Pemerintah Buat Sertifikat Halal Sendiri, MUI: Kehalalannya Dipercaya?

Minggu, 18/10/2020 11:12 WIB
Ilustrasi Penerbitan Sertifikat Halal. (MNEWS)

Ilustrasi Penerbitan Sertifikat Halal. (MNEWS)

Jakarta, law-justice.co - Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (Wasekjen MUI), Ustaz Tengku Zulkarnain melontarkan komentarnya terkait sertifikat halal yang juga akan dikeluarkan pemerintah.

Selama ini, sertifikasi halal hanya dikeluarkan oleh MUI. Tapi kini, dengan disahkan Undang-Undang Cipta Kerja, aturan sertifikasi halal oleh MUI akan berubah seiring diberlakukannya kebijakan itu.

Undang-Undang (UU) Cipta Kerja atau Omnibus Law mengubah sistem penerbitan sertifikat halal.

Jika sebelumnya hal ini dikeluarkan oleh MUI, maka saat ini kewenangan mengeluarkan sertifikat halal bisa dilakukan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).

Aturan ini pun disoroti Tengku Zul. Menurutnya, jika pemerintah bisa mengeluarkan sertifikat halal sendiri. Bisa saja nanti fatwa MUI soal halal bakal dilanggar.

“Kira-kira jika fatwa halal dari MUI diabaikan. Pemerintah mengeluarkan fatwa halal sendiri dan mengeluarkan sertifikat halal versi Pemerintah tanpa melibatkan MUI dan Ormas Islam. Akankah rakyat percaya kehalalannya…?” tulis Tengku Zul di akun Twitternya.

Sebelumnya, Anggota Komisi Fatwa MUI Aminudin Yakub menilai diberlakukannya kebijakan ini adalah sesuatu yang sangat berbahaya.

Pasalnya, sertifikat halal tidak bisa disamaratakan satu produk dengan produk makanan dan minuman lainnya.

“Bagaimana BPJH mengeluarkan sertifikat halal, kalau itu bukan fatwa. Ini bisa melanggar syariat, karena tidak tau seluk beluk sertifikasi,” kata Aminudin.

Aminudin berpendapat bahwa proses audit makanan dan minuman yang mendapat sertifikasi halal tidak bisa dilakukan secara sembarangan.

“Tentu, kalau bahan yang dipakai ada sertifikasi halal lebih mudah. Tapi kalau tidak kita sarankan untuk mengganti bahan baku,” jelasnya lagi.

Diketahui, dalam Undang-Undang Cipta Kerja yang baru saja disahkan, persoalan mengenai sertifikasi halal memiliki perbedaan dengan UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

Salah satunya terkait siapa pihak yang boleh mengeluarkan sertifikasi ini, dan bagaimana kualifikasi yang harus dimiliki oleh seorang auditor halal.

 

(Ade Irmansyah\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar