Benarkah? DPR Sahkan Kertas Kosong di RUU Cipta Kerja

Minggu, 11/10/2020 14:30 WIB
DPR mengesahkan Omnibus law Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja (PantauNews)

DPR mengesahkan Omnibus law Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja (PantauNews)

Jakarta, law-justice.co - Ekonom INDEF Dradjad Wibowo menyatakan Omnibus Law UU Cipta Kerja yang baru disahkan oleh DPR adalah kertas kosong.

Menurutnya, karena seperti pengakuan dari Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas dari Fraksi Partai Gerindra dan anggota tim perumus RUU Cipta Kerja Ledia Hanifa Amaliah dari Fraksi PKS sebagai mantan anggota DPR 2004-2009, Tim Perumus (Timmus) RUU Cipta Kerja belum menyelesaikan tugasnya. Sehingga, baginya DPR tidak memiliki dasar dalam memutuskan UU itu.

Pernyataan Drajad mengaku dalam salah satu acara televisi, Ledia yang ditunjuk Supratman bersama Andreas Eddy Susetyo, anggota Baleg dari Fraksi PDI-P, menjadi tim perumus (timmus) RUU Cipta Kerja menjelaskan bahwa perumusan draf RUU Cipta Kerja mengalami kendala dalam keterbatasan tim terutama dalam penyisiran sinergi isi yang banyak itu.

Dia memaparkan, pengecekan tetap dilakukan, tetapi keterbatasan timmus dan banyaknya UU yang tercakup maka masih ada pelolosan.

Seharusnya, kata Ledia, memang dalam pembahasan tingkat I, minifraksi di Baleg DPR telah memegang draf RUU Cipta Kerja yang sudah bersih. Yang terjadi, hingga 7 Oktober 2020 pun Ledia belum memegang draf RUU Cipta Kerja yang telah bersih.

"Jika benar pengakuan mereka, hemat saya UU Cipta Kerja ini diproses dengan melanggar Tata Tertib (Tatib) DPR sesuai Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib," ujar Drajad.

Drajad menambahkan, karena timmus RUU Cipta Kerja belum menyelesaikan tugasnya maka tidak ada draf hasil timmus yang dilaporkan kepada rapat Panja. Sebagai catatan, lanjutnya, dengan draf awal RUU Cipta Kerja yang 1.000-an halaman, aneh juga jika timmus hanya dua orang, meski dibantu sekretariat Baleg.

Menurutnya, tanpa adanya draf hasil kerja tim perumus (timmus) yang dilaporkan ke rapat panja, berarti tim sinkronisasi (timsin) belum bekerja. Jika diklaim sudah bekerja, lalu draf apa yang mereka selaraskan?

Lebih krusial lagi, lanjutnya, tanpa hasil kerja timsin, panja tidak jelas dasar apa yang membuat Panja memutuskan UU. Padahal, berdasarkan Pasal 163, salah satu acara dalam pengambilan keputusan pada akhir Pembicaraan Tingkat 1 adalah “c. Pembacaan naskah rancangan Undang-Undang”.

"Jadi wajib hukumnya ada naskah RUU yang dibacakan, dan itu adalah naskah hasil kerja timmus dan timsin," tegasnya.

Ketentuan Tatib di atas juga sama dengan bunyi Pasal 104, 106 dan 108 dari Peraturan DPR No. 2 Tahun 2020 tentang Pembentukan Undang-Undang.

Jika melihat proses di atas, papar Drajad, jelas bahwa Pembicaraan Tingkat I untuk RUU Cipta Kerja ini belum selesai. Jadi, bukan hanya soal typo seperti yang diklaim sebelumnya. Ini soal Tatib DPR.

Jika Pembicaraan Tingkat I belum selesai tapi Pembicaraan Tingkat 2 (rapat paripurna) dipaksakan maka dokumen RUU-nya belum ada. Tulisan abcd-nya belum ada yang sah di Tingkat 1. Dokumennya boleh tebal tapi tidak ada tulisannya, alias kertas kosong.

Memang ada Pasal 151 ayat (2) Tatib DPR yang membolehkan mekanisme lain dalam Pembicaraan Tingkat I. Namun, selama proses pembahasan RUU Cipta Kerja kemarin, mekanisme lain ini tidak pernah diputuskan oleh Baleg. Yang dipakai adalah mekanisme standar dalam Tatib DPR.

Rapat Paripurna DPR memang pengambil keputusan tertinggi di DPR. Tapi dengan pelanggaran yang sangat fatal terhadap Tatib DPR di atas, Rapat Paripurna DPR tanggal 5 Oktober 2020 itu mengesahkan naskah RUU Cipta Kerja yang berisi kertas kosong.

"Saya heran, kenapa teman-teman di DPR seceroboh ini dalam membahas RUU yang menyangkut hajat hidup rakyat banyak," tutupnya.

Berikut tata tertib DPR pasal 159 mengatur hal tersebut sebagai berikut:

(1) Tim perumus bertugas merumuskan materi rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat (1) huruf b dan huruf c sesuai dengan keputusan rapat kerja dan rapat panitia kerja dengan menteri yang diwakili oleh pejabat eselon I yang membidangi materi rancangan undang-undang yang sedang dibahas dan alat kelengkapan DPD jika rancangan undang-undang berkaitan dengan kewenangan DPD.

(2) Rapat tim perumus dipimpin oleh salah seorang pimpinan panitia kerja.

(3) Tim perumus bertanggung jawab dan melaporkan hasil kerjanya pada rapat panitia kerja.

Pasal 161 Tatib DPR :

(1) Keanggotaan tim sinkronisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (1) huruf d paling banyak 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota panitia kerja.

(2) Tim sinkronisasi bertugas menyelaraskan rumusan rancangan undang-undang dengan memperhatikan keputusan rapat kerja, rapat panitia kerja, dan hasil rumusan tim perumus dengan menteri yang diwakili oleh pejabat eselon I yang membidangi materi rancangan undang-undang yang sedang dibahas dan alat kelengkapan DPD jika rancangan undang-undang berkaitan dengan kewenangan DPD.

(3) Rapat tim sinkronisasi dipimpin oleh salah seorang pimpinan panitia kerja.

(4) Rancangan undang-undang hasil tim sinkronisasi dilaporkan dalam rapat
panitia kerja untuk selanjutnya diambil keputusan.

(Hendrik S\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar