Ombudsman Ungkap Kelemahan UU Cipta Kerja Klaster Telekomunikasi

Sabtu, 17/10/2020 17:51 WIB
Ilustrasi Jaringan Telekomunikasi (mediaindonesia.com)

Ilustrasi Jaringan Telekomunikasi (mediaindonesia.com)

Jakarta, law-justice.co - Komisioner Ombudsman Republik IndonesiaAhmad Alamsyah Saragih mengungkapkan kelemahan UU Cipta Kerja pada klaster Pos dan Telekomunikasi. Ia mengatakan ada satu kelemahan Omnibus Law yang belum mengatur secara terinci mengenai pengaturan spektrum radio untuk penyiaran.

"Contoh, frekuensi untuk penyiaran terestrial dan satelit TV berbayar yang selama ini utilisasinya dan pemasukan ke negara sangat rendah," kata Alamsyah dalam siaran pers, Sabtu (17/10/2020).

 

Komisioner Ombudsman ini sangat berharap nantinya pemerintah dapat segera mengatur penggunaan frekuensi untuk broadcasting dan untuk broadband. Dia menuturkan tujuannya agar pemerintah bisa segera mendapatkan digital dividen dari frekuensi yang idle. Setelah UU Cipta Kerja ini disahkan saya berharap pemerintah dapat mengatur tentang alokasi penggunaan frekuensi tersebut di PP.

Kendati demikian, UU Cipta Kerja memberikan amanat kepada negara untuk memastikan terselenggaranya pembangunan sarana dan prasarana telekomunikasi di daerah terpencil, terluar dan tertinggal (3T),

 

Alamsyah mengatakan beleid tersebut memberikan kepastian pembangunan jaringan telekomunikasi yang selama ini menjadi kendala. "Di dalam UU Cipta Kerja yang baru disahkan ini, pembangunan sarana dan prasarana telekomunikasi di daerah 3T mendapat perhatian khusus dari Negara," kata Alamsyah.

Menurutnya, dalam UU Cipta Kerja, pemerintah juga mendorong kerja sama pemanfaatan infrastruktur pasif yang adil, wajar, dan non diskriminatif dalam penyediaan layanan telekomunikasi, dengan tetap mengedepankan kesepakatan bisnis dan mempertimbangkan rencana pemanfaatan jangka panjang.

(Asep Saputra\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar