Meski Pandemi Paslon Pilkada Dilarang Mati Gaya

Jum'at, 23/10/2020 08:40 WIB
Jika Ada Bencana Nonalam, UU Bolehkan Pilkada 2020 Ditunda. (Harian Momentum).

Jika Ada Bencana Nonalam, UU Bolehkan Pilkada 2020 Ditunda. (Harian Momentum).

Jakarta, law-justice.co - Pasangan calon (paslon), tim kampanye, dan partai politik, memiliki kreativitas cukup rendah atau mati gaya dalam melakukan kampanye di tengah pandemi Covid-19. Menurutnya, kandidat tidak memaksimalkan metode kampanye yang aman dari penularan Covid-19, hal ini dikatakan Peneliti lembaga Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Muhammad Ihsan Maulana

"Paslon, tim kampanye, dan parpol tidak cukup kreatif dalam menggunakan metode kampanye," ujar Ihsan dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Kamis (22/10).

Ia menyebutkan, berdasarkan data dari Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, menunjukkan, metode kampanye yang paling banyak digunakan pada 10 hari pertama masa kampanye ialah pertemuan terbatas.

Sebanyak 9.189 kegiatan kampanye atau 90,3 persen dilakukan dengan cara berkumpul. Bahkan, data 10 hari kedua masa kampanye, jumlah kampanye pertemuan tatap muka meningkat menjadi 16.468 atau 92,1 persen.

Hal ini menunjukkan, pendekatan yang dilakukan oleh paslon, tim kampanye, dan parpol, merupakan kampanye dengan metode lama atau saat kondisi normal. "Paslon, tim kampanye, dan parpol gagal memanfaatkan metode kampanye yang lebih aman ditengah situasi pandemi Covid-19 yang masih cukup tinggi," kata Ihsan.

Selain itu, penggunaan kampanye daring juga masih minim. Secara kuantitatif memang ada peningkatan jumlah penggunaan metode kampanye secara daring dari 69 kegiatan pada 10 hari pertama menjadi 98 kegiatan pada 10 hari kedua kampanye.

Namun, lanjut Ihsan, ketika angka tersebut dipersentasekan dengan banyaknya metode kampanye lain, justru kampanye daring mengalami penurunan persentase penggunaan. Dari 0,7 persen pada 10 hari pertama, menurun pada 10 hari kedua masa kampanye menjadi 0,5 persen.

Hal ini menunjukan, metode kampanye daring masih sangat rendah dan jauh dari harapan. Padahal, menurut Ihsan, jika melihat kampanye pilkada digelar dalam kondisi pandemi Covid-19, seharusnya angka persentase penggunaan kampanye daring yang dinilai lebih aman dari penularan, lebih tinggi dibandingkan pertemuan terbatas atau tatap muka.

Di sisi lain, Ihsan menuturkan, peningkatan angka pelanggaran protokol kesehatan tidak diimbangi dengan pemberian sanksi yang memberikan efek jera. Kode Inisiatif menghitung, ada penurunan jumlah pembubaran kampanye yang signifikan dari 40,7 persen pada 10 hari pertama, menjadi 13,1 persen pada 10 hari kedua.

"Hal ini sangat kontraproduktif dengan meningkatnya jumlah pelanggaran protokol kesehatan yang terjadi selama kampanye," ucap Ihsan.

Ia meminta penyelenggara pilkada bertanggung jawab mendorong paslon melakukan kampanye sesuai dengan peraturan dan menggunakan metode paling aman kala pandemi Covid-19. Penyelenggara berkewajiban memastikan tidak ada lagi pelanggaran protokol kesehatan.

Pelanggar protokol kesehatan seharusnya mendapatkan sanksi yang lebih tegas seperti pembubaran kampanye. Ihsan juga meminta paslon, tim kampanye, dan partai politik melindungi masyarakat dengan mengutamakan metode kampanye yang paling aman, efektif, dan efisien agar tidak terjadinya penularan Covid-19 akibat kegiatan pilkada.

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar