Resmi Terpilih Jadi Dewan HAM PBB, China & Rusia Dikecam Aktivis Dunia

Rabu, 14/10/2020 11:01 WIB
Presiden Rusia Vladimir Putin (kiri) dengan Prsiden China Xi Jinpiang (kanan) usai s epakat bekerjsama. Foto (VOA Indonesia)

Presiden Rusia Vladimir Putin (kiri) dengan Prsiden China Xi Jinpiang (kanan) usai s epakat bekerjsama. Foto (VOA Indonesia)

Jakarta, law-justice.co - Rusia dan China telah terpilih menjadi anggota Dewan Hak Asasi Manusia PBB untuk periode tiga tahun ke depan. Sementara Arab Saudi gagal dalam upaya untuk memenangkan tempat di badan 47 kursi itu.

Namun hal itu mendapat kecaman dari para aktivis HAM dunia mengingat rekam jejak kelam mereka terkait HAM.

Selain Rusia dan China, Pakistan dan Kuba juga terpilih dalam pemungutan suara yang digelar Selasa (13/10) di markas besar PBB di New York.

Para aktivis sebelumnya memohon kepada negara-negara Uni Eropa untuk berkomitmen tidak memberikan dukungan kepada mereka.

LSM pemantau yang berbasis di Jenewa, UN Watch berkata jika hal tersebut terjadi itu artinya sama saja mengizinkan terpidana pembakaran untuk bergabung dengan pemadam kebakaran.

Pada briefing yang diselenggarakan oleh UN Watch, Presiden dari Citizen Power Initiatives for China dan mantan tahanan politik, Yang Jianli menyatakan China terlibat dalam penghancuran politik di Hong Kong.

"Dengan standar apapun China telah menyalahgunakan prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia PBB. Jika ini adalah pemilihan untuk dewan pelanggar hak asasi manusia PBB, akan lebih dari pantas untuk memilih China, karena mereka memimpin dunia dalam melanggar hak asasi manusia," ucapnya seperti melansir cnnindonesia.com, Rabu 14 Oktober 2020.

Dia mengatakan negara-negara demokrasi memiliki kewajiban untuk memberikan suara menentang Beijing.

Para korban pelanggaran hak asasi manusia di China kata Yang juga berhak mengetahui bagaimana negara-negara demokrasi itu memberikan suara dalam pemungutan suara rahasia.

Seorang aktivis HAM dari Kuba dan putri almarhum pembangkang Oswaldo Payá, Rosa María Payá mengklaim bahwa negara itu menggunakan kursi tersebut untuk melindungi impunitas mereka.

"Mereka, memastikan berbagai tuduhan terhadap mereka dan teman-teman kriminal di Venezuela, China, Rusia, dan Belarusia tidak makmur. Kelompok-kelompok ini bertindak dalam geng yang berkonspirasi bersama untuk menutupi fakta dan mengosongkan isi dan efektivitas dewan hak asasi manusia," kata dia.

Pendapat serupa diberikan ke Rusia dari seorang pembangkang yang dua kali diracun, Vladimir Kara-Murza.

Dia memberi contoh pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Rusia pada kasus yang menimpa pemimpin oposisi di negara tersebut, Alexey Navalny.

"Kami masih heran bahwa Rusia dianggap sebagai kandidat yang sah apalagi kemungkinan besar terpilih," ujarnya sebelum pemungutan suara selesai.

"Telah dikonfirmasi, bahwa [pemimpin oposisi Rusia] Alexei Navalny telah diracuni oleh agen saraf kelas militer yang sangat terkontrol yang diproduksi oleh Rusia yang telah digunakan selama bertahun-tahun oleh dinas keamanan Rusia, tidak menyisakan keraguan siapa yang berada di belakang serangan ini," tuturnya.

Kara mengatakan negara-negara di dewan hak asasi manusia harus menjunjung standar tertinggi dalam kemajuan dan perlindungan hak asasi manusia.

Sebelumnya, Rusia dan China telah terpilih menjadi anggota Dewan Hak Asasi Manusia PBB untuk periode tiga tahun ke depan. Sementara Arab Saudi gagal dalam upaya untuk memenangkan tempat di badan 47 kursi itu.

Pakistan dan Kuba juga terpilih dalam pemungutan suara yang digelar Selasa (13/10) di markas besar PBB di New York. Pemilihan dilakukan untuk mengisi 15 kursi kosong. Prancis dan Inggris terpilih tanpa lawan untuk mewakili Eropa.

Sebanyak 193 negara anggota PBB dapat memberikan suara di setiap wilayah.

China dan Arab Saudi bersaing dengan Pakistan, Uzbekistan, dan Nepal untuk empat kursi. China memperoleh 139 suara, turun dari terakhir kali mencalonkan diri pada tahun 2016 di mana ketika itu meraih 180 suara.

Arab Saudi yang saat ini menjadi Ketua G20 hanya berada di urutan kelima dengan 90 suara, kalah dari Nepal dengan 150 suara.

Kekalahan ini menjadi pukulan telak bagi upaya Saudi untuk meningkatkan citranya setelah pengakuan pembunuhan terhadap jurnalis Washington Post, Jamal Khashoggi.

Kekalahan Saudi menyusul lobi menit-menit terakhir dari organisasi hak asasi manusia yang memperingatkan bahwa kredibilitas badan tersebut akan dipertaruhkan jika Arab Saudi, Rusia, dan China semuanya terpilih berdasarkan sejarah terbaru mereka.

Rusia dalam beberapa pekan terakhir dituduh menggunakan zat saraf kelas militer untuk meracuni pemimpin oposisi Alexander Navalny.

Sedangkan Arab Saudi telah mengakui bahwa pejabat pemerintah memutilasi Khashoggi di konsulat Saudi di Istanbul dua tahun lalu.

Sementara China dituduh mengirim ratusan ribu Muslim Uighur ke kamp pendidikan ulang negara bagian di Provinsi Xinjiang.

(Ade Irmansyah\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar