di Indonesia. Pemberontakan diantaranya dilakukan oleh PKI, pada tanggal 18 September 1948 yang di pimpin oleh Muso yang berpusat di Madiun sebagai ibukotanya.  Selanjutnya emberontakan DI/TII, pada tanggal 17 Agustus 1949 yang dipimpin oleh Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo. Selain itu Pemberontakan RMS (Republik Maluku Selatan) serta Pemberontakan PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indoneisa).

Rata rata mereka memberontak karena tidak puas dengan pemerintah Pusat di Jakarta karena dianggap mengingkari janji janjinya.Pada masa awal kemerdekaan Indonesia itu pula di peringati Hari Sumpah Pemuda. Peringatan hari sumpah pemuda saat itu selain dijadikan sebagai peringatan ideologi bangsa, juga  dijadikan sebagai senjata untuk memerangi gerakan sparatis yang merebak di beberapa wilayah Indonesia.Presiden  Soekarno saat itu menyebut gerakan sparatis  sebagai penyimpangan atas sumpah 1928.

Kala itu dikabarkan , Soekarno bahkan sampai merekayasa teks Sumpah Pemuda. Dia  menggunakan Sumpah Pemuda untuk menekan para pemberontak yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tindakan Soekarno ini masih bisa dibenarkan karena digunakan untuk menyelamatkan Republik yang masih bayi dari ancaman terpecah belahnya bangsa Indonesia sekaligus untuk menyelamatkan kursi kekuasaannya.,

Pada saat itu mereka mereka yang berseberangan pemikiran dengan penguasa bisa dianggap orang atau pihak yang melawan sumpah pemuda karena dianggap mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

Tumbangnya orde lama yang dipelopori oleh pemuda dan mahasiswa telah melahirkan orde baru dibawah Soeharto sebagai presidennya. Pada masa Orba, hari Sumpah Pemuda dirayakan secara luar biasa. Soeharto menggunakan para pemuda dari golongan mahasiswa untuk menyingkirkan akar-akar Orde Lama yang masih ada.Presiden Soeharto tak menyukai kebijakan politik pendahulunya. T

Tak ada kebijakan politik Soekarno yang dilanjutkan Soeharto sebagai penguasa Orba. Soeharto membuka hubungan dengan Amerika Serikat dan Blok Barat yang sangat dimusuhi Soekarno pada masa ia berkuasa. Dia juga memutus hubungan dengan Rusia dan negara komunis lainnya seperti China  yang merupakan sekutu RI di era Soekarno berkuasa.

Kebijakan politik seperti Nasionalis Agama dan Komunis (Nasakom) atau Manifesto politik/Undang-Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia (Manipol-Usdek) yang merupakan kebanggan Soekarno dibuang jauh-jauh oleh pemerintah Orba.

Namun ada satu hal yang dilakukan Soekarno dan terus dilanjutkan pada era pemerintahan Orba. Tradisi yang dilanjutkan untuk terus dilakukan peringatan setiap tahunnya itu adalah hari sumpah pemuda. Cuma seperti halnya jaman Soekarno, pada masa pemerintahan Soeharto, hari sumpah pemuda juga dikapitalisasi untuk kepentingan politiknya.

Di tangan Soeharto, Sumpah Pemuda menjadi alat pemersatu ala penguasa Orba. Satu Tanah Air, Satu Bangsa dan Satu Bahasa menjadi alasan Soeharto untuk meniadakan kritik, pluralisme dan mengharamkan adanya pendapat yang berbeda. Semua diseragamkan atas nama Sumpah Pemuda dan persatuan bangsa.

Pemimpin orba Soeharto dalam hal ini telah menjelma menjadi seorang penguasa dictator yang memberangus pemikiran-pemikiran para pemuda yang berani mengkritisi penguasa. Mereka banyak yang dibungkam dalam narasi besar demi `pembangunan` bangsa.

Peringatan hari sumpah pemuda pada masa Orba telah digunakan  untuk kepentingan  politik dan kekuasaan belaka. Padahal tidak ada perang, atau pemberontakan,tapi aspirasi dan perbedaan pendapat dibungkam sehingga harus sejalan dengan maunya pemerintah yang sedang berkuasa.

Peringatan hari sumpah pemuda oleh pemerintah Orba telah dikapitalisasi untuk kepentingan politik dan pemerintahannya. Sebagai realisasinya lembaga lembaga pemerintah saat itu begitu rajin mengeluarkan jargon dan tema tema yang berkaitan dengan peringatan hari sumpah pemuda.

Sebagai contoh tema peringatan hari sumpah pemuda yang dikeluarkan oleh  Sekretariat Negara tahun 1981, begini bunyinya :"Dengan semangat Sumpah Pemuda kita tingkatkan disiplin dan kualitas pemuda Indonesia untuk memantapkan kerangka pembangunan Nasional sebagai pengamalan Pancasila."

"`Memantapkan` adalah kata kata khas pemerintah Orba yang artinya  `membuat jadi stabil` segala sesuatunya. Kata ini juga menggambarkan konservatif ala Orba yang makin terasa di periode 1980an ketika Orba masih begitu berkuasa." Demikian ditulis Keith Foulcher, dalam buku Sumpah Pemuda, Makna dan Proses Penciptaan Simbol Kebangsaan yang diterbitkan Komunitas Bambu di Jakarta.

Pada akhirnya ketika Soeharto tumbang setelah 32 tahun berkuasa, peringatan hari sumpah pemuda tetap dilanjutkan dengan nuanasa yang berbeda. Peringatan hari sumpah pemuda pada pasca tumbangnya Orba diperingati lebih egaliter dan bahkan cenderung menjadi ajang balas dendam para pemuda dan mahasiswa kepada penguasa yang telah ditumbangkannya.

Peringatan hari sumpah pemuda yang pada masa orba djadikan sebagai upaya penyeragaman dan pembungkaman atas nama sumpah pemuda pada akhirnya justru menjadi bahan olok olokan pemuda dan mahasiswa.

Pemuda dan Mahasiswa pun memperbaharui sumpah mereka. Plesetan dari Sumpah Pemuda dengan nada heroik disuarakannya.

Kami Pemuda dan Mahasiswa Indonesia Bersumpah :

Bertanah air satu, tanah air tanpa penindasan

Berbangsa satu, bangsa yang gandrung akan keadilan

Berbahasa satu, bahasa tanpa kebohongan

Lalu bagaimanakah halnya dengan pemerintah yang sekarang berkuasa ? Apakah ada upaya untuk mengkapitalisasi peringatan sumpah pemuda untuk menguatkan kekuasaan mereka ?. Tanda tanda ke arah sana sepertinya  sudah mulai terlihat sejak demo merebak di berbagai kota di Indonesia yang menentang RUU omnibuslaw cipta kerja. Meskipun demo itu sendiri adalah hak setiap warga negara termasuk pemuda dan mahasiswa namun aksi demo itu  kini seolah olah menjadi barang haram yang harus dijauhi oleh mereka.

Apalagi demo demo itu berujung anarkis ditandai dengan adanya berbagai kerusakan fasilitas umum yang dilakukan oleh para pengunjuk rasa.  Pelaku kerusakan disinyalir bukan dari kalangan pemuda atau mahasiswa tapi para penyusup yang sengaja menginginkan suasana chaos supaya mahasiswa dan pemuda yang dijadikan tersangkanya.

Dengan adanya suasana chaos serta kerusakan kerusakan yang terjadi diharapkan masyarakat kemudian berbalik arah untuk menentang unjuk rasa sehingga hal ini bisa melemahkan mental pemuda dan mahasiswa untuk terus berunjuk rasa menyampaikan aspirasinya.  Nyatanya sampai sekarang belum juga bisa diungkap siapa pihak yang diduga penyusup yang  melakukan kerusakan kerusakan fasilitas publik selama berlangsungnya aksi unjukrasa.

Menghadapi pengunjuk rasa seyogyanya aparat keamanan kiranya bisa bertindak bijak untuk tidak memperlakukan para pengunjuk rasa dengan kasar seperti dikeroyok, dipukuli maupun ditembak watercanon dan ditembak gas air mata. Karena harus dipahami ketika mahasiswa dan pemuda itu turun kejalan pasti ada sebabnya. Sebabnya adalah karena ada penguasa yang memaksakan kehendaknya.

Memang tidak semua pemuda dan mahasiswa yang berunjuk rasa itu paham dan menguasai RUU yang ditolaknya.  Tetapi jangan dilupakan bahwa mereka bergerak biasanya karena terpanggil oleh suara hati nuraninya. Oleh karena itu ketika unjukrasa dihadapi dengan kekerasan, patutlah kita bertanya pada negara, “apakah aksi demonstrasi yang dilindungi undang-undang patut dibalas dengan aksi kekerasan yang dilakukan oleh kepolisian yang seharusnya mengayomi masyarakatnya?”.

Sementara aktor utama pelaku rusuh belum terungkap juga beredar video yang menggambarkan adanya aparat keamanan yang diduga menyamar menjadi mahasiswa lalu digebuki oleh koleganya. Sampai disini muncul tanda tanya siapa sebenarnya pelaku onar yang sebenarnya selama unjuk rasa ?.

Adanya demo serentak diberbagai kota yang dilakukan oleh kalangan pemuda, buruh dan mahasiswa memang menimbulkan pertanyaan siapa sebenarnya penggeraknya. Rasanya tidak masuk akal juga kalau para mahasiswa itu bergerak karena ada operator yang mengongkosinya sebab selama ini belum ada bukti yang menguatkannya. Kalau memang demikian halnya apakah gerakan unjukrasa itu sebagai bagaian dari upaya murni gerakan moral yang disuarakan mahasiswa atas kebijakan penguasa yang dinilai tidak berpihak kepada kepentingan rakyatnya?.

Yang jelas dengan adanya unjuk rasa menentang omnibuslaw cipta kerja yang dipelopori oleh pemuda dan mahasiswa, tercium adanya upaya penguasa untuk mendegradasi gerakan mereka khususnya melalui buzzer buzzer penguasa yang gencar menyerang aksi aksi unjuk rasa. Ditambah dengan narasi resmi dari Pemerintah sendiri yang menekankan supaya mereka yang tidak puas terhadap RUU omnibuslaw cipta kerja melakukan upaya yudisial review  ke MK.

Alhasil rencana para pemuda dan mahasiswa untuk menggelar unjuk rasa akbar pada tanggal 28 oktober bersamaan dengan peringatan hari sumpah pemuda mendapatkan respons banyak pihak diantaranya Pengamat Politik Boni Hargens yang selama ini dikenal sebagai pendukung penguasa. Ia menyerukan agar para mahasiswa tidak mencemari kesakralan Sumpah Pemuda dengan demo Anarkisnya.

Ia mengatakan, aksi demo adalah bagian dari partisipasi politik dalam demokrasi. Namun, sebaiknya menghindari anarkisme seperti yang sudah terjadi pada tanggal 8 Oktober dan 13 Oktober lalu.“Semua itu tidak mencerminkan kedewasaan dalam berdemokrasi dan hanya merusak citra kaum muda sendiri,” ujarnya kepada Mata Indonesia, Senin 26 Oktober 2020.

Muncul kesan bahwa seolah olah demo anarkis yang terjadi pada beberapa waktu lalu pelakunya adalah para pemuda dan mahasiswa pada hal belum tentu demikian kenyataannya. Semuanya berangkat dari fenomena belum bisa di ungkapnya pelaku anarkis yang sebenarnya dan pihak yang menjadi dalangnya.

Oleh karena itu kepada adik adik mahasiswa yang akan berunjuk rasa tanggal 28 oktober kiranya perlu berhati hati untuk tidak terjebak dalam suatu gerakan yang justru kontraproduktif terhadap upaya untuk mencapai tujuan yang sebenarnya. Karena dalam kondisi demikian selalu ada pihak pihak yang mencari celah dan berusaha mendegradasi gerakan moral mahasiswa untuk kepentingan kekuasaan dan elemen pendukungnya.

Perlu dihindari demo demo yang bersifat anarkis karena hanya akan menimbulkan stigma negative pada gerakan moral pemuda dan mahasiswa. Demo anarkis adalah cara ampuh untuk merusak gerakan mahasiswa. Karena begitu terjadi demo anarkis maka para mahasiswa bisa dicap pelakunya. Ia akan diangggap sebagai anti persatuan, anti kemajuan dan anti pembangunan bangsa. Bertentangan dengan semangat sumpah pemuda yang telah diikrarkan oleh para pendahulu mereka.

Pendeknya saat ini banyak pihak yang menginginkan agar aksi mahasiswa menjadi melemah agar agenda penguasa untuk meloloskan UU Omnibuslaw cipta kerja lancar jaya tidak ada gangguan suatu apa. Karena ketika lembaga pengontrol formal telah gagal menghadang maunya penguasa maka tinggal pemuda dan mahasiswa yang menjadi benteng terakhir yang mampu melawannya. Soalnya ormas ormas besar seperti NU, MUhammadiyah serta guru guru besar dari Universitas ternama sudah tidak dianggap lagi suaranya. Pada hal mereka semua kebanyakan menentang diberlakukannya RUU Omnibuslaw cipta kerja.

Kini perjuangan untuk membatalkan berlakunya omnibuslaw cipta kerja bolanya memang ada di tangan para pemuda dan mahasiswa. Mereka rupanya terus bergerak tak kenal lelah meneruskan perjuangan pendahulunya yang telah berhasil menumbangkan penguasa yang dianggap tidak berpihak kepada kepentingan rakyatnya. Mereka memanfaatkan momen peringatan hari sumpah pemuda sebagai waktu yang tepat untuk mendesakkan aspirasinya.  Apakah perjuangan pemuda dan mahasiswa kali ini akan bisa mencapai tujuan yang diiginkannya ?

 

(Editor\Warta Wartawati)

Share:




Berita Terkait

Komentar