Gawat! WHO Sebut Pandemi Setelah Covid-19 Lebih Buruk

Senin, 05/10/2020 13:54 WIB
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus (kompas)

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus (kompas)

Jakarta, law-justice.co - Pandemi Covid-19 yang telah memakan 1 juta nyawa di dunia ternyata bukanlah pandemi terakhir yang paling berbahaya. Pasalnya, setelah Covid-19 akan muncul lagi pandemi baru yang diduga lebih buruk dari Covid-19.

Oleh karena itu, General Director World Health Organization (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus meminta semua negara untuk berinvestasi pada sistem kesehatan.

Hal ini disampaikannya dalam acara bertajuk "Kesiapsiagaan Berkelanjutan untuk keamanan dan ketahanan kesehatan: Mengadopsi pendekatan seluruh masyarakat dan memutus siklus `panik-lalu-lupa`" yang diselenggarakan bersama oleh Finlandia, Prancis, dan Indonesia.

"Selama bertahun-tahun kita memiliki banyak laporan, ulasan, dan rekomendasi yang semuanya mengatakan hal yang sama: dunia tidak siap menghadapi pandemi. Covid-19 telah mengungkapkan kebenaran: ketika semuanya tiba, dunia masih belum siap," kata Tedros Ghebreyesus dalam keterangan pers, Senin (5/10/2020).

Tedros pun mengimbau agar semua negara berinvestasi dalam kesiapsiagaan, dengan pendekatan melibatkan semua masyarakat. Tujuannya agar sejarah suram pandemi Covid-19 yang membunuh lebih dari satu juta tidak terjadi lagi.

"(Covid-19) Ini bukan pandemi terakhir, atau darurat kesehatan global terakhir. Tetapi dengan investasi politik dan keuangan yang tepat sekarang, kita dapat memajukan keamanan kesehatan, mencegah dan mengurang pandemi di masa depan, serta melindungi masa depan kita, dan generasi mendatang," ungkap Tedros.

Executive Director WHO Health Emergencies Programme Michael Ryan menambahkan dunia harus mempersiapkan kesiapsiagan dalam menghadapi pandemi dan kita tidak bisa membiarkan dunia melupakan kejadiaan saat ini.

"Karena (pandemi) berikutnya mungkin salah satu yang terburuk.(Covid-19) mungkin hanya pertanda dari apa yang mungkin akan datang, kita hidup dengan terlalu banyak risiko," ujar Michael Ryan.

 

(Nikolaus Tolen\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar