Sejumlah Aktivis KAMI Ditangkap, PAPD Kecam Kearoganan Aparat
Sejumlah Aktivis KAMI Ditangkap, PAPD Kecam Kearoganan Aparat. (Tribun).
Jakarta, law-justice.co - Perhimpunan Advokat Pro Demokrasi (PAPD) mengecam upaya pemerintah lewat aparat penegak hukumnya yang melakukan penangkapan para aktivis (Senin, 12 Oktober 2020) yang diduga sebagai dalang dibelakang maraknya aksi-aksi terhadap penolakan terhadap Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Direktur Eksekutif PAPD, Agus Rihat P. Manalu mengatakan, pada prinsipnya pihaknya mendukung secara penuh proses penegakan hukum yang dilakukan demi menjaga stabilitas keamanan negara.
Hanya saja kata dia, penegakan hukum tersebut harus dilakukan tanpa tebang pilih dengan mengungkap keseluruhan dalang kerusuhan hingga keakar-akarnya.
"Bahwa hukum harus menjadi Panglima di Negara Hukum dan bukan dimanfaatkan sebagai alat kekuasaan penguasa. Penegakan hukum jangan dijadikan alat untuk mengkebiri hak-hak warga negara yang dijamin oleh Konstitusi Negara khususnya hak berpolitik dan mengemukakan pendapat" ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima Law-Justice, Jumat 16 Oktober 2020.
Kata dia, dalam proses pelaksanaan penegakan hukum yang dilakukan oleh para penegak hukum sebagai representasi negara harus dilakukan dengan cara-cara yang sesuai dengan ketentuan hukum itu sendiri bukan dengan sikap arogansi dan represif dari penegak hukum yang cenderung melanggar hukum.
"misalnya dalam melakukan prosesi penangkapan terhadap orang yang diduga sebagai tersangka harus dilakukan sesuai prosedur hukum dan disertai dengan memberikan hak-hak tersangka secara penuh dan memberikan akses kepada tersangka untuk mendapatkan akses bantuan hukum sesaat yang diduga tersangka ditangkap" ujarnya lagi.
Dia menegaskan, pihaknya menyesalkan prosesi penangkapan terhadap para aktivis yang dilakukan pada hari senin lalu (12/10/ 2020) khususnya terhadap aktivis senior pro demokrasi Moh. Jumhur Hidayat yang dilakukan dengan cara-cara diluar prosedur hukum sebagai mana yang telah ramai diceritakan diberbagai media berdasarkan keterangan dari Alia Febiani yang merupakan istri dari Moh. Jumhur Hidayat.
Para penangkap (polisi) yang berjumlah sekitar 30 Orang pada pagi hari sekitar jam 7 wib langsung merangsek masuk kedalam rumah, naik ke lantai 2 langsung mengetuk kamar pribadi Moh. Jumhur Hidayat dan tidak memberikan kesempatan terhadap Alia Febiani istri dari Moh. Jumhur Hidayat yang juga sedang berada didalam kamar untuk terlebih dahulu menggunakan hijab.
Ketika ditanyakan tentang surat perintah dan maksud kedatangan polisi kerumah Moh. Jumhur Hidayat, hanya dijawab ada surat perintah untuk melakukan penangkapan akan tetapi surat perintah tersebut tidak langsung diberikan saat itu.
Para penangkap (polisi) juga menggeledah seluruh rumah termasuk kedalam kamar anak-anak Moh. Jumhur Hidayat dan membawa seluruh gadget termasuk handphone dan laptop milik anak-anak yang seyogyanya merupakan alat yang digunakan anak-anak untuk sekolah dari rumah sehingga menimbulkan traumatik tersendiri bagi anak-anak.
Para penangkap (polisi) juga tidak mengindahkan portokol kesehatan dengan sebagian dari Para penangkap (polisi) yang masuk kedalam rumah tidak menggunakan masker.
Saat ditegur oleh Alia Febiani istri dari Moh. Jumhur Hidayat terkait protokol kesehatan disaat pandemi seperti sekarang ini, teguran tersebut diabaikan.
Komentar