Sebut 90,1% Setuju Omnibus Law, Lembaga Survei Ini Dinilai Abal-abal

Sabtu, 17/10/2020 08:06 WIB
Direktur Garpu Muslim Arbi sebut Indometer sebagai lembaga survei abal-abal (kabartoday)

Direktur Garpu Muslim Arbi sebut Indometer sebagai lembaga survei abal-abal (kabartoday)

Jakarta, law-justice.co - Pengamat politik Muslim Arbi menilai Indometer adalah lembaga survei abal-abal. Hal itu disampaikannya untuk menanggapi hasil survei dari lembaga tersebut yang menyatakan 90,1 persen masyarakat menyeetujui Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja.

“Indometer itu lembaga survei abal-abal yang menyebut hasil survei 90,1 persen menyetujui UU Omnibus Law Cipta Kerja,” katanya kepada law-justice.co, Sabtu (17/10/2020).

Dia mengatakan apa yang disampaikan oleh lembaga survei Indometer tersebut sudah tak dipercaya lagi oleh masyarakat. Bahkan katanya, hasil tesebut pasti ditertawakan, karena masyarakat saat ini tak terlalu percaya dengan lembaga survei.

“Saat ini rakyat sudah tidak percaya dengan lembaga survei,” ungkapnya.

Menurut Direktur Gerakan Perubahan ini, penguasa akan berusaha untuk menggiring opini melalui lembaga survei, buzzer bahwa UU Omnibus Law Cipta Kerja sangat baik. “Buzzer sudah menjadi musuh rakyat,” papar Muslim.

Temuan survei Indometer menunjukkan sedikit sekali publik yang mendengar atau mengetahui tentang Omnibus Law. Hanya 31,2 persen publik yang tahu, sementara sebanyak 68,8 persen mengaku sama sekali tidak tahu.

Di antara yang mengetahui, hampir semuanya menyatakan setuju dengan Omnibus Law. Sebanyak 90,1 persen publik setuju, hanya 8,6 persen yang terang-terangan menolak, dan sisanya 1,3 persen tidak tahu/tidak menjawab.

“Hanya 30-an persen publik yang mengetahui tentang RUU Omnibus Law Cipta Kerja, di antara yang mengetahui lebih dari 90 persen setuju dengan RUU tersebut,” ungkap Direktur Eksekutif lembaga survei Indometer Leonard SB dalam press release di Jakarta, Jumat (16/10/2020).

Menurut Leonard, hal ini sekaligus menjadi catatan kritis bagi pemerintah, di mana rumusan kebijakan yang dinilai sangat strategis kurang dikomunikasikan kepada publik. Simpang siurnya informasi menyebabkan muncul banyak tudingan hoaks terhadap isi Omnibus Law yang beredar.

Tujuan utama dari UU Omnibus LAw Cipta Kerja adalah untuk menyederhanakan regulasi, di mana perubahan terhadap puluhan UU dilakukan sekaligus, tidak satu per satu. Leonard menambahkan minimnya sosialisasi bisa jadi karena faktor pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia sejak Maret 2020. Pembahasan cenderung dilakukan tertutup oleh pemerintah dan DPR, hingga tiba-tiba disahkan pada awal Oktober 2020.

“Di antara yang menyatakan setuju, alasan utama adalah bahwa Omnibus Law bisa menciptakan lapangan kerja (75,4 persen), hanya 13,4 persen tidak setuju, dan 11,3 persen tidak tahu/tidak jawab,” jelas Leonard.

(Nikolaus Tolen\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar