Hina Islam & Nabi Muhammad, GP Ansor Desak Jokowi Bersikap soal Macron

Selasa, 27/10/2020 07:26 WIB
Hina Islam & Nabi Muhammad, GP Ansor Desak Jokowi Bersikap soal Macron. (Detik).

Hina Islam & Nabi Muhammad, GP Ansor Desak Jokowi Bersikap soal Macron. (Detik).

Jakarta, law-justice.co - Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) mendesak Presiden Joko Widodo menyatakan sikap terhadap pernyataan kontroversial Presiden Prancis Emmanuel Macron yang dinilai menghina Islam dan Nabi Muhammad.

Ketua Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor), Luqman Hakim mengatakan, hal itu penting mengingat Jokowi merupakan pemimpin negara dengan penduduk muslim terbesar didunia.

"Sebagai Presiden negara muslim terbesar, Pak @jokowi perlu nyatakan sikap terhadap Macron, mewakili umat Islam Indonesia yang tidak terima agamanya dihina," kata Luqman dalam akun Twitter resminya @LuqmanbeeNKRI, Senin (26/10).

Jika Presiden Jokowi tak bersikap atas pernyataan Macron tersebut, Luqman mengaku khawatir persepsi publik yang menilai Jokowi butuh umat Islam saat Pilpres semata menjadi terbukti sahih.

Luqman menyatakan Macron kerap menghina Islam selama sebulan belakangan ini. Ia mencontohkan pernyataan Macron yang dianggap menyinggung umat muslim adalah kalimat, "Islam adalah agama yang sedang mengalami krisis di seluruh dunia".

"Sudah banyak negara yang nuntut Macron minta maaf pada umat Islam. Sampai saat ini, saya belum dengar/baca pernyataan Pak @jokowi sebagai Presiden negeri muslim terbesar soal ini," kata Luqman.

Sementara itu juru bicara presiden, Fadjroel Rachman tak merespons pesan singkat yang disampaikan saat disinggung soal permintaan GP Ansor.

Gelombang penolakan terhadap pernyataan Macron itu sudah bergema di kawasan Arab dan Timur Tengah. Bahkan, negara-negara seperti Kuwait dan Qatar telah memboikot produk-produk Prancis di toko-toko.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyindir Macron atas kebijakannya terhadap kelompok muslim di Prancis. Ia mengatakan bahwa Macron perlu mengecek kesehatan mental.

Kontroversi pernyataan Macron itu dimulai sejak awal Oktober. Saat itu Macron menyampaikan pernyataan tentang ancaman kelompok radikal Muslim yang ingin mengubah nilai-nilai liberalisme dan sekulerisme di Prancis.

Setelah pernyataan itu, meletus tragedi seorang guru sejarah di Prancis bernama Samuel Paty (47), dipenggal di daerah Eragny oleh seorang pemuda pendatang dari Chechnya, Abdoullakh Abouyezidovitch (18) pada 16 Oktober.

Pemicunya diduga Paty sempat membahas tentang kartun Nabi Muhammad S.A.W., di dalam kelas. Di awal, dia sudah mengizinkan sejumlah pelajar Muslim untuk keluar kelas jika tidak sepakat dengan materi yang dia bahas.

Setelah insiden itu, Macron kembali melontarkan pernyataan kontroversi bahwa pelaku adalah seorang radikal Muslim. Dia menyebut Paty sebagai martir karena mengajarkan kebebasan berpendapat.

 

(Ade Irmansyah\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar