Tokoh Dewan Gereja Papua Tagih Janji Jokowi Temui Pro Referendum Papua

Minggu, 11/10/2020 00:01 WIB
Demonstrasi Warga Papua Menuntut Referendum di Papua (Ist)

Demonstrasi Warga Papua Menuntut Referendum di Papua (Ist)

Jayapura, law-justice.co - Dewan Gereja Papua mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo yang berisi permintaan agar Presiden Jokowi menghentikan remiliterisasi Papua. Dalam surat terbuka yang dibacakan di Kota Jayapura, Kamis (8/10/2020), Dewan Gereja Papua juga menagih janji Presiden Jokowi untuk bertemu dan berdialog dengan kelompok pro referendum Papua.

Surat terbuka Dewan Gereja Papua itu ditandatangani Ketua Sinode KIGMI Papua Pdt Benny Giay, Presiden PGBWP Pdt Sokratez Sofyan Yoman, Ketua Sinode GKI di Tanah Papua Pdt Andrikus Mofu, dan Presiden GIDI Pdt Dorman Wandikbo. Seperti dikutip dari Jubi, surat itu berjudul “Rakyat Papua Bukan Musuh NKRI, Stop Remiliterisasi Tanah Papua dan Tindaklanjuti Janji Presiden untuk Bertemu Kelompok Pro-Referendum Papua”.

Saat membacakan surat terbuka itu, Pdt Socratez S Yoman menyampaikan pertimbangan Dewan Gereja Papua membuat surat terbuka kepada Presiden. Yoman menyatakan surat terbuka itu disampaikan sebagai respon sejumlah peristiwa yang terjadi di Papua.

Pertama, duka yang berkembang di Papua sejak September 2020. Kedua, Petisi Rakyat Papua pada 4 Juli 2020 yang menolak perpanjangan Otonomi Khusus (Otsus) Papua.

Ketiga, tindakan represif polisi dan TNI yang membubarkan unjuk rasa menolak Otsus Papua di Kampus Universitas Cenderawasih Jayapura pada 28 September 2020. Keempat, remiliterisasi Tanah Papua yang dinilai sebagai siasat Jakarta untuk secara sepihak melanjutkan Otsus Papua, mengembalikan Papua menjadi Daerah Operasi Militer, dan menguasai sumber daya alam di Tanah Papua.

 

Yoman menyatakan surat terbuka itu tidak lahir dari ruang kosong, melainkan lahir dari realitas hidup orang asli Papua. Orang asli Papua mengalami pembungkaman ruang kebebasan berperesi, penangkapan, penyiksaan sewenang-wenang, perampasan hak hidup atau pembunuhan diluar hukum, rasisme, dan perampasan tanah dan sumber daya alam.

Karena itu, kami meminta Presiden sebagai Panglima Tertinggi TNI dan Polri, dan presiden dari negara anggota Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-bangsa [Dewan HAM PBB] untuk menghentikan status DOM atau remiliterisasi Tanah Papua. Karena remiliterisasi itu akan terus mempertontonkan kekuatan militer, tanpa memberi ruang demokorasi serta kebebasan mengemukakan pendapat dan berkumpul kepada orang Papua,” kata Yoman.

Melalui surat terbuka itu, Dewan Gereja Papua juga menagih janji yang disampaikan Presiden Jokowi pada 30 September 2019 untuk bertemu dengan kelompok pro referendum Papua. “Melalui surat ini, kami ingatkan Bapak Presiden untuk menindaklanjuti janji Bapak pada 30 September 2019 yang bersedia bertemu kelompok pro referendum,” kata Yoman saat membacakan surat terbuka itu.

Usai pembacaan surat terbuka itu, Pdt Dorman Wandikbo mempertanyakan kapan Presiden Jokowi akan mewujudkan janjinya bertemu kelompok pro referendum Papua. “Presiden sendiri sudah janji itu. Publik bangsa ini sudah tahu. Mana janji itu? Dewan Gereja Papua tanya, kapan janji yang beliau sampai itu dilaksanakan?”  kata Wandikbo.

Pendeta Socratez S Yoman menambahkan Dewan Gereja Papua mendukung Presiden Jokowi untuk mewujudkan janji itu. Ia menegaskan, dialog antara Jakarta dan kelompok pro referendum sudah menjadi harapan Dewan Gereja Papua, jauh sebelum Presiden Jokowi menyampaikan janji itu.

“Waktu kunjungan Dewan Gereja-Gereja se-Dunia pada 17 Februari 2019, Dewan Gereja Papua merekomendasikan kelompok pro referendum, yaitu United Liberation Movement for West Papua atau ULMWP bertemu dengan Presiden Jokowi. Presiden sudah merespon itu, dan hari ini kami mendukung pernyataan beliau,” kata Yoman.

Pdt Andrikus Mofu mengatakan konflik Papua tidak akan selesai kalau Presiden Jokowi hanya bicara-bicara tanpa niat dan hati untuk menyelesaikan masalah Papua. “Masalah Papua ini masalah Presiden punya hati atau tidak untuk menyelesaikan. Kami tunggu Presiden menyelesaikan. Utus orang tidak akan selesaikan masalah. Presiden yang datang bicara, ya, akan menyelesaikan masalah,” tegas Mofu.

Pdt Benny Giay mengatakan Dewan Gereja Papua bicara menyampaikan surat terbuka dilandasi pemahaman bahwa penghormatan hak asasi manusia (HAM) merupakan semangat dari ajaran agama. “Kami sebut politik Tuhan,” ungkapnya dalam jumpa pers itu.

Menurutnya, ketika Presiden Jokowi bertemu orang Rohingya dan berbicara tentang pembebasan Palestina, Presiden Jokowi sedang berbicara tentang HAM dan menjalankan laku politik Tuhan.”Kami, orang Papua, juga manusia. Kami minta pemerintah tegakkan Bhineka Tunggal Ika. Jakarta bisa bicara dengan Aceh, mengapa dengan kami, Papua, tidak bisa?” ungkapnya kepada Jubi.

(Warta Wartawati\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar