Luhut Sadar Ada Kekurangan di Omnibus Law usai Dikritik Cucunya

Senin, 26/10/2020 05:02 WIB
Luhut Binsar Panjaitan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman (lintasparlemen.com)

Luhut Binsar Panjaitan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman (lintasparlemen.com)

Jakarta, law-justice.co - Penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja masih mengemuka meski sudah 20 hari sejak disahkan.

Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyadari ada yang salah dari proses aturan tersebut.

Menurut Luhut, yang salah dari Omnibus Law UU Cipta Kerja adalah sosialisasi. Produk regulasi yang mengakomodir penggabungan sekitar 79 UU tersebut kurang sosialisasi di masyarakat sehingga banyak mendapatkan penolakan.

“Saya juga dikritik sama anak, sama cucu saya, paling kecil di collage, dia bilang ‘opung ini kurang sosialisasi’, dia bilang gitu, dia ngajari saya, ‘siapin satu website orang bisa melihat’. Itu memang kekurangan pemerintah kami akan perbaiki,” ujar Luhut.

Hal tersebut disampaikan Luhut saat memberikan pengarahan dan sosialisasi terkait Omnibus Law UU Cipta Kerja di Lemhannas RI, Jumat (23/10/2020).

Hadir dalam acara tersebut berbagai elemen masyarakat, terutama akademisi, yang mempertanyakan masalah sosialisasi UU tersebut.

Setelah mendapatkan sejumlah kritik, ungkap Luhut, empat menteri kordinator berkumpul untuk membahas masalah tersebut. Kemudian, disepakati untuk membuat website khusus yang Omnisbus Law UU Cipta Kerja.

Namun, Luhut menegaskan bahwa tidak ada niat jelek dari pemerintah untuk membuat menderita rakyatnya dengan mengesahkan UU Cipta Kerja.

“Kami ingin lebih baik [dengan UU Cipta Kerja]. Kami bicara ke presiden, tidak takut dan berani [lanjut UU Cipta Kerja], tidak bisa ditekan-tekan. [Pemikiran presiden] tidak langsung goyang, karena gini, karena firm. Terus jalan. Website kurang beliau terima,” tuturnya.

Dalam kesempatan itu, Luhut mengingatkan agar demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja dikurangi karena semangat unjuk rasa dinilai tidak murni lagi. Apalagi, sambungnya, ada risiko pandemi Covid-19 yang membahayakan keselamatan manusia.

"Tidak murni lagi spirit mengkritik. Ini tidak baik buat negeri ini. Covid ini dilaporkan naik ke atas. Klaster baru timbul. Kalau hanya sakit [Covid-19], tapi kalau mati tanggung jawab sapa? Kalau mau demo silakan nanti," tambahnya.

Hal serupa sebelumnya disampaikan oleh Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. Menurutnya, komunikasi publik yang diterapkan pemerintah sangat buruk ketika menggodok Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja.

Moeldoko mengungkapkan bahwa Presiden Joko Widodo menegur seluruh jajaran kabinet Indonesia Maju yang dipimpinnya.

"Khusus omnibus Cipta Kerja, memang ada masukan dari banyak pihak. Kami semua ditegur presiden, komunikasi publik kami sungguh sangat jelek," ujar Moeldoko di kantornya.

Menurutnya, pemerintah menjadikan omnibus law ini sebagai bahan pembelajran. Dengan begitu, kata Moeldoko, pemerintah akan memperbaiki gaya komunikasi menjadi lebih baik.

"Ini sebuah masukan dari luar maupun presiden, kami segera berbenah diri untuk ke depan lebih baik," ujar Purnawirawan TNI ini.

Presiden Joko Widodo atau Jokowi sebelumnya secara terbuka telah menegur gaya komunikasi publik para pembantunya terkait UU Cipta Kerja yang dianggap tidak detail menjelaskan aturan sapu jagat itu, sehingga banyak diprotes publik.

Ihwal vaksin virus Corona atau Covid-19 pun menjadi salah satu poin yang disoroti Presiden Jokowi terkait aspek tersebut.

"Soal vaksin Covid-19, ke depan saya minta jangan tergesa-gesa, karena sangat kompleks. Menyangkut nanti persepsi di masyarakat. Kalau komunikasinya kurang baik, bisa kejadian kayak UU Cipta. Dijelaskan detail, jangan sampai masyarakat demo lagi," ujar Jokowi dalam rapat terbatas, Senin (19/10/2020).

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar