Dipolisikan, Ini Penjelasan Najwa Shihab Wawancara Kursi Kosong Menkes

Rabu, 07/10/2020 05:59 WIB
Jurnalis dan pembawa acara Najwa Shihab (The Jakarta Post)

Jurnalis dan pembawa acara Najwa Shihab (The Jakarta Post)

Jakarta, law-justice.co - Presenter senior Najwa Shihab akhirnya buka suara mengenai laporan polisi yang dilayangkan Relawan Jokowi terkait wawancara kursi kosongnya beberapa waktu lalu.

Melalui akun Instagramnya, presenter program Mata Najwa ini mengaku baru mengetahui laporan soal wawancara kursi kosong untuk Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto tersebut.

"Saya belum tahu persis apa dasar pelaporan, termasuk pasal yang dituduhkan. Saya dengar pihak Polda Metro Jaya menolak laporan tersebut dan meminta pelapor membawa persoalan ini ke Dewan Pers," kata Najwa Shihab, Selasa 6 Oktober 2020.

Pada dasarnya, ia memastikan akan bersikap kooperatif bila keterangannya dibutuhkan, baik dalam laporan tersebut maupun bila dibawa ke ranah Dewan Pers.

Ia pun menjelaskan maksud tayangan kursi kosong beberapa waktu lalu itu untuk mengundang pejabat publik menjelaskan kebijakannya terkait penanganan pandemi. Penjelasan itu, kata Najwa, tidak harus disampaikan di acaranya, melainkan bisa di waktu lain.

"Kemunculan Menteri Kesehatan memang minim dari pers sejak pandemi kian meningkat, bukan hanya di Mata Najwa saja. Dari waktu ke waktu, makin banyak pihak yang bertanya ihwal kehadiran dan proporsi Manteri Kesehatan dalam soal penanganan pandemi," sambungnya.

Minimnya keterangan Menteri Terawan tersebutlah yang mendasari mantan jurnalis Metro TV ini untuk membuat tayangan yang muncul di kanal Youtube dan media sosial.

Sebab baginya, media massa perlu menyediakan ruang untuk mendiskusikan dan mengawasi kebijakan-kebijakan publik.

"Pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan juga berasal dari publik, baik para ahli/lembaga yang sejak awal concern dengan penanganan pandemi maupun warga biasa. Itu semua adalah usaha memerankan fungsi media sesuai UU Pers, yaitu `mengembangkan pendapat umum` dan `melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum`," paparnya.

Ia mengamini bila wawancara kursi kosong belum pernah dilakukan di Indonesia. Namun demikian, metode tersebut sudah lazim di negara yang memiliki sejarah kemerdekaan pers yang cukup panjang.

Di Amerika sudah dilakukan bahkan sejak tahun 2012, di antaranya oleh Piers Morgan di CNN dan Lawrence O’Donnell di MSNBC’s dalam program Last Word.

Kemudian, beber Najwa, wartawan BBC, Andrew Neil di Inggris tahun 2019 lalu juga menghadirkan kursi kosong yang sedianya diisi calon Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson yang kerap menolak undangan BBC.

"Hal serupa juga dilakukan Kay Burley di Sky News ketika Ketua Partai Konservatif James Cleverly tidak hadir dalam acara yang dipandunya," tegasnya.

 
 
 
View this post on Instagram

Saya baru mengetahui soal pelaporan ini dari teman-teman media. Saya belum tahu persis apa dasar pelaporan termasuk pasal yang dituduhkan. Saya dengar pihak Polda Metro Jaya menolak laporan tersebut dan meminta pelapor membawa persoalan ini ke Dewan Pers. Jika memang ada keperluan pemeriksaan, tentu saya siap memberikan keterangan di institusi resmi yang mempunyai kewenangan untuk itu. Tayangan kursi kosong diniatkan mengundang pejabat publik menjelaskan kebijakan-kebijakannya terkait penanganan pandemi. Penjelasan itu tidak harus di Mata Najwa, bisa di mana pun. Namun, kemunculan Menteri Kesehatan memang minim dari pers sejak pandemi kian meningkat, bukan hanya di Mata Najwa saja. Dan dari waktu ke waktu, makin banyak pihak yang bertanya ihwal kehadiran dan proporsi Manteri Kesehatan dalam soal penanganan pandemi. Faktor-faktor itulah yang mendorong saya membuat tayangan yang muncul di kanal Youtube dan media sosial Narasi. Media massa perlu menyediakan ruang untuk mendiskusikan dan mengawasi kebijakan-kebijakan publik. Pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan juga berasal dari publik, baik para ahli/lembaga yang sejak awal concern dengan penanganan pandemi maupun warga biasa. Itu semua adalah usaha memerankan fungsi media sesuai UU Pers yaitu “mengembangkan pendapat umum” dan “melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum”. Sependek ingatan saya, treatment “kursi kosong” ini belum pernah dilakukan di Indonesia, tapi lazim di negara yang punya sejarah kemerdekaan pers cukup panjang. Di Amerika sudah dilakukan bahkan sejak tahun 2012, di antaranya oleh Piers Morgan di CNN dan Lawrence O’Donnell di MSNBC’s dalam program Last Word. Pada 2019 lalu di Inggris, Andrew Neil, wartawan BBC, juga menghadirkan kursi kosong yang sedianya diisi Boris Johnson, calon Perdana Menteri Inggris, yang kerap menolak undangan BBC. Hal serupa juga dilakukan Kay Burley di Sky News ketika Ketua Partai Konservatif James Cleverly tidak hadir dalam acara yang dipandunya. #CatatanNajwa

A post shared by Najwa Shihab (@najwashihab) on

(Ade Irmansyah\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar